CHAPTER 17

5.6K 269 9
                                    

JANGAN LUPA YA GUYS KASIH VOTE NYA ⭐

HAPPY READING ❤️

Enjoy guys!!

•••

Pukul 09.12 WIB

Seperti biasa hari ini Aretha bersekolah, dan sekarang dirinya berada di kantin duduk di kursi yang tidak terlalu pojok bergabung bersama teman sekelasnya. Tak lupa juga Renata yang selalu berada di sampingnya.

Suasana kantin terlihat tenang dan ramai, mereka dengan hidmat menikmati makanannya masing-masing.

Sementara itu, Aretha tengah memakan bekal sandwich buatan mommy nya dengan susu strawberry yang ia beli dari mba kantin, sembari membalas pesan chat yang masuk di ponselnya sesekali menggigit bibir bawahnya menahan senyum.

Bisa kalian tebak Aretha membalas pesan dari siapa? Yupp, Aldrick. Pemuda yang sudah resmi menjadi kekasihnya sejak 5 hari yang lalu. Anggap saja dirinya sudah gila karena menerima tawaran Aldrick untuk menjadi kekasihnya, ya mau bagaimana lagi dirinya memang sudah menaruh hati kepada kakak kandungnya sendiri a.k.a kakak kandung dari pemilik raga asli yang ia tempati. Itupun dirinya terima setelah tiga hari kemudian, dan sudah ia pikirkan matang-matang.

Sejak resmi menjadi pasangan kekasih. Walaupun mereka menjalin hubungan backstreet. Aldrick menjadi sangat sering menghabiskan waktu bersama dirinya, bahkan setiap waktu pemuda itu sering sekali mengucapkan kata-kata manis, membuat ia menjadi salting jika mengingatnya kembali.

Sementara Renata yang melirik Aretha tengah senyum-senyum sendiri pun menyeritkkan dahinya, heran dengan sikap gadis yang duduk di sampingnya itu. Namun, saat dirinya akan mengintip ponsel Aretha dengan cepat juga Aretha langsung menyembunyikannya dari Renata, membuat Renata menjadi mengurungkan niatnya dan kembali menikmati makanannya. Tapi dalam pikirannya, ia sangat ingin mengetahui apa yang membuat gadis itu menjadi bersikap aneh beberapa ini.

"Aldrick sialan, gue saltinggg!!" Pekiknya dalam hati.

Di sisi lain di meja pojok terlihat Zevan dkk tengah menikmati makanannya, tak lupa juga seorang gadis yang sedang menyuapi makanan kedalam mulut Zevan, melihat kemesraan Zevan dan Violet mereka hanya cuek tidak peduli.

Namun, Zevan yang tidak sengaja pandangannya mengarah ke arah Aretha, dirinya diam-diam mengepalkan tangannya. Dalam lubuk hatinya, jujur saja ia tidak rela jika Aretha sudah tidak lagi mengejarnya seperti dahulu, rasanya seperti ada sesuatu yang menghilang dari dirinya.

Dan tanpa mereka sadari, salah satu dari mereka dari tadi menatap tajam kearah Aretha yang terus menerus fokus dengan ponselnya. Tangannya terkepal kuat, tatapannya kemudian mengarah ke arah Renata yang sedang menikmati makanannya. Terlihat seseorang tersebut tersenyum smirk, tangan sebelah kiri yang awalnya berada di bawah kemudian terangkat menyentuh ponselnya yang berada di atas meja lalu mengetuk-ngetuk pelan.

"Kayaknya kalian udah main terlalu jauh." Batinnya sembari menatap lekat wajah Aretha.

•••

Di sisi lain tepatnya di rooftop, terlihat dua orang pemuda tengah duduk di sofa yang tersedia di sana.

"Gak habis pikir gue denger lo jadian sama Aretha." Decak Nathan kemudian menghisap rokok yang ada ditangannya tersebut.

Aldrick tersenyum smirk menatap kearah gedung-gedung yang menjulang tinggi di hadapannya, "Lo tau kan apapun yang gue inginkan harus gue miliki. Sekalipun itu Aretha."

"Bahkan harus menentang keluarga besar pun gue siap kapan aja," ucapannya sembari menyalahkan pelatuk korek untuk rokok barunya itu setelah rokok yang ia hisap tadi habis. Memang Aldrick itu adalah pecandu rokok.

"Pertumpahan darah sekalipun?" Celetuk Nathan. Dan Aldrick hanya berdehem mengiyakan ucapan sahabat tersebut.

"Gila lo. Lo tau kan kalau keluarga lo itu--" ucapan Nathan terhenti saat menoleh kearah Aldrick yang terlihat tenang-tenang saja. Malah ia melihat sedikit senyuman tipis tapi banyak sekali arti di dalamnya yang diperlihatkan oleh pemuda gila itu. Sekarang dirinya hanya bisa pasrah dengan kelakuan Aldrick yang semakin hari semakin diluar nalar dan hanya bisa menolongnya jika sahabatnya itu membutuhkan pertolongannya nanti.

Nathan menggelengkan kepalanya, tidak hanya heran kepada Aldrick, dirinya juga heran dengan Aretha yang masih mau saja menerima Aldrick sebagai kekasih walaupun tahu bahwa itu dilarang. Bayangkan saja mereka berdua adalah saudara kandung, mau dibawa kemana hubungan mereka kedepannya, pikir Nathan.

•••

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Dilihat waktu menunjukkan pukul 15.00. Dengan cepat Aretha membereskan alat tulis dan dimasukkan ke dalam tas ranselnya.

Sekarang ia merasa diburu-buru, dan  Aldrick adalah penyebab semuanya. Bagaimana tidak, pemuda itu sudah menjemputnya di luar sekolah dekat halte bus sejak satu jam yang lalu. Karena merasa tidak enak, sesudah membereskan alat tulisnya, ia pun langsung berjalan cepat meninggalkan kelas dan juga Renata yang masih memakai tas di bahunya.

Sesampainya di halte, buru-buru Aretha masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kursi kemudi.

"Kenapa lari sih sayang. Keringetan kan jadinya. Nanti kamu kecapean." Ucap Aldrick sembari mengelap keringat yang membasahi dahi gadisnya. Gadisnya? Ya Aretha adalah gadisnya, miliknya dan hidupnya. Tidak ada seorang yang boleh memisahkan dia dengan Aretha, kalaupun ada mungkin orang itu akan menjadi musuh terbesarnya, walau keluarga sendiri pun.

Mendengar itu Aretha diam tidak menjawab ucapan Aldrick, dirinya hanya melirik sebentar sembari meneguk air botol yang tinggal setengahnya yang ia temukan di samping tempat duduk. Itu adalah milik Aldrick

"Hah, segerr." Ucap Aretha kemudian menutup botol tersebut dan menyimpannya ke tempat asal.

Aldrick hanya terkekeh melihat itu, kemudian dirinya mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ia sengaja tidak menggunakan motor untuk menjemput Aretha karena dilihat dari cuaca sekarang cukup panas dan lumayan terik oleh sinar matahari. Tidak mungkin dirinya dengan tega membawa gadis itu bermotor-motoran ditemani teriknya sinar matahari.

•••

Di tempat yang berbeda, terlihat Gara yang terdiam di atas motornya menatap kepergian mobil Aldrick melaju meninggalkan halte itu. Sedangkan dirinya berada di depan gerbang sekolah, apakah Aldrick atau Aretha melihatnya, ia tidak peduli.

Tangannya terlihat dengan erat memegang setir motor, tatapannya menajam. Perasaannya menjadi campur aduk. Pikirannya sudah kemana-mana sekarang.

"Lo udah keterlaluan bang. Gue gak bisa diam aja sekarang. Gue gak peduli jika lo atau Aretha membenci gue. Tapi, ini udah salah."

"... dan jangan salahin gue kalau harus minta bantuan ke 'dia'." Batinnya kemudian ia pun mulai menjalankan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Meninggalkan area sekolah menuju ke arah mansion. Sedangkan teman-temannya itu sudah terlebih dahulu meninggalkan sekolahnya.

•••

THANKS FOR READING 🤎

Gak usah kejar target vote lah, aku pengen cepet-cepet tamatin ceritanya

Jangan lupa komen sama Vote ya guys dan terimakasih juga udah mau mampir,

Querido kalian yang vote pokoknya  apalagi yang komen❤️❤️

Ayara Transmigrasi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang