Mereka berkendara sejauh sepuluh kilometer atau mungkin lebih di jalanan lebar yang sepi, sebelum akhirnya memasuki keramaian kota dan taksi yang dikemudikan Hei Yanjing sampai di pelataran gedung apartemen tempat Xiao Hua tinggal.
Wajah tampan Xiao Hua tidak sepucat biasanya, kali ini diwarnai rona merah akibat cairan alkohol yang menghangatkan darahnya. Sepanjang perjalanan pulang, mereka tidak banyak bicara lagi. Xiao Hua terus menatap ke jalan, hampir tidak memperhatikan jalan yang pernah dikenalnya dan juga wajahnya sendiri.
"Kita sudah sampai," gumaman pelan Hei Yanjing mengusiknya.
"Oh, astaga. Pikiranku berada di tempat lain, untunglah kau pandai menemukan alamat yang kusebutkan," sahutnya sambil melepaskan sabuk pengaman.
"Itu hal yang sederhana. Aku supir taksi, bukan? Nah, di lantai berapa kau tinggal?"
Xiao Hua lagi-lagi melemparkan lirikan curiga. "Apa itu penting bagimu?"
Hei Yanjing tersenyum miring. "Tentu saja."
"Sayangnya kau tidak penting bagiku. Jadi aku tidak akan memberitahumu."
Gumam tawa Hei Yanjing berkumandang lembut. Diawasinya bagaimana Xiao Hua mengambil kartu pembayaran taksi dan menerima tanpa bicara lagi saat Xiao Hua mengulurkan benda itu padanya.
"Tidak masalah." Hei Yanjing mengembalikan kartu saat pemiliknya membuka pintu dan turun ke jalanan. "Mudah bagiku menemukan tempat tinggalmu."
Xiao Hua menutup pintu, lantas membungkuk untuk mengintip si supir taksi yang aneh itu.
"Tidak ada gunanya kau mengetahui itu. Aku tidak akan membukakan pintu," katanya.
"Aku tidak heran, kau seorang detektif polisi." Hei Yanjing menoleh padanya dan tersenyum.
"Tapi aku tetap akan mengatakan ini, memang sebaiknya jangan membuka pintu sembarangan."Xiao Hua mundur dan berdiri, menepuk atap mobil kemudian berbalik seraya menyeringai sinis. Dia tidak mendengar taksi di belakangnya melaju, di tangga gedung, akhirnya ia berhenti, menoleh kembali pada si supir taksi. Dilihatnya Hei Yanjing masih menatap padanya, kali ini tanpa ekspresi. Xiao Hua tertegun sejenak, tiba-tiba merasakan desiran aneh di permukaan kulitnya. Ada dorongan untuk waspada terhadap pria itu yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Tidak membiarkan perasaan semacam itu memperburuk suasana hatinya yang sudah kacau, Xiao Hua berbalik kembali dan melompati dua anak tangga sekaligus untuk mencapai pintu lobi.
=====
Burung-burung sudah mulai berkicau dan melompat-lompat di atap menyambut hari baru. Matahari memancarkan rona keemasan di birunya langit dan kehidupan perkotaan terbangun dari tidurnya.
Xiao Hua bergerak-gerak di tempat tidurnya saat dering ponsel yang melengking masuk ke telinganya.
Siapa yang meneleponnya pagi-pagi begini? Terutama ketika dia tidak memiliki agenda rutin untuk pergi ke markas polisi. Setelah minum alkohol dalam jumlah yang lumayan, kepalanya sedikit pusing, dan bahkan tidur satu detik pun merupakan anugerah tersembunyi. Tetapi dering ponsel tak kunjung berhenti, membuatnya terjaga dengan paksa. Ketika Xiao Hua membuka mata, sinar matahari keemasan bersinar terang di luar jendela. Dia terkejut karena bangun terlambat tapi kemudian segera menyadari bahwa dia memang tidak perlu bangun pagi hari ini dan untuk beberapa hari ke depan.Dengan enggan ia meraih ponsel dan menjawab panggilan.
"Halo?"
"Kapten, mengapa kau tidak segera menjawab panggilanku? Aku memiliki berita buruk untukmu. Sebenarnya, untuk kita."
Suara Jiang Han yang serius membuat Xiao Hua perlahan mengubah posisi hingga duduk lesu di tepi ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐑𝐀𝐒𝐄𝐑 (𝐇𝐄𝐈𝐇𝐔𝐀)
Fanfiction[🏆 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐥𝐢𝐬𝐭 𝐖𝐈𝐀 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐨𝐝𝐞 #8 𝐑𝐞𝐛𝐨𝐫𝐧] [🏆 𝐅𝐞𝐚𝐭𝐮𝐫𝐞𝐝 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐖𝐈𝐀 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐨𝐝𝐞 #8 ] '𝐘𝐨𝐮 𝐜𝐚𝐧 𝐞𝐫𝐚𝐬𝐞 𝐭𝐡𝐞 𝐜𝐫𝐢𝐦𝐢𝐧𝐚𝐥 𝐛𝐮𝐭 𝐧𝐨𝐭 𝐭𝐡𝐞 𝐜𝐫𝐢𝐦𝐞. 𝐘𝐨𝐮 𝐜𝐚𝐧 𝐞𝐫𝐚𝐬𝐞 𝐭𝐡𝐞 𝐦𝐞𝐦𝐨...