Xiao Hua memejamkan mata dan menghela napas. Sekali lagi mempertanyakan dirinya. Apa sebenarnya yang tengah dia lakukan?Menghabiskan waktu yang berharga di sini, hanya berdua dengan seorang bajingan, membicarakan hal-hal absurd.
"Tidak ada yang perlu dicemaskan tentang pria hitam itu," katanya. Merasa tak perlu lagi bertanya mengapa Huo Dofu bisa mengetahui tentang Hei Yanjing.
"Benarkah?" Seringai lagi, kali ini sedikit goyah. Tampaknya membicarakan Hei Yanjing membuat bajingan ini kurang nyaman. Tapi dengan satu atau alasan lain yang tak diketahui Xiao Hua, dia terpaksa harus membicarakannya.
"Dia hanya temanku. Sebenarnya bahkan kami tidak terlalu dekat."
"Itu bagus untukmu." Tatapan Huo Dofu semakin menyelidik, mengirimkan sensasi merinding pada Xiao Hua untuk kesekian kali.
"Namun kau harus tetap waspada. Dia seorang pria yang sulit dibaca."
"Maksudmu?"
"Dia misterius."
"Kalian pernah bertemu sebelumnya?"
Huo Dofu menggeleng. Tampak sedikit kesal. "Sama sekali tidak. Aku hanya merasakan aura yang mengancam. Selebihnya gelap."
"Kita tidak bertemu untuk membicarakan temanku. Mengenai pelaku pembunuhan gaun putih, bisakah kau setidaknya melukis satu sketsa untukku?" Xiao Hua khawatir kehabisan waktu hingga ia memutuskan mendesak Huo Dofu.
Percikan aneh berkelebat di mata sang psikopat. Tiba-tiba setengah bangun dari posisinya dan mencondongkan wajah ke arah lawan bicaranya, membuat kepala Xiao Hua sedikit tersentak ke belakang. Itu adalah gerakan reflek karena pembatas kaca tebal seharusnya menjadi satu-satunya perlindungan.
"Tidak ada tawar menawar, Detektif. Kau bahkan tidak menepati kata-katamu sendiri. Dan kini kau bernegosiasi seakan-akan kau punya kuasa."
Xiao Hua menggesek-gesek lantai dengan alas sepatunya, dicengkeram rasa cemas. Diawasinya pria itu hingga ia perlahan kembali duduk tenang.
"Aku akan datang lagi besok," ujar Xiao Hua, menyeka setitik keringat di pelipisnya. "Jika kau sudah siap, kau bisa menyebutkan satu nama padaku."
"Ah, wajahmu pucat, Detektif. Kau pasti lumayan takut melihat reaksiku. Aku rasa aku sedang depresi," Huo Dofu seketika melunak, menatap Xiao Hua dengan pandangan lembut.
"Tentu saja aku akan membantu sesuai kesepakatan. Sayangnya, kemungkinan aku tidak bisa menyebutkan nama."
"Cukup petunjuk penting dan sketsa wajah dan aku akan membuktikan bahwa bajingan itu bersalah. Dia akan mendapatkan hukuman."
Huo Dofu tampak tak tertarik dengan kobaran semangat Xiao Hua yang tercermin dalam kata-katanya. Kepalanya menggeleng lemah.
"Itu mungkin akan memakan waktu lama. Ada banyak peluang baginya untuk lolos dari jeratanmu. Aku cenderung memilih cara lain.""Apa itu?"
Huo Dofu memperagakan pistol menembak kepala.
"Keadilan di tempat. Bunuh dia!"
Suaranya tidak keras, tapi efeknya cukup berbahaya bagi Xiao Hua yang rentan. Keduanya saling memandang, menyelidiki kedalaman jiwa masing-masing lewat sorot mata. Kata-kata yang diucapkan Huo Dofu persis sama dengan apa yang dipikirkannya. Yang tidak bisa dilakukan Xiao Hua karena terikat aturan dan juga sisa-sisa rasa kemanusiaan.
"Aku tidak bisa melakukannya. Jika polisi melenyapkan nyawa, apa bedanya dengan bajingan itu?" Akhirnya dia menyuarakan pendapatnya.
"Kekejaman biasanya menang," tatapan Huo Dofu menjadi skeptis, lantas ia menampilkan seringai khasnya.
"Kau memiliki sisi kejam dan gelap dalam dirimu. Untungnya, kau mengarahkannya dengan baik untuk melenyapkan penjahat. Tapi jiwa pembunuh tetaplah pembunuh. Aku tebak, kau pernah mencoba melenyapkan nyawa juga, bukan? Jauh sebelum insiden penembakan preman jalanan."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐑𝐀𝐒𝐄𝐑 (𝐇𝐄𝐈𝐇𝐔𝐀)
Fanfiction[🏆 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐥𝐢𝐬𝐭 𝐖𝐈𝐀 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐨𝐝𝐞 #8 𝐑𝐞𝐛𝐨𝐫𝐧] [🏆 𝐅𝐞𝐚𝐭𝐮𝐫𝐞𝐝 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐖𝐈𝐀 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐨𝐝𝐞 #8 ] '𝐘𝐨𝐮 𝐜𝐚𝐧 𝐞𝐫𝐚𝐬𝐞 𝐭𝐡𝐞 𝐜𝐫𝐢𝐦𝐢𝐧𝐚𝐥 𝐛𝐮𝐭 𝐧𝐨𝐭 𝐭𝐡𝐞 𝐜𝐫𝐢𝐦𝐞. 𝐘𝐨𝐮 𝐜𝐚𝐧 𝐞𝐫𝐚𝐬𝐞 𝐭𝐡𝐞 𝐦𝐞𝐦𝐨...