Empty

459 17 0
                                    

Tatapannya masih saja kosong. Bahkan saat dokter Leah selesai memeriksa pun Denada masih saja menatap kosong ke depan. Tepukan dibahunya membuat Denada sadar, ia langsung menoleh ke belakang mendapati King tengah menatapnya datar.

"Jika sudah, kau bisa tinggalkan aku sebentar dengan Leah? Ada yang ingin aku bicarakan." Ujar King yang segera diangguki oleh Denada.

Wanita itu segera keluar, namun Denada tidak benar-benar menutup rapat pintu ruangan dokter Leah. Wanita itu mengintip dan mencoba mendengar pembahasan King di dalam sana. Katakan lah Denada lancang, namun ia tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Kamu lama sekali tidak datang menemui aku, King." Kata Leah memasang wajah cemberut.

"Maafkan aku sayang, kau tau pekerjaanku sangat sibuk." Jawab King sambil memeluk pinggang ramping Leah.

Denada membulatkan mata melihat kejadian itu. Terlebih saat mendengar panggilan sayang serta suata lembut King saat berbicara dengan perempuan itu, Leah.

"Huft kau selalu saja sibuk, King!" Leah masih saja memberengut kesal.

"Maafkan aku, lain kali aku akan selalu berkunjung ke rumahmu." Leah mengangguk saja kemudian melepaskan pelukan King dari pinggangnya.

"Oh ya, tadi itu siapa? Cantik banget." Tanya Leah penasaran. Karena tidak biasanya King mau bersusah payah membawa perempuan sakit padanya.

"Dia temanku, lebih tepatnya adik dari temanku yang sedang sakit. Temanku menyuruhku untuk membawa adiknya ke rumah sakit karena dia sedang sibuk." Jawab King penuh kebohongan.

"Kasian sekali. Yasudah kamu antar dulu adik temanmu itu. Aku pikir tadi kamu kau selingkuh dariku King." Seru Leah.

"Tidak sayang, aku tidak akan berani selingkuh dari perempuan cantik sepertimu." Jawab King sambil terkekeh kecil.

Denada menjauh dari pintu itu. Ia merasakan perasaan sakit yang teramat sangat. Denada memperhatikan dan mendengar semuanya. Jadi selama ini King telah memiliki kekasih?

Air mata tidak dapat ditahan lagi. Seberapapun Denada tahan, ia pasti akan mencintai King. Dan benar saja seperti dugaannya dulu bahwa mencintai King sama saja dengan menggali kuburan sendiri. Denada menangis. Ia duduk di bangku taman rumah sakit sambil menangis terisak. Mengapa semuanya jadi begini?

Denada mengakhiri hubungannya dengan Alvaro kandas karena Denada ingin berkomitmen dalam pernikahannya. Namun ternyata pernikahan Denada dan King adalah salah. King menikahinya demi dendam yang entah apa dan bagaimana bisa terjadi. King mengambil kehormatannya secara paksa dan tidak sadar. Dan sekarang Denada baru tau kalau King sudah memiliki kekasih. Lebih sakitnya lagi Denada memang telah menyadari jika ia mencintai suaminya itu. Bagaimana ini?

"Denada?"

Denada terkejut saat seorang lelaki datang ke hadapannya. Denada mendongak, seketika matanya membola.

"Al?"

"Denada apa yang kamu lakukan disini? Apa kamu sakit? Kenapa kamu menangis?" Denada buru-buru menghapus air matanya saat mendengar pertanyaan beruntun dari lelaki tadi, Alvaro.

"Ah aku sedang sedikit sakit Al. Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Denada mencoba mengalihkan pembicaraan.

Alvaro terus menatap khawatir pada perempuan yang masih saja bertahta dalam hatinya. Alvaro memilih duduk di samping Denada namun Denada sedikit memberi jarak antara mereka. Sempat-sempatnya ia merasa tidak enak jika King melihat ia duduk dengan lelaki lain, padahal di dalam sana King tengah berduaan dengan kekasihnya.

"Aku sedang mengunjungi temanku. Lalu aku melihatmu sendiri disini." Jelas Alvaro masih menatap lekat kearah Denada.

Jujur ia sangat merindukan perempuan ini. Alvaro sangat ingin memeluk Denada dan menyalurkan kekuatan pada perempuan itu.

"Kau..."

"Denada!" Denada segera menolah saat suara King terdengar.

Dapat Denada lihat King tengah menatapnya marah, tapi marah kenapa?

"Al, aku pergi dulu. Suamiku sedang menungguku." Ujar Denada kemudian dengan cepat bangun diikuti Alvaro.

"Denada, katakan padaku kalau kamu tidak bahagia. Aku akan berjuang kembali untukmu."

Denada terdiam mendengar perkataan Alvaro. Rasanya Denada ingin menangis lagi. Tanpa merespon bahkan tanpa sedikit saja berbalik, Denada langsung berjalan cepat mendekati King.

***

Sampai di mansion, King langsung saja masuk tanpa peduli pada Denada yang berjalan lemah di belakang. Denada menghembuskan nafas lelah, memang apa yang ia harapkan? Perhatian atau nada sedikit lembut dari lelaki itu seperti tadi pagi? Heh, kau hanya bermimpi Denada!

"Cepatlah minum obatmu. Jangan sakit lagi, kau sangat merepotkan ku. Jangan kau berlagak seperti nyonya di mansion ini." Ketus King.

Lelaki itu hendak ke kamarnya namun suara lemah Denada saat memanggil King berhasil menghentikan langkah lelaki itu.

"King." Panggil Denada.

King berbalik dan menatap Denada datar. Tak lupa ia menaikkan sebelah alis tebalnya seolah bertanya apa pada wanita itu.

"Ta...tadi, dokter itu apa ke...kekasihmu?" Tanya Denada dengan degup jantung yang kian cepat.

King terdiam beberapa saat. Matanya masih menatap Denada datar sebelum kemudian mengangguk sekilas.

"Iya." Jawab King jujur tanpa menutupinya dari Denada.

Entah mengapa mendengar jawaban jujur dari King membuat hati Denada berkali lipat lebih sakit.

"Lalu aku ini apa?" Tanya Denada lagi.

King terkekeh sinis. "Kau berharap aku menganggapmu istriku? Sudah berulang kali ku bilang aku ingin kau menderita karena kau telah membunuh adikku! Lagian kau sangat berbeda jauh dengan Leah!"

King langsung pergi dari hadapan Denada. Mengabaikan wanita itu yang kembali menangis sambil meremas kuat ujung kemeja yang ia kenakan. Tidak tahukah King betapa sakitnya diperlakukan seperti ini?

"Salah aku karena mencintaimu King. Aku sadar telah melakukan kesalahan besar. Namun cintaku bukan kesalahan King. Bisakah aku terlepas darimu?" Denada berbisik lirih.

"Semuanya bermula karena dendammu King. Yang harus aku lakukan adalah mencari bukti bahwa aku tidak bersalah?" Denada mulai bermonolog sendiri.

"Tapi bagaimana caranya?" Tanya Denada merasa frustasi.

Benar, ia perlu mencari bukti bahwa dirinya dan orang tuanya tidak bersalah. Ia tidak ingin orang tuanya kenapa-napa karena King. Terlebih Denada merasa pernikahannya ini hanya sebuah dendam dan dendam tidak akan pernah berakhir baik. Jadi lebih baik ia mencari cara agar bisa terbebas dari suaminya itu.

Tapi bagaimana caranya Denada mencari bukti? King sama sekali tidak mengizinkan Denada keluar dari mansion ini. Denada hanyalah samsak kemarahan bagi King yang ditempatkan dalam sangkar emas oleh lelaki itu. Denada merasa ini seperti neraka. Ia sangat ingin terbebas dari semuanya. Denada ingin bahagia. Denada tidak ingin tersiksa dengan rasa cintanya pada suaminya sendiri, King.

Denada langsung pergi ke kamarnya. Ia tau apa yang harus dirinya lakukan.

Sampai di kamar, Denada mengambil ponselnya dan menghubungi sang kakak. Iya, satu-satunya cara untuk mencari tau adalah dengan kakaknya yang masih bebas diluar sana. Namun sudah berkali-kali Denada menghubungi Denia, tidak satupun panggilan dibalas oleh sang kakak.

Denada merasa putus asa. Ia terduduk di ranjang sambil menatap kosong ponselnya. Bagaimana ini? Bagaimana cara Denada mencari bukti jika tidak ada seorang pun yang dapat membantunya. Ia bahkan tidak mengenal adik dari King!

"Tuhan, bantu aku."

Tears of King's WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang