14. Resmi Pindah

9 6 0
                                    

Wanita itu membuang nafas lega. Banyak hal baik dan buruk yang Clarissa alami akhir-akhir ini. Wanita itu bahkan tidak menyangka kalau dia akan berada di posisi ini. Ia seperti memulai hidupnya kembali dari nol. Tujuan baru dan tempat tinggal baru. Tidak masalah jika ia harus seperti ini.

Rasanya sangat senang bisa kembali bekerja di cafe ini. Di sini dia bertemu orang-orang yang baik, rekan kerja yang baik dan juga bos yang baik. Bukan karena Clarissa teman dari Cassandra, tapi semang mereka semua orang yang baik.

Punya rekan kerja yang baik adalah keinginan semua orang.

Saat ini Clarissa tengah berdiri di kasir sambil menatap Cassandra dan Angga yang tengah belajar di salah satu meja. Hari ini cafe tidak cukup rame jadi mereka bisa belajar dengan tenang di sini.

Cassandra sebenarnya sangat stress saat ini. Ia tipe yang cukup sulit memahami pelajaran, tapi pacarnya yang tampan itu membuatnya jadi harus rajin belajar seperti ini.

Clarissa sejak tadi melihat keduanya dari kejauhan. Mereka terlibat seperti pasangan yang serasi dan sempurna, iri. Jelas Clarissa sangat iri melihat keduanya. Sejak di Amerika ia hanya bisa menatap mereka berdua dengan rasa iri.

Clarissa beranjak dari tempatnya saat menyadari satu hal. Ia segera pergi ke meja mereka berdua.

"Permisi." Sapanya dengan sopan.

"Gua tahu lo pemilik cafe ini, tapi lo nggak boleh nongkrong di sini tanpa membeli sesuatu. Harusnya lo ngasih contoh sama yang lain." Ucap Clarissa. Ia sengaja menggangu mereka karena sedang bosan. Ia sudah cukup lama berdiri di sana tidak melakukan apapun.

"Bener, aku udah pusing, nggak bisa mikir lagi. Kita makan dulu, ya." Cassandra menaruh pulpennya dan menatap Angga yang sedang mengerjakan soal Matematika.

"Gua mau spaghetti sama jus jeruk. Kalo kamu mau makan apa?"

"Air mineral dua." Kata Angga tanpa menatap Cassandra. Begitulah dia jika sedang fokus belajar, Cassandra di nomor duakan.

"Kamu nggak makan?" Tanya Cassandra berusaha mengambil perhatian Angga dengan memegang tangannya yang sedang menulis.

"Nggak, nanti aja."

"Oke, jadi itu aja?" Tanya Clarissa memastikan. Ia harus segera pergi dari sana karena sepertinya Cassandra akan kesal ada Angga.

"Ayo, biar gua bantu." Cassandra menggandeng tangan Clarissa sebelum gadis itu benar-benar pergi.

"Nggak usah. Ini kan emang kerjaan gua. lo tunggu di sini aja."

"Udah ayo." Paksa Cassandra dan menariknya ke area dapur. Kebetulan, pelayan yang lain belum masuk, Clarissa dan Cassandra bebas.

Saat di dapur Clarissa segera memasak Spaghetti pesanan Cassandra dan gadis itu menyuruhnya membuat dua porsi. Entah apa rencananya.

"Lo cuman alasan ya mau bantu gua?" Tanya Clarissa melihat Cassandra hanya duduk di pojok sambil menggoyangkan kakinya senang.

"Habisnya gua pusing ngerjain soal fisika. Kalau bukan karena Angga gua nggak mau belajar kayak gini." Cassandra melipat kedua tangannya cemberut. Memang ia hanya beralasan, karena sejak tadi telah menahan stresnya.

"Angga pengen jadi dokter kayak orang tuanya, dia pengen kerja di rumah sakit orang tuanya. Dan gua juga mau kerja di sana bareng dia, pasti bakal seru, kan." Membayangkan betapa serunya jika bisa bekerja bersama pria itu membuat Cassandra sangat bahagia.

"Tapi gimana, otak gua nggak nyampe sana. Ngobatin luka lo aja nggak bisa, gimana yang lain, kan." Kini wajahnya berubah menjadi muram. Angga sudah pasti bisa menjadi dokter, pria itu sudah menyiapkan diri dari jauh-jauh.

Sedangkan Cassandra, ia baru memulainya tahun lalu. Ia bahkan belum bisa belajar dengan benar. Jika bukan karena dorongan dari Angga dia akan malas-malasan belajar.

"Tapi gua bakal tetep usaha belajar biar bisa sama Angga terus." Cassandra kembali bertekad.

"Dasar bucin."

"Lo belum ngerasain jatuh cinta gimana, makanya lo mengejek gua. Liat aja nanti kalau lo punya pacar, gua yakin lo juga bakal kayak gua."

"Pokoknya nanti kalau lo ngerasa jantung lo berdebar-debar saat dekat sama cowok, terus kesel kalau dia dekat sama cewe lain, udah pasti lo jatuh cinta."

"Gua jadi penasaran gimana kalau lo punya cowok nanti. Apa lo bakal berhenti kerja? Terus lo bakal nggak ada waktu lagi bareng gua? Tapi yang pasti dia harus bisa lindungi lo."

"Gua nggak ke bayang lo bucin. Lo kebayang nggak?" Tanya Cassandra kini berdiri di samping Clarissa.

"Nggak. Gua mau fokus sama diri gua dulu. Hidup gua aja udah berantakan gini." Sejak tadi ia mendengar kan Cassandra, tapi tidak tertarik dengan topik ini.

Terdengar sangat mustahil dia jatuh cinta dan merasakan cinta. Siapa yang mau menerima gadis bermasalah dan jelek sepertinya.

"Nih pesanan lo. Mau gua anterin atau bawa sendiri?" Clarissa memegang nampan berisikan semua pesanan Cassandra.

Gadis itu tersenyum lalu mengambil nampan di tangan Clarissa. Setidaknya ia membantu Clarissa sedikit saja, agar dia tidak berbohong pada Angga.

Melangkah menghampiri Angga, Cassandra sudah tahu lelaki itu pasti tidak akan berpaling dari buku-bukunya. Ia tetap fokus pada pelajaran.

Dasar pria ambis batin Cassandra.

"Kamu yakin nggak mau makan?" Tanya Cassandra saat tiba. Saat itu barulah Angga menyimpan Pulpennya.

"Iyaa, makan duluan aja." Angga mengambil botol minum yang Cassandra bawa. Membukanya lalu memberikannya pada Cassandra. "Banyakin minum air putih, jangan itu."

"Belum juga aku minum, udah ngomel."

"Cuma ngingetin, kamu suka lupa."

***

Saat sedang asik menyuapi Angga dengan spaghetti-nya yang tidak habis. Ponsel Cassandra berbunyi membuat perhatiannya terambil. Telfon dari pamannya.

Cassandra segera mengangkatnya tanpa berpikir panjang. Gadis itu melotot saat pamannya sendiri memberitahunya informasi bahagia. Ia sangat senang dan tidak percaya keinginannya terkabul secepat ini.

"Clarissa!" Panggilnya segera menghampiri gadis itu. Clarissa yang merasa terpanggil menoleh dan mendapati Cassandra berlari-lari kecil ke arahnya.

"Ada apa?" Tanyanya bingung.

"Lo udah resmi pindah ke sekolah gua." Cassandra memegang tangan Clarissa dengan bahagia. Ia terlihat seperti anak kecil sekarang.

"Huh? Secepat itu ngurusnya?"

"Yey gua nggak sabar pergi sekolah bareng lo. Eh, kita belum beli perlengkapan sekolah, kan? Besok lo cuti, ya!" Gadis itu tidak memperdulikan pertanyaan Clarissa dan sibuk dengan pikirannya.

Ia sangat bahagia bisa satu sekolah dengan Clarissa. Dari saat mereka bertemu, hanya itu harapan Cassandra. Bisa satu sekolah dengan Clarissa pasti akan sangat menyenangkan.

Jika dulu bukan karena paman dan orang tuanya, Cassandra lebih memilih sekolah di tempat Clarissa, walau hanya sekolah pinggiran. Baginya semua sekolah sama, jadi tidak ada yang bisa mempengaruhi kepintaran berdasarkan sekolah.

"Gua ngg-"

"Pokoknya besok cuti." Potong Cassandra. Ia pergi setelah mengatakan itu, sebelum Clarissa membuat alasan yang tidak bisa ia tolak.

Kali ini Clarissa yang mendengarkannya. Karena Cassandra sudah memimpikan in sejak lama. Ia akan melakukan semua sesuai harapannya dulu.

Walau mungkin jika ia wujudkan sekarang akan terlihat berlebihan, Cassandra tidak perduli.

Masa Putih Abu-AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang