Kalau bukan karena masih punya teman bernama Rakha di Jakarta, laki-laki dengan kaos hitam bergambar laba-laba itu tak akan mau ketika diajak berlibur ke Jakarta oleh sang kakak. Banyak yang bisa ia lakukan di Bali untuk menghabiskan liburan akhir tahun, seperti tidur atau bermain game online seharian,misalnya.
Afan memantulkan bola basket beberapa kali sebelum melakukan lay-up dengan sempurna. Kekalahan yang kesekian membuat Rakha kembali berdecak dan memutuskan untuk menepi."Udahan?" tanya Afan sambil melepas ikat kepalanya dan berjalan menghampiri laki-laki berumur empat tahun di sebelah Rakha.
"You're look so cool," puji bocah berwajah oriental yang sekilas mirip dengan Rakha itu.
Afan menunjukkan deretan giginya lalu menepuk-nepuk puncak kepala Niko,sepupu Rakha yang terpaksa dibawa syuting karena orang rumah sedang pergi.
"I thought your big bro was cool too, doesn't?"
"Yes, little."
"Niko mau nitip sesuatu nggak? Rakha mau ke minimarket," Rakha bertanya tanpa menggunakan kosakata bahasa Inggris sedikit pun.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, Niko juga menjawabnya dengan bahasa Indonesia yang lancar, "Niko mau eskrim rasa vanila."
"Oke. fan, gue titip Niko bentar."
Afan mengangguk, mengantar Rakha dengan pandangannya, lalu kembali menoleh ke arah Niko sambil memicingkan mata dan menipiskan bibir.
"Kenapa ke Rakha pakai bahasa Indonesia, tapi ke aku enggak?"
"Soalnya Afan seperti orang-orang di Bali yang diajak Papa bicara pakai bahasa Inggris."
Afan membelalak.
"Kamu pikir aku-"
"Ya."
Sepersekian detik kemudian, Afan tertawa terpingkal-pingkal. Ia sama sekali tak memiliki darah bule. Juga memiliki sesuatu yang bisa dipandang seperti bule, semacam mata biru atau rambut pirang.
"Can you play it again?"
Niko sepertinya sangat suka dengan permainan basket Afan. Laki-laki 16 tahun itu mengangguk sebelum mengambil kembali si bundar merah batanya.
"Sure."
Di sisi lain, Serly dan Mala baru saja turun dari taksi di depan gedung sekolah. Keduanya berjalan bersebelahan sambil sibuk memainkan ponsel masing-masing meski tetap berbicara satu sama lain.
"Lagi chattingan sama cowok lo?" Mala bertanya.
"Iya. Lo juga?"
Mala menganggu biarpun Serly tak akan melihatnya, "Rakha bilang dia sama Afan di lapangan. Lagi main basket. Nonton yuk!"
Kali ini Mala menggelapkan layar ponselnya dan memasukkannya ke saku.
"Bentar."
Sementara itu, Serly masih sibuk menggerakkan dua ibu jarinya di atas keyboard.
"Cowok lo nggak sibuk emang? Nggak lagi syuting?".
"Ini lagi break. Dia kan perhatian, Mal. Biarpun sibuk tetep kabarin gue," Serly melambaikan ponselnya di depan Mala, menunjukkan percakapan di kolom chat yang dipenuhi emoticon hati. Seketika Mala merinding. Ia baru tahu sahabatnya sebucin itu ketika berkirim pesan.
"Ya ya, gue percaya. Perhatian, tapi jemput aja nggak pernah."
"Yeee, dia pacar gue kali, bukan tukang ojek."
"Terserah deh, Ly."
Setelah melewati beberapa koridor, akhirnya dua gadis itu tiba di tepi lapangan. Lebih tepatnya di seberang tempat Afan dan Niko bermain basket.Afan tampak sedang mengajari bocah empat tahun itu memantulkan bola.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS
Roman d'amour"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Afan dan Serly merasakan keindahan itu bersama...