Sedayu bersedekap tangan di dada. Kedua kaki berpijak pada lantai pendopo yang berada di bagian belakang rumah. Tepatnya rumah terpencil, dekat hutan. Pandangan matanya lurus menatap deretan pohon jati yang mengelilingi rumah.
Jika diperhatikan lebih seksama maka tempat ini sepertinya bukan hutan betulan. Kemungkinan, dulu kala berupa lahan yang luas lalu sengaja di tanami pohon jati. Puluhan hingga ratusan pohon tersebut akhirnya tumbuh membesar hingga tempat ini kini malah menyerupai hutan. Setahu Sedayu, hutan biasa akan ditumbuhi beragam jenis pohon. Hutan bakau tentu harus dikecualikan karena habitatnya jelas-jelas berbeda.
Jangan kira rumah ini adalah rumah gubuk sederhana. Justru sebaliknya. Rumah megah berbentuk joglo tidak hanya menawarkan kemewahan tapi juga kenyamanan bagi penghuninya. Terhitung sudah lima hari tinggal di sini. Namun, seberapa mewahpun rumahnya, jika sendirian dan tak punya tetangga maka jadi seram kan?
Sungguh, Sedayu juga baru tahu sekaligus baru pertama kali kemari. Mungkin jika Nyai Pradni tidak sedang sekarat, Sedayu tidak akan pernah menginjakkan kaki ke rumah ini. Rumah tersembunyi milik keraton Mataram yang berada di tengah hutan jati.
Sebenarnya, Kesultanan Mataram dua minggu lagi akan mengadakan acara besar yaitu upacara penetapan Pangeran Mahkota secara resmi. Semua penghuni keraton tentu antusias. Mirisnya, Nyai Pradni yang punya andil besar dalam penetapan sosok sang Pangeran Makhota justru terusir pergi dari keraton.
Sesuai pepatah, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Kesehatan Nyai Pradni menurun drastis dari hari ke hari. Kini tubuh ringkihnya hanya terbaring lemah dan mulai sulit diajak berkomunikasi.
Dukun tidak boleh sampai meninggal di keraton maka Panembahan Senopati memberi titah agar membawa Nyai Pradni ke tempat lain. Bukan hanya itu tapi nanti jenazah Nyai Pradni juga tidak bisa dimakamkan di kompleks makam Mataram melainkan di tempat ini. Kurang miris bagaimana coba?
Ini bukan soal kehormatan atau sekedar gengsi hingga sebegitu ingin dimakamkan di kompleks makam Mataram. Namun, Nyai Pradni itu bukan abdi dalem alias pelayan. Selama bertahun-tahun banyak jasa yang telah Nyai Pradni lakukan demi Mataram sehingga layak diberi penghormatan terakhir. Harap diketahui bahwa kompleks makam Mataram tidak hanya diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja tapi juga orang yang dinilai telah berjasa untuk Mataram.
Rasanya dukun malah mirip 'anjing' yang dianggap najis padahal seumur hidup kami mengabdikan diri untuk Mataram. Kadang tak sungkan melakukan tindakan tercela dan pastinya berdosa hanya demi mencapai kemenangan bagi Mataram. Akan tetapi akhir yang didapat bukan penghargaan apalagi penghormatan melainkan pengusiran.
Habis manis, sepah dibuang.
Sedayu sebenarnya telah memohon pada Panembahan Senopati agar memberi kelonggaran agar Nyai Pradni bisa dimakamkan di kompleks makam Mataram. Khusus untuk Nyai Pradni saja. Hanya beliau.
Hal ini sebab Sedayu ingat perkataan gurunya. Nyai Pradni selalu bilang bahwa Mataram adalah rumahnya. Jadi apa salahnya jika Mataram menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir. Kalau makam untuk Sedayu tidak masalah di mana, toh dirinya sudah mati jadi tak tahu dan tak merasakan apapun.
Sayangnya, permintaan tersebut ditolak karena takut terjadi gonjang-nganjing di keraton. Masyarakat awam masih banyak yang percaya bahwa jenazah dukun akan mendatangkan kesialan. Si kafir yang tidak diterima di bumi ataupun mitos sejenisnya menjadi momok menyeramkan bagi mereka. Hal tersebut yang membuat Sedayu tak punya celah selain menerima dan menjalankan titah Panembahan Senopati yang amat tak tahu terima kasih itu, Eh.
Wit Pii Wit.
Wit Pii Wit.
Wit Wit Wiiit.
Suara kicauan burung Kedasih membuat Sedayu menghela napas panjang. Kali ini Sedayu tidak bisa lagi menyangkal bahwa burung itu hanya sekedar iseng berkicau melainkan memang memberi isyarat kematian. Alam selalu punya cara unik tersendiri memberi pertanda.
![](https://img.wattpad.com/cover/346401042-288-k186027.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Calon Arang (Tamat)
Fiksi SejarahBukan cerita tentang Ratu dan Raja. Bukan juga cerita tentang Putri dengan Pangerannya. Bukan pula cerita tentang persaingan Ratu dan Selir untuk mendapat hati sang Raja. Ini cerita tentang seorang dukun perempuan yang tersembunyi di dalam bangunan...