Sudah mendekati dini hari, namun laki-laki di atas kasur itu dan tak kunjung memejamkan mata. Kantuknya lesap seiring datangnya pemikiran-pemikiran aneh tentang hubungannya dengan sang pacar di masa depan.
Afan tengah berada di jam-jam overthinking. Sudah tiga hari ini hampir di jam yang sama Afan selalu terjaga. Semua bermula dari pertengkarannya dengan Rere beberapa minggu lalu. Afan merasa jika Rere punya labelnya sendiri tentang Serly. Ia harus segera mempertemukan Serly dengan kakaknya jika tak ingin salah paham ini berlarut-larut.
Sudah enam bulan sejak kepindahannya ke Jakarta dan dua bulan selepas ia resmi berpacaran dengan Serly, namun dua perempuan penting dalam hidupnya belum pernah bertemu secara khusus.
Sore hari sepulang sekolah, Afan meminta izin kepada orang tua Serly untuk mengajak anak gadis mereka main ke apartemennya. Tentu saja setelah mengatakan jika Rere sedang di rumah dan mereka tak hanya berdua.
"Fan, serius?" tanya Serly yang menahan tangan Afan ketika laki-laki itu mulai menekan password.
Afan melihat keraguan di mata Serly dan ia mewajarkannya. Dulu ia juga segugup itu ketika pertama kali bertemu mami dan papa Serly.
"Kak Rere nggak gigit orang, Ly."
"Mm," Serly memainkan jari-jemarinya untuk mengalihkan rasa cemas, "kayaknya first impression Kak Rere ke aku nggak bagus, deh."
Afan menarik lagi tangannya dari pintu dan berputar menghadap Serly. Tangan kiri Afan mendarat di bahu Serly, sementara tangan kanan laki-laki itu mengelus kepala kekasihnya lembut.
"Jangan mikir yang enggak-enggak dulu."
"Gimana ya, soalnya sewaktu dianter Kak Rere ke bandara tahun lalu, moodku lagi nggak bagus, Fan. Ekspresiku nggak mengenakkan," timpal Serly sambil mengingat-ingat momen sebelum dirinya meninggalkan Bali dengan diantar Rere dan Afan ke bandara.
"Kayaknya Kak Rere lebih suka sama Mala," lanjutnya.
"Hus, ya enggak lah," Afan tidak suka Serly berkata seperti itu. Sebab pacar Afan adalah gadis manis di hadapannya, bukan Mala, bukan pula orang lain. Kali ini Afan benar-benar membuka pintu dan menggandeng Serly agar lekas masuk ke dalam.
Rere yang tengah duduk dengan earphone di telinga menjadi pemandangan pertama yang berhasil membuat Serly kian berkeringat dingin.
"Kak Rere, lihat aku bawa siapa?"
Merasa dipanggil, gadis yang sekilas mirip Afan itu lantas menoleh. Bukan pada Afan, pandangannya justru langsung tertuju pada Serly.
"Serly!!!!"
Di luar dugaan, Rere langsung berdiri dan memeluk Serly seperti adiknya sendiri. Afan turut lega mendapati prasangkanya dan juga prasangka Serly sama sekali tak terjadi.
"Sini duduk!"
Rere menuntun Serly untuk duduk di sofa, "Udah hampir setahun kita nggak ketemu. Kenapa baru sekarang main ke sini? Padahal satu gedung, lho. Sumpah, kamu makin cantik, Ly. Nggak kaget sih kalau adek aku kesengsem sama kamu," celoteh Rere yang ditanggapi Serly dengan senyum malu-malu.
"Oh ya, aku nggak minta Serly makan dulu supaya bisa makan masakan Kak Rere malem ini," ujar Afan yang sudah duduk menyelonjorkan kaki ke atas meja sementara kepalanya ia sandarkan di bahu sang kakak.
Rere melotot, "kamu lupa, ya? Hari ini aku nggak masak."
Sekarang Afan jadi kelabakan sendiri, "Terus gimana dong? Atau pesen aja?"
Melihat adiknya kebingungan, terlintas ide jahil di benak Rere. Gadis yang hampir menginjak kepala dua itu segera menyingkirkan kepala Afan dan mengutarakan ide gilanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS
Romance"Nggak ada benar atau salah perihal mencintai. Tapi, kalau menurutmu kita memulainya dengan cara yang salah, ayo melanjutkannya dengan cara yang benar." Tak ada yang seindah jatuh cinta di usia remaja. Afan dan Serly merasakan keindahan itu bersama...