Part 17

5.4K 240 14
                                    

Perasaanku udah gak enak banget waktu balik liat mobil Mami udah bertengger dihalaman rumahku-maksudku rumah Pak Jagat. Jelas ini adalah bencana besar buatku, gimana enggak Mami dari kemarin menghubungiku untuk hadir diacara arisan keluarga Bapak. Bapak itu biarpun baik hati, pendiam, dan penyabar tak ayal membuat seluruh keluarganya berprilaku sama. Tante tanteku yang notabenya adik adik Bapak-karna Bapak adalah anak tertua dalam keluarga, yang memiliki perangai berbalik dengan bapak. berprilaku sangat rese dan gamasuk akal.

Dulu sewaktu aku masuk awal awal kuliah aku pernah jadi perbandingan antara anaknya Tante Sharon yang masuk Kedokteran Universitas Airlangga. Biarpun aku tau Kedokteran Unair tuh kedokteran terbaik di Indonesia ga ngebuat aku bangga bangga banget kok melihat sepupuku ada yang masuk disana.

Apalagi model Khaiya yang julid yang minta ampun. Persis sebelas dua belas sama emaknya. Dikit dikit apa yang aku punya dikomentarin. Walau komentarnya ga sarkastik banget tapi aku tau kok aslinya pamer doang.

Khaiya itu umurnya sama kaya aku, walau aku sedikit lebih tua tiga bulan dari dia. Tapi biarpun begitu hubunganku sama Khaiya gabisa dibilang baik baik aja. Bahkan aku ga pernah save nomor Khaiya, jangankan Khaiya semua anggota keluarga Bapak juga gapernah aku save.

Walau aku masuk grup keluarga Bapak, aku gapernah berkomentar apapun dalam grup itu. Yah grupnya seperti kebanyakan grup keluarga lainnya, isinya kalau ga pamer ya cari validasi. Aku sebenernya udah sering keluar grup tersebut, tapi herannya selalu aja ada yang masukin nomorku kembali di grup tersebut. Alhasil grup tersebut aku bisukan untuk selama lamanya.

"Kok bengong?"

Hah?

Aku menoleh kebelakang saat Pak Jagat berbicara, rupanya sedari tadi aku terdiam dengan memperhatikan mobil Mami yang menghalangi garasi mobil Pak Jagat. Parkir aja Mami asal asalan, ini nih sifat yang aku tiru dari Mami.

Aku berjalan masuk mendahului Pak Jagat, buru buru meletakan flatshoes ke rak sepatu. Kemudian berjalan cepat kedalam rumah.

Rasanya aku mau balik kekampus aja setelah mengetahui siapa saja tamuku siang ini. Ada Mami, Tante Sharon, Oma, dan Khaiya sedang asik bercengkrama. Hubungan Mami dan Tante Sharon juga sebenernya sedikit complicated, aku yakin jika saat ini tidak sedang bersama Oma pasti Mami memilih untuk menghindari Tante Sharon.

"Eh, udah pulang nih anaknya" Suara Tante Sharon yang menggelegar menyambut kedatanganku. Perasaanku makin gaenak aja.

"Sini sini Nay duduk, udah lama banget kan kita ga ketemu. Ada Khaiya juga nih yang minggu depan udah mau wisuda kedokteran"

Bodoamat, anjir!

Ah elah baru aja dibilang si tante udah pamer aja.

Sambil meringis aku menyalami mereka semua, tanpa terkecuali Mami yang tersenyum sungkan kearahku. Pasti dia merasa bersalah.

"Oh ada Jagat juga, sini tante kenalin sama anak tante. Kemarin kan waktu nikah belum sempet kenalan, karna Khaiya lagi kegiatan volunteer di Jerman."

Aku menoleh kearah pandang Tante Sharon, terlihat Pak Jagat sedang berdiri kikuk menatap satu persatu orang. Kemudian secara perlahan ikut menyalami semua orang persis seperti yang kulakukan.

"Ini loh Kak, suaminya Kanaya" Tante Sharon mulai memperkenalkan Pak Jagat kepada Khaiya. Hadeh, basi banget. Belum lebaran juga udah jabat jabat tangan.

"Hai Mas, kenalin aku Khaiya sepupunya Kanaya"

Mas?

Lu pikir berapa umurnya Khai?

"Saya Jagat" Pak Jagat hanya membalas singkat, bagus banget Pak!

Lalu setelah itu obrolan terasa sangat membosankan.

"Mas dosennya Naya ya?"

"Ya, dulu beberapa matkul Naya saya yang ajar"

Ugh, mulai akrab ya kayanya?

"Sewaktu nikah atau sebelum Mas?"

Kok kepo banget sih Khaiya, heran.

"Sebelum! kenapa sih Khai kaya gaada topik lain aja" Selaku cepat, jujur aku terganggu dengan sikap khaiya yang terbilang cukup sksd banget sama Pak Jagat.

Khaiya terlihat tersenyum remeh kearahku, "Bimbingan lo gimana nay? Kata Oma lo belum sempro ya?"

Aku tertawa sinis, "Lo tanya apa ngejek hah?"

Jangan kaget sama sikapku yang begini. Kan aku sudah  bilang hubunganku sama Khaiya ga baik baik aja.

"Sinis banget," Komentarnya, "Lagian ya nay, mau sampe kapan sih hubungan kita begini? Kita tuh saudara lo nay"

Pak Jagat memegang tanganku saat aku ingin membalas perkataan Khaiya, rupanya Pak Jagat sudah mulai mengerti kejanggalan hubunganku dengan Khaiya.

"Mau sempro ini nayanya, doakan saja biar cepet selesei." Pak Jagat mewakiliku bicara, kayanya dia gamau banget ada keributan.

"Dospemnya bukan Mas kan?"

Wah, kurang ajar!

"Maksud lo apa sih Khai? Lo barusan bilang sampai kapan hubungan kita begini, tapi lo mancing keributan terus!" Kali ini aku tidak menahan emosiku, biar aja dia paham kalau aku ga selamanya bakal diam kalau diinjak injak. "Lo curiga ada nepotisme karna suami gue dosen gue sendiri?" Tekanku lebih berani, Pak Jagat menahan lenganku sambil menatapku penuh perhatian. Namun aku kembali tidak mengindahkan permohonan Pak Jagat, "Ngaca kali Khai lo masuk kedokteran berkat siapa?"

Khaiya terlihat terdiam namun menahan emosi. Berkali kali ia menggeram dan menggertakkan giginya.

"Jangan bilang lo gatau kalau bokap gue yang biayain lo kan?" Aku tersenyum menang. "Jangan lupa balas budi kalau udah dapet gelar"

Aku tahu kata kataku jahat banget, tapi mau gimana lagi. Kata kata yang selama ini aku tahan untuk aku utarakan karna aku masi memikirkan kewarasanku untuk meladeni ucapan Khaiya pasti akan sangat menyakitkan.

"Lo kok makin kurang aja gitu sih nay?"

Aku tertawa cukup keras, "Kenapa khai, lo mau playing victim? Silahkan saja sekalian aduin ke Oma. Itu kebiasaan lo kan?"

"NAYA!" Aku dan Khaiya sama sama kaget saat mendengar ucapan Pak Jagat yang terdengar seperti membentak.

Melihat keheninangan yang terjadi Pak Jagat buru buru melanjutkan perkataannya."Buatkan saya kopi" Aku melotot kearahnya, ganyambung banget buset! "Tolong..." Pintanya lagi setengah memohon.  Aku membuang nafas kasar memberi tatapan tajam kearah Pak Jagat untuk jangan ikut campur masalahku.

"Bapak biasa buat kopi sendiri!" Balasku enggan menurutinya.

"Bapak?" Khaiya menatapku sambil tertawa remeh, "Lo manggil suami lo dengan sebutan bapak nay?"

"Kenapa memangnya?" Tantangku sambil mengibaskan setengah rambutku kebelakang, sial jadi ingat pujian cantik dari Pak Jagat. "Mau gue panggil bapak, honey, hubby atau apapun itu. Bukan urusan lo kan?"

"Memang bukan urusan gue sih. Cuma heran aja" Pinter banget ya bermain kata. Disudutkan balik menyudutkan. Disalahkan balik menyalahkan.

"Udah lah mas, aku mau ke tempat Oma dulu. Sabar aja ya Mas ngadapin kanaya" Khaiya menatapku sebentar disela sela ucapannya pada Pak Jagat. Aku rasanya mau tertawa, yang perlu sabar tuh harusnya aku.

"Kenapa?" Ucapan pertama yang aku tujukan kepada Pak Jagat setelah Khaiya meninggalkan kami berdua. Pak Jagat hanya menggelengkan kepalanya.

"Kamu sadis banget kalau marah" Pak Jagat berbicara sambil tertawa singkat, mengacak ngacak rambutmu seraya kembali berkata "Jangan galak galak ya nay kalau sama saya?"

Sialan!






















Sinking BoatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang