CHAPTER 21

159 27 2
                                    

Wisma Heaven 04.00 AM

Bangunan itu besar, megah, kuno sekaligus artistik. Menatapnya di bawah langit berbintang memberikan rasa kagum dan takut secara bersamaan. Halamannya luas penuh dengan pohon bunga dan cemara pensil. Siapa pun mungkin akan terpesona pada keindahannya jika menatap Wisma Heaven di siang hari. Biasanya setelah musim gugur menghampiri distrik Yanqing, nuansa jingga keemasan adalah pemandangan yang terbaik dari Wisma Heaven yang bisa ditemukan di pinggiran kota nan tenang.

Sinar bulan separuh menyepuh atapnya, dan dua menara yang dipasangi satu lonceng besar. Cahaya redup itu cukup untuk menampilkan siluet burung gagak yang hinggap dan terdiam di puncak atap dalam waktu lama. Beberapa ekor kawannya meluncur dari balik pohon, datang bergabung menciptakan pemandangan gotik yang menyeramkan seperti di film horor klasik.

Di dalam wisma, suasana terasa lebih hidup dengan penerangan yang cukup dari lampu kristal kuning yang indah. Aula utama berupa ruangan luas dengan bangku kayu berbaris di satu sisi. Di bagian tengah, ada area yang dikosongkan dan terlihat sakral dengan lukisan pentagram yang besar di lantai.

Pada satu ruangan yang lebih sederhana dibanding aula utama, Profesor Lima mengenakan jubah kebesarannya yang berwarna putih bersih dengan panjang mencapai lutut. Rambut kelabunya tersisir rapi, sewarna dengan janggut tipisnya. Ekspresinya serius tapi juga tenang. Di depan altar, dia berdiri. Memejamkan mata, merapalkan sesuatu yang tidak jelas dengan takzim.

"Semua sudah siap, Lu Yi?"

Profesor Lima membuka mata disusul satu pertanyaan menggumam dari mulutnya. Menanggapi sang pemilik Wisma Heaven yang biasa disapa Guru, terlihat seorang pria tinggi kurus berusia kepala tiga melangkah dari salah satu pintu di sudut ruangan. Busananya bertolak belakang dengan Profesor Lima. Dia mengenakan pakaian serba hitam yang menguatkan aura kejam yang terpancar darinya.

"Ritual ini sangat penting, anakku," ujar Profesor Lima, tubuhnya berputar anggun menghadap pria yang dipanggil Lu Yi.

"Ya, Guru." Lu Yi mengangguk kosong. Seperti terhipnotis.

"Mereka yang menolak disucikan, akan mengalami nasib yang sama dengan para gadis malang itu."

Desahannya berat, seakan menyesali ketidakadilan dunia.

"Seperti binatang ternak yang tersesat."

Lu Yi mengangguk lagi.

"Kali ini, kau akan menggantikan tugas mulia Sang Nan, membersihkan para pendosa di bumi yang suci," Profesor Lima mengoceh lagi.

Lu Yi menundukkan kepala lebih dalam dari sebelumnya, dan tangan pucat keriput milik Profesor Lima menyentuh kepalanya, seakan-akan memberikan berkat.

"Kita akan mulai ritual pembersihan mulai pekan depan."

"Lu Yi siap melaksanakan tugas."

Profesor Lima tersenyum puas.

"Bagus sekali. Sekarang mari kita mulai menyanyikan himne. Semua anggota telah menunggu kita untuk membawa mereka ke jalan yang penuh cahaya."

Seperti biasanya yang diucapkan seseorang yang memiliki delusi tentang utusan Tuhan dan semacamnya, Profesor Lima berkata penuh wibawa dan sangat ingin dipatuhi. Pria cerdas yang tersesat, lahir dari salah satu kelompok rahasia penyembah iblis yang telah dimusnahkan hampir lima dekade lalu. Kini dia bangkit dari kematian, berjuang membangun kelompok yang baru, dan mengumpulkan orang-orang yang memiliki masalah berat dalam hidupnya. Berlagak seperti malaikat yang mengulurkan tangan, dia tidak lebih dari sosiopat yang pandai memanipulasi orang dengan permainan kata-kata dan kutipan Alkitab. Dia juga memungut sejumlah uang dari anggota yang menyerahkannya dengan sukarela setelah mereka dijanjikan surga.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐑𝐀𝐒𝐄𝐑 (𝐇𝐄𝐈𝐇𝐔𝐀) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang