بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
ANGGI geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang menantu yang tengah sibuk memasang nursing cover, padahal di dalam ruangan itu hanya ada mereka bertiga, yang tidak lain ialah mertua serta suaminya sendiri.
"Apa saya perlu keluar dulu? Repot sekali kelihatannya kamu," ujar Hamzah tiba-tiba.
Hamna menggeleng kecil. "Nggak repot kok, cuma mungkin belum terbiasa aja. Maklum masih pemula," sangkal perempuan tersebut.
Anggi yang tengah menggendong cucu perempuannya berdecak pelan. "Sudah selesai belum ini? Cucu Mama butuh asupan ASI."
"Udah, Ma. Kepalanya di kanan ya, Mama juga yang kasih bayinya ke saya. Nggak bisa saya kalau harus ngambil dari gendongan Mama," ujar Hamna begitu blak-blakan.
Anggi menurut tanpa protes, sebisa mungkin untuk saat ini dan seterusnya dia berusaha untuk mengerem mulut, agar tak terlalu frontal jika berbicara dengan menantunya tersebut.
Hamna mendongak dan menatap Anggi saat dia sudah berhasil menggendong buah hatinya, tapi dia terlihat kebingungan saat mulut putrinya selalu terlepas dari areola, lingkaran hitam di sekitar puting.
Tanpa diminta Anggi langsung turun tangan untuk membantu menantunya. Dalam hati dia menahan diri untuk tidak mengomel, walau pada nyatanya sangat ingin melakukan hal tersebut.
Itulah pentingnya ilmu dan pengetahuan, perkara menyusui yang kerap kali dianggap gampang nyatanya tidak semudah yang dibayangkan.
Hamna meringis kecil saat mulut mungil sang putri mulai menyesap ASI-nya.
"Sakit?" tanya Anggi lembut.
Hamna mengangguk pelan.
Anggi melirik ke arah sang putra. "Ham, belikan pelembab puting yang mengandung minyak zaitun untuk Hamna. Kasihan dia, kalau perlu beli juga bantal menyusui supaya Hamna merasa nyaman, dan posisi bayinya pun aman," pintanya.
"Hamzah sudah belikan, tapi Hamna menolak untuk menggunakannya. Dia mencurigai Hamzah modus dan sok tahu, padahal dianya aja yang suuzan terus," jawab Hamzah seraya mengambil tas yang berada di dalam nakas samping brankar.
Hamna menampilkan cengirannya. "Bukan suuzan, tapi ya saya heran kok cowok tahu soal kayak gituan. Wajar dong kalau waspada?"
Anggi mengambil alih benda yang diserahkan sang putra. "Justru itu bagus, Na, tandanya Hamzah belajar dan mau mengamalkan. Apalagi istrinya modelan kamu, emang harus Hamzah yang lebih banyak berperan. Coba pelan-pelan belajar, cari tahu, apalagi sekarang kamu sudah jadi ibu."
Hamna pun mengangguk patuh.
"Sekarang tahan dulu sakitnya, nanti juga terbiasa. Kamu juga harus rajin buat rawat putingnya supaya nggak lecet dan sakit, dikompres pake air hangat atau air dingin kalau ada waktu luang. Dijaga kebersihannya, jangan jorok, harus selalu cuci tangan karena mau bagaimanapun ASI itu asupan paling utama untuk bayi," petuahnya.
Lagi-lagi Hamna mengangguk patuh. Dia menyadari betul akan kesalahannya yang terlalu menggampangkan sesuatu.
Anggi menyingkap nursing cover yang digunakan Hamna. "Lepas, Na, lepas. Kamu itu harus melihat secara jelas wajah putri kamu saat menyusui, apalagi ini yang pertama bagi kamu. Sekilas menyusui itu seperti mudah, tinggal menyodorkan payudara ke mulut bayi, tapi dalam praktiknya susah, kan?"
Bukannya menanggapi perkataan sang mertua, dia malah melihat ke arah suaminya yang seketika memalingkan wajah ke lain arah.
"Saya nggak lihat apa-apa, Hamna. Jangan hadiahi tatapan penuh waspada," ujar Hamzah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik Sendu Musim Kedua
SpiritüelSEQUEL RINTIK SENDU || SELESAI PART MASIH LENGKAP Disatukan bukan karena sama-sama menginginkan, melainkan karena keadaan yang membuat keduanya harus hidup saling berdampingan. Dua kepala yang pada hakikatnya saling bertolak belakang, dipaksa haru...