Bagi anak IPA 3, keberadaan Mala dan Rakha di kelas mereka merupakan pemandangan baru. Pasalnya setelah berteman selama hampir dua tahun dengan Rayen dkk, baru kali ini mereka duduk di bangku Serly-Gracia dengan posisi menghadap belakang.
Tanpa Serly, mereka tengah membicarakan sesuatu yang semi serius. Tidak terlalu serius, namun tidak bisa dikatakan santai. Eby mendapat tugas berdiri di dekat pintu untuk memastikan Serly belum kembali dari rooftop.
"Jadi gimana, nih? Dari tadi kagak ada yang bener masukannya," ujar Rayen sambil menatap Rakha dan Mala bergantian.
"Lu juga mikir kali Ray" kesal Mala.
Di saat yang lain sedang serius berpikir, Afan justru asik membaca buku biologi di sebelah Vio.
"Afan, lo juga mikir dong. Ini kan buat Serly."
"Lha terus kenapa kalau buat Serly?" timpal Afan tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
Karena kesal, Vio menarik buku bersampul tebal itu dan menutupnya hingga berdebum.
"Fan!"
Afan terkekeh lalu menarik rambut Serly yang hari ini dikuncir kuda, "Iya ah, selow dong. Jadi gimana?"
"Jadi apaan? Mikir dulu baru bisa jadi!" sungut Serly yang kesal karena ikat rambutnya jadi merosot karena ulah Afan, "Au ah. Gue mau ke toilet benerin rambut."
"Mau dianter nggak?" teriak Afan pada Vio yang sudah di luar kelas.
"Nggak!"
Eby menatap cemburu pada dua orang yang duduk bersebelahan selama hampir satu semester ini. Meskipun tempat di hati Afan sudah terisi oleh Serly, namun tetap saja kedekatannya dengan Vio cukup berlebihan.
"Fan, lo ada ide nggak buat surprise birthday nya Serly? Sweet seventeen lhoh, Fan, Masa lo ngga mau nyumbangin ide?" pancing Mala karena menurutnya
Afan terlalu santai, lain dengan Serly ketika Afan berulang tahun beberapa bulan lalu.
"Gue serahin ke lo aja, Mal," jawab Afan sebelum kembali membuka bukunya.
"Ini anak dasar, ya!" gerutu Mala yang nyaris menjambak rambut Afan seandainya tidak ditahan oleh Rakha.
"Atau mau lo prank aja, Fan?" usul Gogo, "kemarin kan lo udah diprank tuh."
Mendengar usul Rayen, Afan langsung menutup bukunya tanpa diminta. Laki-laki itu menggeleng tanda tak setuju.
"Nggak-nggak. Lo nggak tahu gimana rasanya diprank. Gue nggak mau Serly jadi galau atau sedih cuma gegara begituan."
"Yaelah, bentar doang, Fan. Lagian nantinya Serly juga seneng lagi kok," Gracia ikut angkat bicara.
"Nggak. Pokoknya gue nggak mau ada prank-prankan. Kalau Serly sampai nangis gimana? Dia kan orangnya gampang nangis, Ci."
Oke, tidak ada prank jika Afan sudah sengotot itu. Rakha paham apa yang dimaksud Afan. Pasalnya ia menyaksikan sendiri betapa kacaunya Afan saat dikerjai oleh Serly waktu itu.
"Ya udah, kalau gitu ajak Serly ke suatu tempat yang udah kita siapin sebelumnya. Atau kita serbu Serly malem-malem ke apartemen," putus Mala yang sedikit kesal dengan keputusan Afan. Rupanya hanya Rakha yang berada di pihak Afan.
"Primitif," lanjutnya.
Afan mendengus, "Ya udah, terserah kalau kalian mau prank. Gue nggak ikut-ikutan."
"Nggak ada prank Afan... Nggak ada."
"Nah gitu dong."
"Kita lanjutin besok, deh. Gue lagi nggak ada ide.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS
Romance"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Afan dan Serly merasakan keindahan itu bersama...