Rencana Nyai Pradni menemui Panembahan Senopati di pagi hari gagal total. Keadaan Gusti Kanjeng Putri Pembayun tiba-tiba memburuk sehingga membuat seisi keraton sibuk. Maksudnya, keluarga sibuk mengkhawatirkan sang Putri sedangkan penghuni keraton sibuk berpikir yang tidak-tidak.
Dalam tradisi nenek moyang ada sebuah mitos yang hingga saat ini masih dipercaya oleh masyarakat Jawa khususnya. Mitos bahwa orang yang meninggal di hari Sabtu akan mencari 'teman' alias mengajak orang lain untuk meninggal juga. Entah teman dekat, sahabat, kerabat atau seringnya adalah keluarga untuk menemaninya menuju akhirat.
Jika berpikir menggunakan logika maka mitos tersebut jadi tidak logis. Saat ada orang yang meninggal di hari Sabtu kemudian orang terdekatnya ikut meninggal, maka itu sudah menjadi takdir Ilahi. Toh, kematian bisa terjadi kapan saja, pada siapa saja, dan tidak ada yang bisa menghindar darinya.
Pendapat orang-orang tentu terbelah antara dua kubu. Apakah mitos itu benar atau malah kebetulan semata? Entahlah, akan tetapi kejadian tersebut kerap terjadi sehingga membuat banyak orang percaya.
Nah, masalahnya, Pangeran Rangga Samudra itu meninggal di hari Sabtu. Belum seminggu berlalu, kesehatan Gusti Kanjeng Putri Pembayun malah memburuk. Tentu tidak perlu jadi jenius untuk mengaitkan kedua kejadian tersebut bukan?
Sedayu sendiri masih merasa tenang dan tidak khawatir sebab yakin seberapa sakitnya sang Putri, belum saatnya dia meninggal. Kemungkinan besar Gusti Kanjeng Putri Pembayun akan meninggal bulan depan. Beberapa hari setelah putranya lahir.
Penerawangan Sedayu tidak pernah meleset. Walau penerawangannya berbentuk kilasan mimpi bukan seluruh kejadian. Sedayu bermimpi melihat Gusti Kanjeng Putri Pembayun duduk di taman Keputren sambil menimang putranya. Memang saat itu, wajah sang Putri pucat. Beliau juga kadang memegang dada kirinya.
Mimpi berganti lagi saat para abdi dalem panik sebab Madusena tidak ditemukan di tempat tidurnya. Seluruh abdi dalem terlihat dikumpulkan untuk ditanyai. Sedayu curiga, ada kaki tangan para pendukung Ki Ageng Mangir Wanabaya di Keputren. Harap diketahui bahwa Keputren adalah tempat terlarang untuk laki-laki. Hanya raja dan para pangeran yang bisa masuk.
Mimpi terakhir Sedayu yaitu ketika Madusena sudah cukup besar, mungkin berusia sekitar 8 atau 9 tahunan. Tidak seperti dua mimpi sebelumnya, Sedayu tidak berada di tempat yang sama dengan Madusena. Seolah Sedayu melihat dari sudut pandang orang lain. Apa ini menandakan penerawangan Sedayu makin meningkat levelnya? Entahlah.
Sedayu melihat Madusena kecil sedang berlatih memanah bersama seseorang yang kemungkinan besar adalah gurunya. Suasana desa yang asri menjadi latarnya. Ada juga beberapa laki-laki dewasa lain yang Sedayu tidak kenal sedang bercakap-cakap di teras rumah joglo.
Dari percakapan mereka Sedayu tahu bahwa Madusena kini dipanggil Astrabaya. Mereka juga membicarakan Panembahan Senopati yang gencar mencari cucunya untuk dibunuh dengan menyebar prajurit yang menyamar menjadi pendekar pengelana. Berita akurat yang katanya berasal dari telik sandi yang memang ditempatkan di keraton Mataram sejak Ki Ageng Mangir Wanabaya dibunuh penguasa Mataram tersebut.
Mereka sebenarnya tidak terlalu takut sebab tahu usaha tersebut sia-sia. Madusema dibawa pergi saat masih bayi sehingga tidak ada yang tahu pasti bagaimana rupa si anak saat besar. Walau jika diamati, paras Madusena alias Astrabaya mirip almarhum ayahnya. Pokoknya, mereka--pejuang Mangir--akan melindungi anak tersebut sebab suatu saat dia harus membalaskan dendam sang ayah pada Sultan Mataram yang keji itu.
"Guru, Mataram ternyata akan mengalami pemberontakan," ucap Sedayu pelan. Mau tidak mau, dirinya meralat ucapannya kemarin yang lantang menyangkal akan ada pemberontakan di Mataram.
Nyai Pradni yang sedang memetik bunga melati terhenti sejenak. Punggung yang tadinya bungkuk kini menegak. Tak lama dirinya berbalik, "Kau mimpi lagi?"
"Iya," jawab Sedayu pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang (Tamat)
Исторические романыBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...