part 11

768 123 12
                                    

Hari ini Afan genap berusia 17 tahun. Kak Rere mengatakan jika seharusnya hari ini menjadi hari paling manis untuk mengawali satu tahun manis yang akan Afan lalui. Namun Afan tak pernah menemukan di mana letak manis itu meski sudah berulang kali merunutnya. Hari ini berjalan seperti biasa. Sama sekali tak ada yang istimewa.

Biarpun ponsel Afan begitu berisik sejak tengah malam tadi, laki-laki itu tak seantusias tahun-tahun sebelumnya ketika berulang tahun. la kesal pada Serly yang memutuskan bertunangan di hari yang sama dengan hari ulang tahunnya. Itu artinya seumur hidup Afan harus merayakan ulang tahun sekaligus mengenang hari patah hati pertamanya.

Setelah mendapat kejutan kecil dari Kak Rere dan melakukan panggilan video dengan keluarga di Bali, paginya Afan sibuk mengurus pembuatan KTP dan surat izin mengemudi. Ia baru kembali ke apartemen sekitar jam satu siang. Tanpa melepas sepatu dan jaketnya, Afan merebahkan diri di sofa dengan posisi telungkup.

Ia akan membalas satu-persatu pesan dari teman dan keluarga yang memberikannya ucapan selamat. Teman-teman barunya seperti Eby, dan Rayen juga memberikan ucapan walau hanya melalui chat karena terhalang hari libur.

"Dek, ada temenmu dateng!" teriak Kak Rere yang datang dengan diikuti Rakha di belakangnya.

"Woi, jadi ulang tahun hari ini?"

Rakha menyingkirkan kaki Afan dari sofa agar bisa duduk di sana. Mau tak mau Afan jadi ikut duduk. Suara televisi menyergap hening di antara keduanya alih-alih Rakha dan Afan mengobrol untuk memecah keheningan itu. Bukannya Rakha tidak mau, hanya saja Afan sedang terlihat buruk. Rambutnya berantakan dan urat-urat wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun layaknya seorang manusia yang berbahagia karena berulang tahun.

"Berhubung udah legal, lo udah boleh bawa mobil sendiri, kan?"

"Hem," Afan hanya menimpali Rakha dengan deheman.

"Rayain yok!" Rakha menepuk bahu Afan agar kawannya lebih bersemangat.

Afan mengangguk kemudian mengeluarkan ponselnya dan membuka folder game.

"Mau mabar apa?"

"Kok malah mabar?"

"Katanya mau rayain ultah gue? Ya ayok, mabar."

Rakha menggeleng tak percaya. Afan benar-benar seperti kehilangan gairah untuk hidup. Ulang tahun macam apa yang dirayakan dengan bermain game?

"Apartemen lo tinggi nih?" tanya Rakha sambil memandang keluar jendela. Afan mengangguk.

"Gue jadi was-was kalau lo tiba-tiba loncat ntar malem."

Afan tak menyahut. Ia hanya menggeser-geser layar ponselnya tanpa tujuan.

"Ayolah bro, cewek masih banyak. Banyak juga yang lebih cantik dari Serly. Gue kenalin deh. Mau siapa? Aza, Jane, atau Masha? Cewek-cewek famous Arpegio tuh."

Lagi-lagi Afan mengangguk, "Kenalin ke gue tiga ratus tahun dari sekarang. Gue perlu tiga ratus tahun buat lupa sama Serly."

"Buset, bucin amat lo!" Rakha menggeleng tak percaya, "padahal naksirnya cuma perlu tiga hari."

"Tiga detik," interupsi Afan.

"Berarti waktu itu lo bohong dong. Katanya nggak naksir sama Serly? Wah, parah sih."

Rakha terkekeh. Ia tak menyangka Afan seputus asa itu mendengar Serly akan bertunangan. Oke, Rakha paham. Mungkin ini pengalaman pertama bagi Afan. Kendati punya banyak fans perempuan, Serly adalah sebenar-benarnya cinta pertama seorang Afan Cannavaro Anderson. Mungkin. Itu hanya dugaan. Rakha juga belum memastikan apakah Afan memang menyukai Serly atau sebatas mengaguminya.

MELLIFLUOUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang