Percayalah, pertarungan di dunia nyata itu tidak lagi mengikuti aturan. Urutan jurus dalam latihan kanuragan pastinya terabaikan karena tidak mungkin mengatur jenis serangan lawan. Dalam pertarungan, ada dua hal pokok yang terjadi yaitu serang atau tangkis. Terus-menerus begitu hingga salah satu pihak kalah.
Serang sebanyak mungkin saat dirimu mendapat kesempatan. Melumpuhkan musuh secepat yang kau bisa agar pertarungan cepat selesai. Tidak ada lagi aturan curang atau tidak curang karena semua sah dalam pertarungan. Ibarat hukum rimba, siapa yang kuat, dialah yang jadi pemenangnya.
Sedayu memang dilatih ilmu kanuragan tapi dibilang sakti mandraguna juga tidak. Gurunya yaitu Tirtoadji--salah satu panglima Kerajaan Mataram--memang mengajarkan beberapa jurus serta olah tenaga dalam hingga Sedayu mampu bertarung guna mempertahankan diri.
Jangan hanya bertumpu pada kekuatan tapi gunakan kecerdikkan otak juga. Bagaimanapun kekuatan perempuan dan laki-laki berbeda. Sedayu harus sadar kodratnya.
Banyak cara untuk melumpuhkan musuh salah satunya ilmu totok. Menekan beberapa titik pembuluh darah di tubuh dengan tujuan agar sang lawan tak bisa bergerak. Ada pendekar yang memiliki ilmu ini terutama mereka yang berguru pada orang asing asal China yang memang berkelana ke nusantara.
Ada beberapa cara melepaskan totokan di tubuh. Pertama, menunggu sumbatan di pembuluh darah itu terbuka perlahan dengan sendirinya. Kedua yaitu dengan mengerahkan tenaga dalam untuk menggerakkan aliran darah hingga kembali lancar.
Nah, cara pertama tentu merepotkan karena Sedayu justru harus pergi dari Tandu secepat mungkin. Jika tidak maka Tandu akan bersikap layaknya lintah yang menempeli Sedayu padahal dirinya mesti kembali ke keraton. Bahaya... Bahaya.
Cara kedua itu tidak mudah. Tenaga dalam Sedayu tidak sehebat itu hingga mampu membuka aliran darah. Dulu, Sedayu selalu gagal membuka totokan. Tirtoadji bahkan menatap miris pada murid perempuan satu-satunya. Walau wajah muridnya tertutup topeng kayu tapi dari helaan napas panjang berkali-kali sudah menandakan seberapa putus asanya sang murid.
Tidak semua hal bisa dikuasai manusia, Datu. Aku rasa, khusus untukmu ada cara ketiga. Cara yang aku sendiri tidak bisa melakukannya tapi kemungkinan kau malah bisa.
Merogo sukmo.Sedayu masih ingat benar kata-kata gurunya. Tak disangka ada masa di mana Sedayu akhirnya bisa menerapkan apa yang dulu hanya sebatas teori. Benar ternyata bahwa ilmu pengetahuan itu kadang lebih berharga dibanding uang. Oleh karena itu, terus belajar dan belajar hingga akhir hayat.
Harap diketahui bahwa manusia itu dalam keadaan seimbang jika memiliki keterpaduan jiwa raga. Raga tanpa jiwa ataupun jiwa tanpa raga akan mengganggu keseimbangan tubuh. Ketidakseimbangan inilah yang digunakan untuk melemahkan totokan.
Sebagai dukun, Sedayu memiliki kemampuan untuk melakukan ilmu merogo sukmo--melepaskan roh dari tubuh untuk melakukan perjalanan spiritual--yang diajarkan oleh Nyai Pradni. Bisa tapi bukan berarti Sedayu sering melakukan ritual merogo sukmo. Ilmu ini berbahaya sebenarnya karena rohmu bisa tersesat atau bisa juga terlambat masuk ke raga. Akibatnya? Lebih baik tidak usah tahu.
Jangan hanya menggunakan otot, coba gunakan otakmu. Kecerdikkan kadang bisa mengalahkan kekuatan.
Itulah yang sering dikatakan oleh Tirtoadji. Sang guru memang bukan hanya sakti tapi juga pandai. Salah satu ahli strategi perang yang dimiliki Kerajaan Mataram. Sikapnya juga tenang dan bijaksana. Sungguh, Sedayu beruntung mendapat guru seperti beliau.
Tak membuang waktu, Sedayu memejamkan mata. Berkonsentrasi guna melakukan ritual merogo sukmo. Suara desau angin makin menghilang digantikan keheningan yang janggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang (Tamat)
Fiksi SejarahBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...