CHAPTER 30

146 27 4
                                    

Bayang-bayang ilusi itu seakan-akan masih di sana dan memecah fokus Xiao Hua. Sesekali, dia melirik ke sana kemari selama duduk di meja makan bersama si pria hitam. Sebaliknya, rekannya tampak santai, menikmati makanannya dan setiap kali menyuapkannya, gumaman pelan keluar dari bibirnya memuji Xiao Hua. Bagi sang detektif, kata-katanya hilang ditelan angin yang bertiup kencang menyapu jendela. Jari-jarinya sedikit gemetar, bukan karena dinginnya angin, tetapi karena rasa frustrasi yang terpancar darinya.

"Kau tidak menikmati makananmu, Xiao Hua. Sejak tadi tingkahmu sangat kacau," komentar Hei Yanjing setelah selesai dengan makanannya dan mendorong mangkuk ke tengah meja.

"Aku dihantui. Tidak mungkin kalau aku tidak kacau." Xiao Hua pun mendorong mangkuknya tapi isinya masih bersisa. Dia jelas kehilangan selera makan. Jika itu berlangsung beberapa hari lagi, bisa dipastikan tubuhnya akan semakin kurus dan wajahnya tirus.

"Kau harus segera pergi tidur," saran Hei Yanjing. "Sejak kemarin kau pasti kelelahan menjagaku."

Senyuman kecil mengiringi akhir kalimat, ucapannya terdengar tulus seperti seorang pria yang menghargai pengabdian istri setia. Hal itu membuat Xiao Hua semakin lelah, bahunya turun dan punggungnya bersandar lesu. Sesekali dia memejamkan mata.

"Entahlah. Tidur seperti suatu kemewahan saat ini. Aku takut pria itu datang di mimpiku."

Hei Yanjing meneguk air mineral, lalu menggeleng dengan bibir terkatup.
"Dengan aku di sisimu, mimpi buruk tidak akan berani mengganggu," ia membual yang segera disalahpahami oleh Xiao Hua.

"Aku tidak berencana tidur di sisimu," tukasnya, menatap lurus pada lensa kacamata hitam.

"Maksudku," ralat Hei Yanjing, "aku ada di sekitarmu. Kau boleh gunakan tempat tidur. Aku akan tidur di sofa."

Xiao Hua mengembuskan napas. Otot-ototnya perlahan sedikit mengendur.

"Tapi..." Rupanya Hei Yanjing belum selesai, "kalau kau tiba-tiba terbangun, menghampiri dan memelukku lagi, aku tidak keberatan jika harus bergabung denganmu."

"Hei Ye..."

"Oke. Bercanda." Hei Yanjing tertawa, dan sebelum pertunjukan keangkuhan palsu itu dilakukan Xiao Hua lagi, ia segera melanjutkan.
"Sofa sudah cukup bagiku."

Lagi-lagi Xiao Hua mengembuskan napas. Dadanya disesaki rasa waswas.

"Makanannya enak, kau menambahkan banyak bahan bergizi dan mahal. Terima kasih, Xiao Hua. Aku tidak yakin  hal baik ini akan terjadi lagi di masa depan."

Xiao Hua mengerutkan kening.

Matanya kembali menatap ke wajah Hei Yanjing, pikirannya bergulat dengan beragam prasangka. Hanya kata-kata yang diucapkan secara santai, hembusan napas normal, lalu... tidak ada apa-apa. Namun, rasa takut membelenggu kakinya ke lantai.

"Apa maksudmu?" suaranya nyaris berbisik. "Kau bicara tentang perpisahan?"

Hei Yanjing tersenyum kecil, mengetuk botol air mineral dengan kukunya.
"Kau akan segera mengerti."

Xiao Hua tidak bertanya lagi. Hanya menatap kosong ke lensa kacamata hitam. Perlahan wajahnya berubah kian suram, mengalihkan pandangan ke jendela. Di luar, langit malam menaungi kota, menyimpan misteri tanpa memberikan cahaya, seperti hakim yang terdiam.

Beberapa jam kemudian Xiao Hua telah berbaring di tempat tidur, terlelap susah payah setelah menelan dua pil tidur. Saat itu hampir tengah malam. Hei Yanjing tidak berada di sisinya maupun meringkuk di sofa. Sebaliknya dia berdiri lama di depan jendela, menatap ke luar dan memikirkan puluhan masalah sekaligus.

Memikirkan kembali apa yang dialami Xiao Hua dan bagaimana bajingan manipulatif itu mengotori pikiran rekannya membuat kemarahan mendidih dalam dirinya, bercampur dengan rasa pahit kekalahan.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐑𝐀𝐒𝐄𝐑 (𝐇𝐄𝐈𝐇𝐔𝐀) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang