Part 18

3.5K 160 9
                                    

"Harus lebih sabar menghadapi keluarga."

Pak Jagat duduk disampingku yang sedang berbaring dikasur sambil menonton netflix. Mahasiswa tapi pengangguran kaya aku begini emang enaknya bersantai ria dirumah dengan uang bulanan yang lancar diberi suami dengan jumlah yang lebih dari cukup. Namun kenyataannya, apesnya aku masih harus menyaksikan bahkan terlibat dalam drama keluargaku sendiri.

"Bapak mana pernah ngerasain punya keluarga yang suka ikut campur masalah orang lain." Sahutku ketus, gak sama sekali mengindahkan ucapan atau nasihat Pak Jagat untuk lebih sabar menghadapi keluargaku. Yang ada, semakin sabar semakin diinjak injak. Padahal keluargaku cukup berjasa lho, Bapak itu tulang punggung keluarga besarnya. Beberapa adik adik Bapak yang gagal membina rumah tangganya menjadi tanggungan Bapak. Salah satunya adalah Tante Sharon dan anaknya Khaiya.

Kuliah kedokteran apalagi Mandiri itu sangat mahal lho, jangan tanya udah berapa ratus juta yang Bapak keluarkan untuk membiayai kuliah Khaiya. Bahkan Uktku dengan Ukt Khaiya sangat jomplang, dan Bapak rela rela membiayai semua uang kuliah Khaiya tapi tetap aja anaknya masih diinjak injak oleh keluarganya sendiri. Emangnya kenapa kalau aku bukan mahasiswa kedokteran? Ga bagus? Atau kurang berkelas?

Bukannya kepribadian dinilai dari karakter kita kan? Buat apa susah susah masuk kedokteran kalau ujungnya jadi Khaiya yang gatau diri.

"Berhenti berpikiran buruknya." Pak Jagat kembali menggoyangkan tangannya didepan wajahku untuk mengusir lamunanku. Kok dia tahu ya aku sedang berpikir buruk?

"Sok tahu!" Lagi lagi aku menjawab ketus.

"Saya memang tidak pernah secara langsung berhadapan dengan keluarga yang terlalu complicated seperti keluargamu. Tapi disemua keluarga kebanyakan memang harus bersabar Naya, karna kita hidup dan memiliki ikatan dengan orang orang yang berbeda sifat dan latar belakangnya. Pendekatan kita juga harus berbeda, jangan semua dengan emosi karna beberapa hal harus kita biarkan untuk tetap baik baik saja." Pak Jagat menatapku setelah mengucapkannya, sebenernya benefit nikah sama Pak Jagat selain bergelimang harta adalah punya teman diskusi yang pemikirannya sangat dewasa. Karna memang aku labil dan kekanakan, mungkin beberapa hal aku membenarkan ucapan dari Pak Jagat.

"Jadi Bapak nyuruh aku diam?"

"Thats point, Kanaya."

"Aku diam," Sahutku cepat. "Kecuali enggak dengan Khaiya. Sumpah dia tuh terlalu ikut campur dan gatau diri. Bapak belum tahu aja sifat asli dia bagaimana."

Pak Jagat kembali tersenyum maklum. "Saya mengerti. Tapi mau sampai kapan kamu membuang buang energimu cuman karna egomu?  Kamu gak capek? Itu adalah energi negatif Kanaya, dan tidak baik kalau kamu memproses energi negatif terus menerus."

"Ego Bapak bilang?" Aku menoleh kearah Pak Jagat yang masi terus menatapku. "Ini tuh soal harga diri kali,  gak semua omongan jelek harus aku tampung dengan cuma cuma. Harga diri aku lebih tinggi dari itu semua Pak!"

Pak Jagat terlihat tersenyum, yang membuatku semakin jengkel sekaligus muak. Gak semua orang harus jadi baik untuk merasa baik baik aja. Kadang aku beneran benci sama orang yang selalu bersikap sok tenang padahal didalam hati dan pikirannya sedang brisik. Bahwa kita gapapa untuk mengekspresikan segala hal yang kita rasakan.

"Iya saya percaya, harga diri kamu memang tinggi. Saya rasa semua orang gak akan meragukan. " Pak Jagat kembali terdiam. "Tapi diperlukan pikiran yang tenang untuk menghadapinya. Kamu gak bisa terus terusan mempunyai musuh Kanaya. Ketika kamu beranjak dewasa, saya yakin kamu akan berpikir bahwa semua permusuhan kekanakan ini harusnya gak pernah kamu lakukan."

"Terserah, aku gak mau denger." Aku kembali keras kepala, menurutku kali ini tindakanku sudah benar. Diam bukan selamanya emas didalam kamusku.

"Kamu emang gak perlu dengar, cukup kamu resapi saja." Pak Jagat kali ini terdengar cukup kesal. Tapi hal ini semakin membuatku ingin tertawa, usia memang tidak pernah boong. Wejangan yang diberikannya memang ciri khas bapak bapak banget. Ciri khas orang tua yang sedang menasehati anaknya.

Sinking BoatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang