Bagi yang baca duluan di Karyakarsa, lihat NOMOR yaa. Walau di sana sistemnya perdua bab gitu.
Yang udah publish di Wattpad jangan dibeli lagi karena isinya SAMA.
(Bukan apa-apa sih cuma sayang aja uang kalian.)----------------------------------------
"Kau sepertinya anak bangsawan yang dimanja. Wajah tampan, kulit halus dan maaf, fisikmu agak lemah." Tandu tampak berpikir sejenak. "Biasanya mereka menculik anak gadis untuk dijadikan lonte. Belakangan berkembang menjadi menculik pemuda untuk dijadikan budak." Matanya kembali menatap Sedayu. "Jangan bilang kau diculik untuk diminta tebusan uang?!"
Pemuda ini ternyata punya imajinasi di luar nalar... Hadeeeh.
Jika benar tebakan Sedayu bahwa dia suatu saat nanti akan menjadi raja. Sumpah, tak terbayang bagaimana masa depan kerajaannya. Sungguh, Sedayu mengasihani siapapun yang akan jadi rakyatnya.
Tandu?
Kerajaan terdekat Mataram adalah Kesultanan Cirebon, Kesultanan Dermayu, Kesultanan Banten, Kerajaan Kalinyamat dan Kesultanan Sumedang Larang. Rasanya Sedayu tidak pernah dengar nama pangeran mahkota bernama Tandu. Apa dia berasal dari kerajaan di sebrang pulau sana? Hmm, atau mungkin saja Tandu itu hanya nama samaran semata.
"Eh, tunggu, siapa namamu?" tanya Tandu. "Kau pasti bisa menuliskan? Tulis namamu, seperti ini!" Dirinya mencontohkan dengan menulis namanya di tanah menggunakan jari. Tersenyum terlebih dahulu sebelum melanjutkan perkataannya, "Agak aneh jika kita tidak saling kenal nama."
Menghembuskan napas sebelum Sedayu menulis sebaris nama yang muncul di benaknya. Walau di dalam hati, Sedayu berpikir ini adalah hal sia-sia. Seharusnya mereka segera kabur bukan malah sibuk berkenalan begini.
Apalah arti sebuah nama. Toh mereka tidak akan berakhir menjadi teman sejawat. Jikapun dipanggil 'hei' sekalipun, Sedayu pasti nengoklah.
"Oh, namamu Dhanwa," ucap Tandu memastikan.
"____" Tak bisa lagi menjawab dengan kata karena sedang pura-pura bisu maka Sedayu hanya bisa menganggukkan kepala.
"Jumlah mereka lebih dari 15 orang. Mustahil aku bisa mengalahkan mereka sendirian apalagi panahku telah diambil pula." Tandu menekan kata 'sendirian' karena sungguh dirinya dongkol mendapat rekan yang bukannya bisa meringankan tapi justru menambah beban begini. "Malam nanti kita kabur. Aku sudah memperhatikan. Biasanya mereka akan pesta tuak di malam hari."
"____" Bibir Sedayu merapat sebaliknya kelopak matanya melebar ngeri. Bukan... Bukan soal pesta tuak yang dikhawatirkannya melainkan waktu melarikan diri yang direncanakan Tandu.
Malam hari nanti seharusnya bertepatan dengan bulan purnama penuh. Celaka bagi Sedayu karena jangankan berjalan, lah berdiri tegak saja tidak akan sanggup. Sedayu nanti malam akan sakit. Badannya akan mengalami panas tinggi hingga fajar tiba.
Memang sakit ini sudah dialaminya sejak berusia 7 tahun. Akan tetapi, Sedayu sadar makin ke sini rasa kesakitannya bertambah. Nyai Pradni pernah menyampaikan kecurigaannya bahwa semakin sakit artinya kekuatan Sedayu juga akan makin meningkat.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Siapa sangka kesialan Sedayu akhirnya terjadi saat ini, padahal biasanya dia pergi sendiri dan tidak mengalami kendala apapun di perjalanan sehingga bisa pulang dengan selamat. Serapi-rapinya rencana manusia, tetap saja dapat kacau balau jika Sang Pencipta punya rencana lain.
Sedayu yang tercenung lama bahkan tidak peduli saat Tandu beringsut menuju pintu. Lewat celah gedek, pemuda itu mengintip keadaan di luar. Mengabaikan rasa sakit di bagian belakang kepala, Sedayu berusaha berpikir guna mencari jalan keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang (Tamat)
Fiksi SejarahBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...