Sebagai teman dan tour guide yang baik, Afan senantiasa menemani teman-temannya ke manapun. Mulai dari membeli oleh-oleh sampai kembali ke hotel untuk check out.
Keluarga Rakha yang mengurus segalanya, sedangkan yang lain hanya perlu menunggu di mobil.Pasangan Bara tampak berpose untuk yang terakhir kali di depan hotel. Mereka memang tak pernah bisa jauh dari kamera. Yang satu fotografer, yang satunya lagi editor handal.
Sementara itu, Serly diam-diam menghampiri Afan yang sedang berdiri menyandar di kap mobil.
"Fan, boleh ngobrol bentar?"
Afan mengangguk, "lama juga boleh."
Serly terkekeh, "kalau aku nggak jadi pulang, mau tanggung jawab?"
"Haha, bagus dong. Mau ngobrol apa?"
Serly mengajak Afan sedikit menjauh dari yang lain. Mereka duduk di bangku panjang di sebelah hotel yang hanya berjarak beberapa meter dari sungai berair jernih.
"So, what do you want to say?"
Afan tampak mengatur napasnya sebelum mulai berbicara.
"Tegang amat. Kenapa sih?" tanya Afan sambil cengengesan.
"Pokoknya apapun yang aku bilang, kamu dilarang ngolok-olok, oke? Ini akan sedikit aneh buat disampaikan, apalagi didenger."
"Iya."
"Janji?"
"Janji."
"Janji nggak akan kepikiran setelahnya?"
"Okay."
Mata Serly menerawang udara nun jauh di depan ketika mulai berbicara.
"Fan, kamu nggak ada niatan sekolah di Jakarta?"
Afan terkejut. Aneh saja mendengar Serly tiba-tiba bertanya demikian.
Namun apapun itu, Afan sudah berjanji untuk tidak terlalu memikiriannya.
Ia hanya berkewajiban menjawab pertanyaan Serly.
"Keluargaku di sini semua, Ly. Nggak ada alasan buat aku pindah ke Jakarta.
Kenapa memangnya?"
Serly menghirup oksigen dalam-dalam lalu matanya yang jernih beralih menatap Afan.
"Kata orang-orang aku punya suara yang bagus."
"Suaramu emang bagus. Bagus banget malah."
"Aku sering diikutkan lomba sejak kecil. Bahkan aku juga ikut ekskul paduan suara di sekolah. Tapi percaya nggak kalau aku nyaris nggak punya piala di rumah?"
Afan mengernyit. Tentu saja ia tak percaya dengan ucapan Serly. Mana mungkin suara sebagus itu jarang memenangkan lomba.
"Dari sekian banyak lomba yang aku ikuti, cuma beberapa yang aku menangkan. Itupun nggak pernah juara satu. Aku nggak tau kenapa. Mungkin karena aku setengah-setengah jalaninnya. Aku nggak pernah bener-bener pengen jadi penyayi. Sekarang pun aku ikut ekskul di sekolah karena ikut-ikutan temen."
Afan menyimak cerita Serly dengan seksama. Ia tak mengerti kenapa tiba-tiba Serly ingin ngobrol berdua dengannya dan membicarakan topik yang pribadi. Topik yang tak seharusnya diceritakan dengan begitu mudah kepada orang baru seperti Afan.
"Tapi Fan, setelah nyanyi bareng kamu, semua jadi nyaris jelas. Aku belum pernah sesenang itu sebelumnya. Aku mau nyanyi, Fan. Aku mau hibur banyak orang," meski mengatakannya dengan mata berkaca-kaca, Afan bisa melihat denyar di balik mata indah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS
Romance"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Afan dan Serly merasakan keindahan itu bersama...