Who?

418 17 0
                                    

Bodoh! Denada merutuki kebodohannya. Keluarga Maverick tentunya adalah perusahaan besar yang pasti segala sesuatu akan dimuat dalam berita. Mengapa Denada tidak mencari tau berita tentang adik King?

Jari lentik Denada sibuk menggeser layar ponselnya untuk menemukan berita yang dia mau dan gotcha!

"Dorothea Jean Maverick? Mengapa aku seperti tidak asing dengan namanya?" Denada semakin serius membaca berita tentang Dorothea.

Gadis malang yang mati terbunuh namun sampai sekarang belum diketahui penyebabnya. Janggal, berita ini sungguh janggal bagi Denada. Mengapa sampai sekarang pelakunya belum jelas? Mengapa kasusnya seakan ditutup setelah berita utama yang mengatakan bahwa kasus kematian Dorothea masih menjadi misteri?

Dan yang paling penting, apa hubungan dirinya dengan kematian adik raja bisnis ini?

Tok tok tok

Denada terkejut mendengar ketukan pintu. Buru-buru ia meletakkan ponselnya di atas kasur kemudian berjalan untuk membuka pintu kamarnya.

"Oh Eloisa, aku kira siapa." Denada tersenyum simpul kemudian menyuruh Eloisa masuk.

"Saya sudah berusaha mencari tau tentang nona Dorothea. Dan tidak banyak yang saya temukan terkait kasus kematian nona Dorothea." Ujar Eloisa.

"Apa yang kamu dapatkan, El?" Tanya Denada sudah tidak sabar.

"Nona Dorothea meninggal karena di bunuh, sama seperti yang diberitakan sebelumnya. Namun yang membunuhnya adalah salah satu ketua mafia, saya tidak tau mafia apa karena sangat sulit membobol identitas mereka." Ujar Eloisa membuat Denada terkejut.

Kasus ini melibatkan mafia? Ya, jika dipikirkan memang tidak salah banyak pihak yang mengincar nyawa keluarga Maverick karena status mereka sebagai penguasa. Pasti akan banyak yang iri dan berniat menghancurkan keluarga Maverick apapun caranya. Bahkan cara keji sekalipun.

Namun, kenapa dirinya terseret dalam masalah ini? Seumur hidup, Denada sama sekali tidak berhubungan dengan mafia manapun dan dia juga tidak tahu menahu permasalahan Maverick.

"Lalu mengapa aku yang terseret?" Denada bertanya lirih. Otaknya rasanya tidak dapat bekerja dengan baik lagi. Ia tidak bisa memikirkan kemungkinan-kemungkinan apapun karena semuanya terasa abu-abu.

Eloisa menggeleng. "Tidak ada keterangan, nona. Namun malam itu, nona Dorothea keluar bersama sahabat perempuannya."

"Siapa perempuan itu?" Tanya Denada lagi.

"Maaf nona, sahabat nona Dorothea pun sangat misterius. Saya sudah berusaha mencari tau namun tidak mendapatkan apapun. Mereka semua yang terlibat malam itu seakan hilang ditelan bumi." Ujar Eloisa.

Denada menghembuskan nafas pasrah. Ia kira mudah mematahkan misteri yang menyeretnya ini. Namun rupanya ini lebih rumit ketimbang kuliahnya dan menghadapi kedua orang tuanya yang sangat ambisius.

"Terima kasih, El. Aku sangat senang mendapatkan setitik pencerahan. Setidaknya ketika King menyudutkanku aku tidak dalam keadaan bingung lagi." Ujar Denada dengan raut wajah sedih.

Eloisa merasa kasihan. Walaupun dia tidak lama tinggal dan bekerja disini, pun baru beberapa minggu mengenal Denada ia merasa kasihan dengan takdir wanita hamil itu.

"Jangan terlalu dipikirkan nona, sebaiknya nona fokus dengan calon anak anda." Kata gadis itu.

"Yah kamu benar."

***

Siang ini, Denada ingin pergi keluar sebentar. Ia resah menunggu kepulangan King untuk meminta izin pada lelaki itu. Tapi, permintaan sahabatnya pun tidak dapat ia tolak karena sudah sering Denada memberi penolakan.

Denada duduk di sofa ruang tamu dengan tangan memilin ujung bajunya. Saat pintu utama terbuka, Denada langsung berdiri menghampiri suaminya yang baru saja pulang.

Namun langkah Denada terhenti begitupun dengan King yang sedang menggandeng Leah dengan mesra.

"Oh kamu? Aku seperti mengenal kamu." Seru Leah dengan ekspresi bingung.

"Ah y ya." Balas Denada tersenyum kaku, dirinya melirik takut-takut pada King yang menatapnya datar.

"Aku ingat, kamu kan perempuan yang beberapa bulan lalu datang bersama King ke rumah sakit? Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Leah dengan tatapan menyelidik.

"I itu, aku..."

"Keluarganya telah meninggal, jadi dia bekerja disini sebagai pembantu." Sahut King dari arah belakang Leah.

"Oh kasihannya. Aku turut berduka." Kata Leah memandang Denada kasihan.

Denada hanya bisa menunduk. Ia semakin meremas bajunya agar mengurangi rasa sakit hati saat King berkata demikin di depan kekasihnya.

Mengesampingkan rasa sakit hatinya, Denada mendongak menatap King yang juga tengah menatap dirinya tajam.

"Em, King? Bisakah aku keluar sebentar untuk bertemu Selia?" Tanya Denada pelan.

"Pergilah." Denada tersenyum simpul kemudian segera pergi dari rumah.

Wanita itu tidak ingin berlama-lama menyaksikan acara mesra-mesra antara King dan kekasihnya, Leah. Ia merasa sangat sakit hati, terlebih rasa cinta Denada untuk suaminya telah ada. Ditambah lagi saat ini Denada tengah mengandung, rasanya Denada ingin pergi sejauh mungkin dari sini untuk meluapkan rasa sesak yang setiap hari menekat hatinya.

***

"Nada, sini!" Denada melihat Selia yang sedang melambaikan tangan menyuruh Denada mendekat.

Senyum wanita itu langsung luntur berganti raut bingung dan resah saat melihat Selia rupanya tidak sendiri. Dia bersama seorang lelaki yang sangan ingin dijauhi oleh Denada, Alvaro.

"Duduk dulu, Nad!" Seru Selia merasa senang karena hari ini Denada tidak menolak ajakannya untuk bertemu.

"Aku senang bisa ketemu kamu lagi, udah jadi istri raja bisnis kamu sekarang sibuk banget." Selia cemberut yang ditanggapi dengan senyuman lembut oleh Denada.

"Maaf ya Lia."

"Iya gapapa, tapi hari ini kita habiskan waktu bersama." Seru Selia lagi. Namun tatapan Denada mengarah pada Alvaro, wanita itu tersenyum kaku.

"Aku juga tadi ketemu Al di jalan, terus dia ikut karena mau ketemu kamu juga." Selia menjelaskan saat menangkap raut bingung dari sahabatnya.

"Gapapa kan?" Tanya Selia lagi.

"Gapapa kok, santai aja." Ujar Denada kembali tersenyum.

"Oh iya, kamu keliatan makin berisi ya sekarang." Selia menatap kearah sahabatnya, dapat ia lihat perbedaan Denada dulu dengan sekarang. Jelas sekali, wanita itu terlihat sudah berisi apalagi saat memakai gaun yang sedikit besar dari ukuran tubuhnya.

Denada tersenyum. "Iya, aku sedang hamil."

Deg

Bagaikan pukulan telak pada Alvaro, lelaki itu merasakan perasaan sakit dihatinya mengetahui berita kehamilan Denada. Pernyataan dari Denada itu seolah meruntuhkan segala harapan Alvaro. Ia sudah tidak dapat merebut Denadanya lagi, semua telah terlambat.

"Benarkah? Aku senang banget akhirnya mau punya ponakan lucu dari kamu." Kata Selia dengan ekspresi riangnya.

"Berapa usia kandungannya?" Tanya Selia.

"Jalan 3 bulan." Jawab Denada singkat.

"Ooo. Oh ya aku mau ke toilet bentar ya, kalian ngobrol aja dulu. Kamu juga Al jangan diam terus." Setelah mengatakan hal itu, Selia bergegas pergi ke toilet. Denada ingin mencegahnya namun pergerakan Selia sangat cepat.

Suasana antara Denada dan Alvaro terasa kaku. Lelaki itu masih saja memandang Denada yang berusaha menutup kegugupannya.

"Jadi kamu sedang hamil?" Tanya Alvaro dengan suara rendah.

"I iya."

Tanpa mereka sadari, seseorang di meja yang lain melihat interaksi Denada dan Alvaro. Dia dengan cepat memotretnya dan mengirimkan pada King.

"Heh, selamat menikmati kehancuranmu nona. Maaf telah menyeretmu dalam masalahku."

Tears of King's WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang