Serly baru kembali ke kamar setelah memakan potongan pizza terakhir yang dikirim oleh pacarnya. Hari ini semuanya berjalan dengan baik. Tak ada sesuatu yang penting untuk dituangkan ke dalam jurnal. Hanya saja, Serly merasa sedikit melow. Kenapa dan untuk apa, ia tak tahu. Tiba-tiba dirinya ingin membaca quotes galau dan memutar lagu-lagu serupa.
"Kakak, jangan lupa pintu balkonnya ditutup. Dingin."Suara mamanya terdengar dari luar kamar. Bukan beranjak untuk menutup pintu balkon, Serly justru keluar untuk menjemput angin malam yang katanya dingin itu.
Tinggal di apartemen lantai empat yang dekat dengan pantai, angin di sana memang tak bisa dikatakan lembut dan berperasaan. Helaian rambut Serly yang tak ikut terikat langsung memburai karena terhempas angin. Suasana malam ini benar-benar mendukung Serly untuk bermelankolis. Tidak semua kamar di apartemen ini memiliki balkon seperti kamar Serly. Ia merasa beruntung karena pekerjaan orang tuanya membuat mereka bisa membeli sesuatu yang lebih baik dari orang lain. Serly selalu mensyukurinya.
Cukup lama memutar lagu slow, Serly terkejut ketika earphone tanpa kabelnya berhenti memperdengarkan lagu. Tidak ada lagi lagu Ada Cinta milik Acha dan Irwansyah. Yang terdengar justru dering karena masuknya panggilan video.
"Hei Mal!" sapa Serly pada gadis di seberang.
"Hari ini Netha & Nathan diunggah. Lo udah nonton?"
Serly menggeleng, "belum."
"Ini kenapa artisnya belum nonton coba? Banyak yang suka tau. Baru dua jam diunggah, tapi yang nonton udah lima ribu lebih."
"Gara-gara subscriber kalian banyak kali."
"No, you are wrong. Subscriber gue justru nambah setelah Netha & Nathan diunggah. Pokoknya lo harus nonton."
"Iya deh, nanti."
Dirasa angin semakin mengganas dan tubuhnya semakin menggigil, Serly memutuskan masuk kembali ke kamar. Serly menutup pintu balkon yang terbuat dari kaca tebal tanpa menutup tirainya sehingga deretan kamar tanpa penghuni di seberang dapat terlihat jelas.
"Lo kenapa, Ly? Kayak badmood gitu. Berantem sama cowok lo?"
"Nggak. Dia baru aja beliin gue pizza malah," ujar Serly yang diakhiri senyuman bangga.
"Dianter sendiri?"
"Enggak, hehe."
"Yaelah, gue kirain. Lagian gue bodoh banget tanya begitu."
Hening.
Pembicaraan mengenai pacar Serly berakhir dan Mala kembali menemukan wajah murung Serly di layar ponselnya. Gadis itu tengah membersihkan wajah dengan micelear water di depan cermin, namun tatapannya seolah tidak pada cermin. Tidak juga pada Mala.
"Kenapa, Ly? Cerita sama gue."
Lagi-lagi Serly menggeleng. Bagaimana bisa bercerita jika ia sendiri tak tahu alasan dirinya merasa murung seharian, bahkan dari berhari-hari yang lalu.
Ini sudah hari ketiga setelah proses syuting Netha & Nathan selesai. Entah mengapa Serly merasa perasaan galaunya dimulai sejak saat itu.
"Serly." Mala memanggil dari seberang.
"Hm?"
"Lo kepikiran Afan, ya?"
Gerakan tangan Serly berhenti di jidat. Ia meletakkan kapasnya begitu saja lalu menatap Mala sambil menggelengkan kepala.
"Gue nggak ngerti kenapa lo berpikir ke sana? Kenapa gue harus keinget Afan? Hello, gue punya cowok, Mal."
"Nah kan, orientasi lo langsung ke sana. Emang harus tentang cowok, ya, Ly? Kan sah-sah aja kepikiran temen. Kayak gue kepikiran lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS
Romance"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Afan dan Serly merasakan keindahan itu bersama...