part 23

722 109 7
                                    

Satu yang melekat pada ingatan Afan hingga saat ini, yaitu senyum Serly yang berkali-kali lebih manis ketika gadis itu menghampirinya di basement tadi. Afan tahu persis apa pemicunya. Kolaborasi Serly dengan Kak Marsha membawa dampak yang luar biasa baik bagi gadis itu. Dalam sekejap pengikut Serly di instagram melonjak drastis menjadi puluhan ribu.

Seolah bongkahan emas yang selama ini terkubur, Serly benar-benar menjadi incaran banyak produser. Namun ia tetap pada pendiriannya untuk tidak melepaskan diri dari Mala. Bagaimanapun Mala dan Rakha adalah tempatnya merintis sejak awal.

"Ly, sepuluh menit lagi masuk," Afan tersenyum karena suaranya berhasil membuyarkan khayalan Serly. Ia bisa melihatnya dari kaca spion.

Gadis berlesung pipit itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya dan kelabakan seketika.

"Buruan, Fan! Kita masih jauh."

Afan mengangguk, "aku kasih penawaran. Peluk atau telat?"

Serly terkekeh, "Telaaatt!" teriaknya namun dengan lengan yang segera melingkar di perut Afan.

"Okeee!" teriak Afan sambil menarik gasnya. Ninja merah itu melesat cepat membuat keduanya tertawa bersama-sama.

Afan pernah mendengar istilah jika seseorang jatuh cinta, maka impian orang yang dicintai adalah impiannya juga. Laki-laki itu tak menampik. Ia bahkan lupa sejak kapan mulai memprioritaskan impian Serly di atas segalanya. Satu hal yang Afan yakini, kebahagiaan Serly adalah kebahagiaan Afan juga. Ia siap menjadi saksi bagi kesuksesan Serly, dalam waktu dekat atau waktu yang tak pernah diduga.

Keduanya tiba di depan gerbang sedetik setelah besi berumur puluhan tahun tertutup. Ternyata secepat apapun Afan melajukan si merahnya, mereka tetap terlambat. Serly telah terserang panik ketika Afan tengah memutar otak. Satpam Arpegio punya pendirian sekuat baja untuk sekadar dirayu atau diiming-imingi sebungkus rokok.

"Ly, aku tahu," cetus Afan.

Ia segera memutar arah motornya dan melaju menjauhi gerbang.

"Fan, kita mau kemana? Jangan bilang mau bolos? Nggak, nggak mau. Aku bisa rayu pak satpamnya, kok Ayo balik lagi. Afan... balik lagi," rengek Serly sambil memukul-mukul pundak Afan. Namun Afan seakan menulikan pendengarannya dan mengabaikan Serly.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di tempat yang tak asing bagi Serly. Sebuah warung kecil yang sering dijadikan tempat tongkrongan oleh anak-anak nakal Arpegio. Serly membeliak. Ia benar-benar akan marah dan mendiamkan Afan selama satu tahun jika ia mengajaknya membolos di tongkrongan yang penuh asap rokok itu.

"Turun dulu, Ly!"

Serly bergeming. Ia hanya menyilangkan tangannya di depan dada dan menatap ke arah lain tanpa mau turun dari motor.

"Serly, ayo turun!"

"Nggak mau ih, jangan dipaksa!" kesal Serly, "aku nggak nyangka kamu ajakin aku bolos, Fan. Balik atau aku marah?"

Ancaman Serly membuat Afan terkekeh geli.

"Siapa juga yang mau ajak kamu bolos? Aku cuma mau nitip motor habis itu kita tetep sekolah."

Serly mengernyit, "gimana caranya?"

"Tuh!" Afan menunjuk tumpukan balok kayu di dekat dinding pagar sekolah mereka.

Ya, warung tongkrongan itu memang berada di belakang Arpegio yang berdekatan dengan pagar halaman belakangnya.

"Kamu mau kita masuk diem-diem?" lirih Serly.

Afan mengangguk. Ia mendengar beberapa kali jika anak-anak yang gemar membolos biasa keluar-masuk melalui dinding belakang.

"Turun dulu, Ly!"

MELLIFLUOUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang