Pregnancy

673 21 0
                                    

Denada menutup mata erat setelah mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung. Kedua test pack yang dibelinya tentu menunjukkan hasil yang sama yaitu garis dua. Denada melempar kedua benda itu dalam tong sampah kemudian keluar dari kamar mandi.

"Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku hamil." Denada menangis antara bahagia, takut, dan sedih.

Ia senang mengetahui jika di dalam perutnya saat ini ada calon anaknya, namun Denada tau jika kehadiran calon anaknya ini diwaktu yang tidak tepat. Ia takut King tau dan malah semakin gencar melukai anaknya. Namun dilain sisi Denada sangat ingin mengatakan kebenarannya pada King.

"Tidak, aku akan melindungi anakku apapun yang terjadi." Denada menatap sendu pantulan dirinya di cermin. Tangannya bergerak mengelus perut yang pastinya masih datar.

"Kira-kira berapa usiamu? Aku tidak bisa memeriksa ke dokter." Denada menghela nafas panjang. Tidak mungkin dia pergi ke dokter atau King akan tau.

Denada sudah memutuskan, biarkan seperti ini dulu, walaupun sudah jelas cepat atau lambat semuanya akan tetap diketahui oleh King.

Prang!

Denada terkejut mendengar pecahan dari luar. Dengan cepat wanita itu berlari membuka pintu. Kosong, di depan kamarnya sangatlah kosong.

Suara perkelahian terdengar membuat Denada melihat ke lantai dasar. Matanya terbelalak melihat King tengah melawan lima belas pria berbadan besar dan berpakaian hitam tertutup.

"KING!" Seru Denada merasa khawatir.

Denada berlari menuruni tangga, dia seakan lupa jika dirinya tengah mengandung saat ini.

"Nada, apa yang kau lakukan? Cepat pergi dari sini!" Pekik King saat melihat Denada berlari menuruni tangga.

Akibat konsentrasinya terpecah, hal itu dimanfaatkan oleh salah satu pria itu untuk memukul King dan mereka berhasil.

Denada memekik khawatir, dia berlari dan membantu King berdiri.

"Cepat pergi Nada! Mereka berbahaya!" Perintah King. Entahlah dimatanya tersirat rasa khawati pada wanita itu.

"Tidak King, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri!" Balas Denada.

Sring

"DENADA!"

King terkejut saat Denada dengan cepat melindunginya dari salah satu pria yang ingin menusuk King. Denada meringis, ia merasa ngeri melihat darah yang menetes dari luka pada lengan kanannya.

"Sialan!" King mendesis marah.

Bugh

Bugh

Gerakan King sangat cepat. Ia membogem, mematahkan, dan melumpuhkan lawannya dengan sangat cepat. Sepuluh pria sudah kalah telak oleh King, ada pula yang sudah tidak bernyawa.

Tak membutuhkan waktu lama, King berhasil melumpuhkan mereka semua. Ada beberapa juga yang masih sadarkan diri namun tidak mampu berkutik karena badannya telah dilumpuhkan oleh King.

Saat King hendak menghampiri Denada yang masih meringis sakit bersandar di dinding, seorang pria diam-diam menodongkan pistolnya ke arah King.

"King dibelakangmu!" Teriak Denada.

DOR

Dengan gerakan cepat, King berbalik dan bergerak gesit. Ia merebut pistol itu kemudian menembakkan pada kepala pria tadi.

Denada menatap ngeri, jantungnya berpacu dengan cepat. Matanya terbelalak kaget. Baru pertama kalinya Denada menyaksikan pembunuhan di depan matanya.

"Kau kaget heh?" Sinis King.

"K King mereka sudah mati?" Tanya Denada.

"Tentu saja. Kalau tidak mati dia mungkin sudah membunuhmu." Ujar King sambil terkekeh kecil melihat wajah ketakutan Denada yang entah kenapa terlihat menggemaskan di mata King hari ini.

Denada terpaku melihat tawa kecil suaminya. Selama mereka menikah, baru hari ini Denada melihat King tertawa di depannya walaupun tawa kecil sekalipun.

Seakan tersadar dengan apa yang ia lakukan, King buru-buru berdehem kemudian berbalik. Ia segera menghubungi bawahannya untuk membereskan kekacauan ini.

"Ayo ku obati lukamu." Ajak King sambil menarik lembut tangan Denada agar mengikutinya.

King mendudukkan Denada di sofa kemudian mulai mengobati lengan wanita itu. Disela-sela kegiatan King, Denada meringis saat rasa perih dirasa olehnya. Namun semua itu bagaikan angin lalu bagi Denada saat melihat King yang begitu dekat dengannya saat ini. Bahkan lelaki itu begitu lembut mengobati luka Denada yang terbilang cukup dalam.

Denada tertegun, dia belum merasakan ini dari King. Biasanya lelaki itu akan membiarkan Denada begitu saja setelah menyiksa atau memukuli Denada. Namun sekarang lelaki itu menunjukkan sikap lembut pada Denada. Tentu saja Denada merasa sangat senang. Rasanya seolah membuncah dari dari wanita itu.

"Bodoh!" Desis King yang ingin mengatai Denada.

Denada yang tidak paham pun menatap bingung pada King, sialnya ekspresi bingung King terlihat menggemaskan bagi King. Buru-buru King menggeleng kepala mengusir pemikiran sialan yang datang tiba-tiba.

"Kau sangat bodoh! Tadi itu sangat berbahaya." Kata King sambil membereskan kotak P3K yang tadi ia buka buru-buru.

"A aku merasa khawatir padamu." Ujar Denada dengan suara lirih. King tertegun sejenak namun cepat ia menguasai diri.

Ingat King, perempuan ini adalah pembunuh adikmu! Begitu sekiranya pemikiran King yang tidak ingin goyah. Tujuannya adalah membuat Denada menderita, jangan sampai dia goyah dan rencana yang ia susun berantakan.

***

Malam sudah larut. Nampaknya malam ini bulan pun enggan menampakkan diri seakan menambah rasa mencekam di dalam ruangan minim cahaya. Bau darah tercium jelas pada penciuman setiap orang yang masuk ke ruangan remang-remang itu.

Seorang pria berbadan besar meringis di sisa kesadarannya. Ia merasa ajalnya akan tiba sebentar lagi. Terlebih seorang lelaki tengah duduk di hadapannya dengan kaki yang disilangkan. Tatapannya tajam, menambah sesak atmosfer dalam ruangan itu.

"Belum mengaku hmm?" Suara dingin itu terdengar, bagai lonceng kematian bagi siapapun yang mendengarnya.

"Menyerang kediamanku siang hari, saat aku dan istriku sedang di mansion hah?" Tawa sinis terdengar menakutkan dari lelaki itu.

"Kau mau membuat keluargamu hancur hmm?" Tanya King.

"Jangan, ku mohon jangan apa-apakan keluarga ku. Me mereka tidak bersalah!" Panik lelaki yang tengah terikat itu. Ia melupakan rasa sakit yang diterima tubuhnya karena merasa takut akan ancaman King.

"Kalau begitu katakan siapa yang telah berani mengirimkan pembunuh abal-abal seperti kalian ke kediamanku di siang hari." Kata King dengan dingin mengintimidasi pria tadi.

"Tidak ingin mengaku?" Tanya King lagi saat tidak mendengar sepatah katapun yang keluar dari mulut sampah lelaki itu.

"Kalau begitu, putrimu bisa menjadi teman tidur anak buahku." King menatap foto remaja manis yang didapatkan oleh anak buahnya. Lelaki yang terikat itu terbelalak kaget, ia lupa dengan siapa dirinya berurusan.

Dia King Leonel Maverick. Akan melakukan apapun untuk membalas orang yang telah mengusiknya. Terbersit rasa penyesalan dalam diri pria itu karena telah berani mengusik King. Kini putrinya yang baru beranjak dewasa jadi ancaman.

"Kumohon jangan putriku. Bu bunuh saja aku, jangan menyakiti putriku dan keluargaku." Pria itu memohon belas kasih dari King. Sungguh ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan keluarganya.

"Kau tau apa yang harus kau lakukan untuk melindungi keluargamu." Kata King.

"Ya yang menyuruhku, ketua Roseblack."

DOR

Kepala pria tadi langsung meledak setelah ia menyelesaikan kalimatnya.

"Cih, untuk mengakuinya saja butuh waktu yang sangat lama. Sayangnya kau harus ke neraka!" King menatap jasad pria tadi dengan datar. Ia mengayunkan senjata api kesayangannya.

"Roseblack huh, tidak akan aku biarkan mereka menang melawanku!"

Tears of King's WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang