CHAPTER 23

163 23 8
                                    

Tangan dingin pria itu tiba-tiba memegang pergelangannya. Si anak laki-laki terkejut dan menoleh dengan cepat.

"Eh, kupikir kau pingsan dan butuh bantuan," katanya gugup.

Pria dalam taksi yang tidak lain adalah Hei Yanjing mengangkat wajahnya dari atas kemudi perlahan-lahan. Kulit wajahnya pucat, demikian juga bibir tipisnya yang sedikit kebiruan.

"Tidak perlu," katanya pelan.

"Kau baik-baik saja?"

Hei Yanjing mengangguk, dilepaskannya pegangan tangan pada anak laki-laki itu.

"Bisa kau beri aku air?" pintanya.

Anak laki-laki itu mengangguk, menunjuk pada sepedanya. Ekspresinya masih sedikit bingung melihat sosok pria berkacamata hitam di depannya.

"Aku membawa botol minum di sana. Akan kuambilkan."

Langkahnya bergegas ke arah sepeda dan segera kembali dengan botol minum di tangan.

"Terima kasih," Hei Yanjing menerimanya dan segera mengosongkan isinya hingga si anak laki-laki tercengang. Dia menerima botol kosong yang terulur padanya, mengawasi si supir taksi terheran-heran.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana taksimu bisa menerobos hutan dan parkir di sini?"

"Hanya kecelakaan kecil. Aku mengantuk dan kehilangan kendali untuk sesaat. Akibatnya fatal," jawab Hei Yanjing sambil mengukir seringai di bibir pucatnya.

Anak laki-laki itu hanya menatap tidak yakin.

"Apa pendapatmu? Bahwa aku mengemudi dalam kondisi mabuk?" tanya Hei Yanjing.

"Entahlah. Tapi kondisi taksimu sepertinya harus diperbaiki."

"Kau benar. Kurasa aku harus segera pergi ke bengkel. Apa ada jalan keluar lewat sana?" Hei Yanjing menunjuk ke makadam di mana si anak laki-laki memarkir sepeda.

"Jalannya sempit, berbatu dan cukup berbahaya jika dilalui kendaraan roda empat. Bahkan supir ambulan tangguh pun belum tentu melalui jalur itu," jawab si anak, menggaruk dagunya.

Sudut bibir Hei Yanjing terangkat ke atas. "Aku lebih tangguh dari supir damkar," ia membual. "Akan kucoba lewat jalur itu."

"Oh. Oke .... " Si anak mundur dua langkah, mengawasi Hei Yanjing menutup pintu. Kaca kemudi diturunkan sedikit lantas ia mulai menghidupkan mesin.

"Jangan beritahu warga tentang kejadian ini. Aku khawatir dengan reputasi perusahaan taksiku," Hei Yanjing berkata lewat kaca yang terbuka.

Anak itu hanya mengangguk.

"Sekali lagi, terima kasih air minumnya, Kawan."

"Santai, Sir."

Roda depan taksi awalnya hanya berputar liar menerbangkan tanah dan kerikil di bawahnya. Kemudian mobil itu perlahan bergerak. Dengan tangan gemetar, Hei Yanjing mencengkram kemudi, memusatkan fokusnya pada jalur sempit yang akan dia lewati. Memasang senyum tipis yang palsu, dia mengangguk dan melambai pada anak itu.

*****

Perasaan tidak nyaman menyambut Xiao Hua ketika di berdiri lesu di depan pintu apartemennya. Pintu itu terlihat menyeramkan beberapa hari terakhir ini. Seolah-olah pintu itu sendiri berbisik kepadanya, memanggilnya untuk mendekat, untuk mengungkap misteri yang tersembunyi di balik dinding-dinding rumahnya.

Dengan napas dalam, ia membuka pintu dan berjalan masuk. Langkah kakinya bergema di kesunyian. Matanya menyipit, siap menerima kejutan akan kehadiran sosok yang tidak nyata. Halusinasi menakutkan tentang si penjahat. Namun kali ini ruangannya terlihat aman. Tak ada sesuatu yang aneh di sana. Xiao Hua mengembuskan napas lega, meskipun dia tahu bahwa semua mungkin belum berakhir. Ada hal lain, sesuatu yang mengusik pikirannya, perasaan diawasi yang mengganggu yang tidak dapat ia pahami dengan jelas.

𝐓𝐇𝐄 𝐄𝐑𝐀𝐒𝐄𝐑 (𝐇𝐄𝐈𝐇𝐔𝐀) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang