07. Amarah

13 7 0
                                    

Wanita itu berdiri membeku di balik tembok. Entah kenapa ia merasa takut mendengar amarah pria yang ada di depannya. Dari raut wajahnya, pria itu tampak sangat kesal. Entah apa yang membuatnya begitu kesal.

"Saya tidak memberimu pilihan! Saya menyuruhmu untuk mengantarnya!" Tanpa sengaja Clarissa mendengar teriakan amarah dari seorang pria.

Terlihat Prince berdiri bersama pria paruh baya di hadapannya. Pria yang waktu itu berbicara bersama Prince di dapur. Prince tampak menunduk tidak berani menatap wajah pria di hadapannya.

"Kamu sudah besar Prince. Harusnya kamu bisa mengurus hal kecil seperti ini. Kamu hanya perlu mengantarnya ke bandara, hanya itu." Amarah Malvin yang kian menurun.

"Sudah cukup dengan kekanak-kanakan mu. Aku ingin hal seperti ini tidak terjadi lagi." Pria itu memijat kepalanya yang pusing dengan tingkah putranya.

Entah apa yang harus ia lakukan agar Prince mengerti. Padahal sejak awal ia sudah memperingati putranya untuk menjadikan ini penting.

"Dan, temui dia ketika kalian di indonesia. Aku ingin mendengar kabar itu nanti." Pria itu meninggalkan Prince yang tak bisa berkata apapun.

Clarissa tidak melewatkan apapun ia melihat semua yang terjadi. Clarissa menatap Prince bingung sekaligus iba. Ia tidak cukup mengerti dengan apa yang pria itu bicarakan.

Prince berbalik akan masuk ke dalam ruangan di belakangnya. Saat itu Prince menyadari keberadaan Clarissa yang sedang berdiri di balik tembok. Menyembunyikan dirinya.

Mata mereka saling bertemu. Clarissa melihat mata Prince yang terlihat sedih. Sedangkan Prince menatap mata Clarissa yang tampak iba padanya.

"Maaf." Ucap Clarissa menyadari sikapnya tidak benar, dengan menguping pembicaraan mereka. "Apa lo baik-baik saja?" Tanyanya melihat Prince tak berkutik.

"Gua nggak baik-baik saja. Kenapa lo menguping?"

"Maaf, gua nggak sengaja." Clarissa menundukkan kepalanya merasa bersalah.

"Lo tahu? Tadi aku sedang dalam bahaya. Harusnya lo narik tangan gua dan lari bersama." Kata Prince sedikit bercanda.

"Kenapa gua harus nyelamatin lo dari pria itu?" Tanya Clarissa tampak bingung. Memang apa yang pria itu lakukan? Apa yang mereka sedang bicarakan sebenarnya? Clarissa tidak mengerti.

"Karena gua cukup payah untuk melakukannya sendiri." Wajah sedih Prince tidak bisa lagi ia sembunyikan dari Clarissa. Rasa sedihnya semakin terlihat dan membuat Clarissa bingung.

"Lo mau ikut gua jalan-jalan besok?" Tanya Prince melihat Clarissa kebingungan sejak tadi. "Besok pagi, kita berangkat." Ucapnya lalu masuk ke dalam kamar.

Clarissa sangat senang mendengar perkataan Prince terakhir kali. Jalan-jalan di Los Angeles bukan ide buruk. Dan lagi selama ia tiba di bandara, Clarissa hanya melihat-lihat kota ini.

Ia tidak mengira Prince akan mengajaknya jalan-jalan.

Clarissa kembali ke kamarnya dengan perasaan senang. Rasa kantuknya kembali setelah mendengar perkataan Prince tadi.

Namun, saat Clarissa berusaha untuk tidur ia teringat dengan percakapan Prince dan pria tadi. Kenapa Prince terlihat sangat sedih?

Ahh sikap pria itu benar-benar mengingatkan Clarissa dengan ayahnya di Indonesia. Apa ayahnya mencarinya saat ini? Clarissa bahkan tidak tau apa pria itu mengingatnya atau tidak.

***

Clarissa menatap pantulan dirinya di cermin besar kamarnya. Jaket yang di berikan Cassandra padanya sangat bagus dan pas di badannya. Entah kenapa Clarissa merasa hari baik telah menunggunya saat ini.

Ini baju terbaik Clarissa, ia akan mengenakan jaket itu pergi ke tempat impiannya. Mengambil gambar di sana lalu menunjukkannya pada Cassandra.

Clarissa keluar dari kamarnya, pas sekali saat Prince menuruni tangga.

"Kita berangkat sekarang?" Tanya Prince melihat Clarissa tampak sudah siap. Clarissa mengangguk mengiyakan dengan senyum bersemangatnya.

"Kalian ingin pergi ke mana pagi-pagi begini?" Lyodra tiba-tiba saja berdiri di antara mereka, entah datang dari mana. Wanita itu tampak cantik dengan piyama dan jus buah di tangannya.

"Jalan-jalan." Kata Prince singkat.

"Tanpa mengajakku?" Lyodra menatap Prince dan Clarissa cemberut. Bahkan kemarin mereka meninggalkannya di kantor. Sekarang mereka berdua akan pergi lagi.

"Lo mau ikut?" Ajak Prince sambil mengenakan sepatunya.

iPad di tangan Lyodra bergetar, menampilkan panggilan vidio membuatnya kembali cemberut.

"Aku nggak bisa ikut, kalian pergi aja."

"Selamat bersenang-senang!" Lyodra melemparkan senyumnya pada Clarissa sebelum ia pergi menjauh. Karena bisnisnya sangat bagus tahun ini, Lyodra jadi banyak sekali kerjaan. Banyak orang penting ingin bertemu dengannya.

Prince selesai memakai sepatunya, ia berjalan keluar rumah.

Clarissa ikut dengan Prince menuju mobilnya. Mobil Jeet merah dengan atap terbuka itu membuat Clarissa terpesona. Sangat mewah dan keren. Tidak kalah dengan mobil yang kemarin mereka pakai. Entah kenapa mobil masyarakat di sini terlihat sangat mewah. Mereka semua pasti sangat kaya.

Clarissa duduk di samping kemudi masih menatap takjub mobil itu. Melihat model mobilnya yang sangat keren membuat Clarissa tidak bisa memikirkan harga mobil ini.

"Kenapa lo selalu berlebihan?" Ucap Prince tampak risih dengan Clarissa yang menatap mobilnya dengan melotot.

"Pakai sabuk pengamannya dan berhenti menatap mobilnya seperti itu." Perintah Prince melihat tingkah Clarissa yang sangat aneh untuknya.

Prince bahkan lebih menarik dari mobil itu, tapi Clarissa malah selalu menganggapnya tidak ada.

Clarissa menatap Prince tidak senang. Apa salahnya jika dia begitu terpesona, wajar saja dia seperti itu. Ini pertama kali dalam hidupnya. Sekarang Clarissa meras seperti sedang bermain film. Mobil dan suasana di kota ini bener-benar seperti yang ada di film-film. Clarissa seperti sedang bermimpi.

Sepanjang perjalanan Clarissa terus tersenyum sambil merasakan hembusan angin yang melewatinya. Ia sangat senang dan tidak sabar tiba di tempat yang mereka kunjungi. Rasa bahagianya tidak bisa ia tutupi lagi.

Clarissa melindungi matanya dari sinar matahari yang masuk menggunakan tangannya. Karena mobil yang Prince kendarai tidak beratap, membuat matahari masuk dengan bebas. Prince yang menyadari itu, mulai mencari barang dengan menggunakan satu tangannya.

Prince mengeluarkan kaca mata hitam lalu memberikannya pada Clarissa. "Pakai ini."

"Huh? Gua nggak terbiasa pake kacamata dan lagi itu akan aneh buat gua, nggak kayak lo." Ucap Clarissa tidak percaya diri. Prince memang cocok menggunakan kacamata hitam, ia terlihat keren. Akan berbeda jika dirinya yang pakai.

"Di sini kacamata hitam bukan aksesoris tapi kebutuhan, pakai saja." Clarissa memakai kacamata itu lalu melihat pantulan dirinya di kaca.

Saat ini ia merasa sangat hebat dan keren. Ia seperti gadis yang ada di film-film. Clarissa harap ini bukan mimpi.

Prince tersenyum dan terus menoleh melihat Clarissa yang tampak sangat bahagia. Gadis itu tampak sangat senang membuat Prince juga ikut senang melihatnya.

Sepanjang perjalanan mereka tidak banyak ngobrol. Prince fokus menyetir mobilnya sedangkan Clarissa sedang asik melihat pemandangan sekitar. Jujur saja saat ini Clarissa terlihat seperti orang yang hilang akal karena terus-terusan tersenyum.

Masa Putih Abu-AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang