Fajar tiba dengan cepat menyongsong esok hari. Tidak terasa kini tiba saatnya Yukhei kembali ke pulau Taiyang. Dejun telah mengemasi barang Yukhei dengan rapi sementara Guanheng telah mempersiapkan kereta-kereta kuda yang akan membawa mereka ke kota sebelah, di mana kapal mereka bertolak.
Rombongan Yukhei pergi dengan haru, Renjun biar bagaimanapun adalah bagian besar dari masa kecil mereka. Dejun bahkan mengusap air mata, meskipun ia sembunyikan dengan pura-pura kelilipan.
"Kamu harus jaga diri ya, Renjun. Hati-hati. Gege sayang padamu." Yukhei mengusap lembut pipi Renjun.
Renjun memegang tangan kakaknya erat, "Pasti. Ge bisa percaya padaku. Aku sayang padamu juga."
"Aku tetap khawatir."
"Jangan terlalu khawatir, banyak yang akan melindungiku, kok." Cengir Renjun meyakinkan.
Sebelum mereka benar-benar meninggalkan pekarangan istana, Yukhei melemparkan mantel bulu dari serigala hasil buruan pertamanya ke atas kepala Renjun.
Dibawah naungan gelap mantel yang beraroma bunga jintan pekat, Yukhei menangkup pipi adiknya dengan dua tangan, menatapnya lekat-lekat.
"Pokoknya tawaranku masih berlaku. Aku selalu ada di pihakmu." Yukhei berbisik rendah, setelah itu ia mencium pipi Renjun sebelum melepaskan adiknya.
Ia tahu, kecupan ini bermakna sampai jumpa, yang Yukhei sendiri masih tidak tahu kapan akhirnya.
Untuk mencairkan suasana, Yukhei mengusak kepala Renjun gemas, "Hei, katanya adikku ini tidak punya pakaian musim dingin. Ambil mantel ku, jangan dikembalikan."
Renjun menggerutu dalam bahasa Mandarin, namun hardikan Yukhei lebih menggema, "Jeno, awas saja kau membuat adikku menangis, aku lempar kau ke Tanjung Selatan dari sini!"
Jeno mengulas senyum manis, kedua matanya menyipit, namun ada tarikan urat di leher dan pelipis ketika Jeno mengiyakan kakak iparnya, "Ya hyung."
Renjun melambaikan tangan keras-keras, berlari sampai pagar istana untuk menatap kereta-kereta rombongan Yukhei melaju meninggalkan Bwinja. Ketika derap kuda tidak lagi terdengar, Jeno menjemput Renjun di mulut gerbang, mengendap-endap di belakang Omeganya.
Jeno mengecup pipi Renjun, di sisi yang tidak Yukhei sentuh, "Walaupun dia kakakmu aku tetap tidak suka." Jeno menautkan alisnya sebal.
Renjun melompat kaget, memegang pipinya yang sedikit basah oleh saliva Jeno. Awalnya mata Renjun membola, alisnya naik sampai ke garis rambut, jantungnya bertabuh kencang seperti genderang. Namun tidak lama kekagetan Renjun meleleh menjadi senyum penuh sayang. Ketika itu terjadi, Jeno telah berlalu kembali berjalan ke arah istana.
"Hei, tunggu aku!" Renjun berlari mengejar Jeno, yang ia tahu jalannya sengaja diperlambat seolah menunggu diikuti.
Renjun berjalan berdampingan dengan Jeno seraya mereka beriringan kembali ke istana. Matahari menyembul di ufuk timur dan Jeno memberanikan diri menggenggam tangan Renjun.
Jeno merenda jari-jari mereka supaya saling tumpang tindih, mengusap-usap kulit halus Omega nya penuh perasaan.
Tepat sebelum mereka sampai di depan pintu geser utama, Jeno memanggil Renjun tanpa melihat ke samping,
"Renjun,"
"Ya, Jeno?"
"Nanti malam mau pergi melihat bintang denganku?"
___
Langit Bwinja ketika dikuasai bulan bundar begitu terang dan memesona, namun kala bulan lelah dan ingin beristirahat dalam gelap, taburan bintang-bintang yang melukis kanvas hitam pekat keperakan tidak kalah indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
melati (noren | reupload)
FanfictionHuang Renjun, Pangeran ke dua Kerajaan Taiyang dinikahkan pada Lee Jeno, Pangeran Ketujuh kekaisaran Kalér -kekaisaran besar di Utara-sebagai bukti keberhasilan takluknya monarki independen terakhir dari Sabuk Kepulauan. [ARCHIVE - Reupload melati (...