Part 3

7.2K 301 9
                                    

Skripsi membuatku pusing tujuh keliling. Judul skripsi yang belum di Acc, Dosen pembimbing yang susah ditemui, Mami yang cerewet banget. Sumpah deh, mau tenggelam aja rasanya.

Aku kayanya perlu kepantai deh, berlarian di tepi pantai sambil hirup udara banyak banyak. Biar asap dikepalaku ini keluar,dan aku jadi happy. Tapi mana bisa, aku bolak balik shopping berharap bisa ngilangin beban pikiran yang ada malah tambah pusing karna uangku sudah menipis.

Bener bener rasanya mau nangis, karna mau tak mau aku harus berhadapan dengan Pak Jagat lagi buat minta uang, Padahal sudah dua mingguan ini aku jarang pulang kerumah Pak Jagat, beralasan belajar bareng sama temen hingga menginap di kosan temen buat ngerjain skripsi.

Dan sekarang apa coba? Semua perbuatan ku jadi sia sia karna, yah kalian benar aku butuh Pak Jagat. Aku butuh uangnya untuk menghidupiku. Mami udah angkat tangan urusan keuanganku, katanya sudah nikah urusan nafkah minta suami. Tapi aku yakin itu akal akalan Mami aja biar aku lebih deket sama Pak Jagat.

"Nayaaaa, dipanggil daritadi ga denger, Ngapain sih?"

Rara tau tau sudah muncul didepanku, sambil menenteng mangkuk bakso pesanan kami.

"Gue kepanasan nih bawanya. Udah dipesenin masih aja gak tahu diri ya Nay"

Aku meringis lugu, lalu mengambil mangkuk baksoku dari tangan Rara. Sumpah deh, siang siang makan bakso lumayan buat pikiranku tenang.

"Lo kapan nemuin Pak Jagat Ra?" aku bertanya lirih, sembari tetap mengunyah baksoku.

Oh iya, ngomong ngomong Dosen Pembimbing Rara itu Pak Jagat. Aku bersyukur banget ga dapet dosen pembimbing Pak Jagat, karna kalau iya aku bakalan terus terusan ketemu Pak Jagat terus. Dan aku gamau itu terjadi.

"Kenapa emang? Lo mau ikut?"

Aku berdecak lirih sambil menatapnya tajam, dan membuat Rara langsung tertawa renyah.

"Lagian kenapa sih Nay, Pak Jagat baik baik aja kok kayanya lo gasuka banget. Awas lo Nay, batas antara cinta dan benci hanya sehelai rambut" Rara mengerlingkan matanya, sambil tersenyum mengejek. Emang kurang ajar Rara tuh.

"Lo kali" kataku acuh.

"Yee.. Emang lo gapapa gue suka sama Pak Jagat nih?" tanya Rara lagi, dengan tatapannya yang masih mengejek. Minta digebug emang Rara tuh.

"Ya terserah lo."

Rara tertawa keras setelah itu. Mengabaikan tatapan orang orang yang mengarah ke kami, dia masih asik ketawa sambil memegangi perutnya.

"Ketawa lo Ra"

"Lo tuh kocak tau Nay, sok sok ga perduli tapi aslinya perduli" Aku langsung mendelik tajam lalu menendang kaki Rara dibawah meja. Emang ya Rara tuh mulutnya asal aja kalau ngomong.

"Mana ada gue perduli sih Ra? Gasuka ah gue lo ngomong gituan."

"Lo gitu doang baper. Sedikit dikit baper, lama lama lo baper beneran sama Pak Jagat"

"Lo bisa diem? Gue tuh makan biar bisa ngalihin pikiran gue. Gue mau menikmati bakso gue, jadi lo lebih baik diem, okay?"

Nara tertawa lagi. Lalu bertanya, "Ada Masalah apa sih Kakak? Hidup lo adem ayem aja masih aja pusing ya Nay."

Ya emang gitu kelihatannya. Semua orang mana tahu, kita lagi sedih atau seneng.

"Uang gue habis Ra. Dan gue harus minta Pak Jagat. Masalahnya udah hampir dua minggu gue gapernah ngomong sama dia, yakali gue sekalinya ngomong minta uang. Matre banget gue anjir." kataku lesu, membayangkan akan bertemu Pak Jagat aja mendadak membuat perutku mules.

"Ya kan lo emang Matre, baru sadar lo?"

Ck!

"Dah lah males gue ngomong sama lo" Aku mentandaskan es teh dengan cepat lalu buru buru mengeluarkan uang lima puluh ribuan dari dompet. Lalu mengangsurkan ke Rara

"Nih bayar Raa, dari gue yang matre" kataku lalu berlalu berdiri. Tuhkan, emang bener kata Rara aku emang baperan. Tapi memang sih, aku lagi capek banget, moodku berantakan banget. Ini semua berawal dari chat Mami yang menyuruhku datang kerumah. Pasti bakal dicerahami, dan aku males banget.

"Lah gitu doang ngambek" sayup sayup aku masih mendengar gerutuan Rara. Biar ajalah, ntar juga aku chat dia kok.

***

Malam hari aku sudah tiba dirumah Pak Jagat, aku sudah memantapkan diri menemui Pak Jagat, kalau tidak bisa dipastikan besok aku tak bisa sampai ke kampus karna gapunya uang untuk bayar taksi. Kalau sudah begini aku suka heran sama diriku, kenapa terlalu boros jadi orang. Menghambur hamburkan uang untuk hal hal yang ga perlu, ujungnya menyulitkan diri sendiri.

Tapi ya mau bagaimana, kalau ga hobi belanja bukan Naya namanya. Makanya aku sudah berdiri didepan pintu ruang baca Pak Jagat. Tadi ketika aku tiba, kata Mbok Sinah-Mbok yang bekerja disini katanya Pak Jagat lagi diruang baca, makanya aku berniat datang sambil membawa kopi untuknya. Tentu ini kopi buatan Mbok Sinah atas perintah Pak Jagat, aku hanya menggantikan Mbok Sinah mengantarkan kopi ini.

Aku mengetuk pintu pelan, lalu membuka pintu dengan lebar. Setiap aku keruang baca aku selalu terpaku dengan Aquarium disini. Gimana enggak, aquarium besar yang berisi ratusan ikan ikan dan terumbu karang lainnya sudah persis seperti ekosistem laut pokoknya. Aku jadi membayangkan, berapa pundian rupiah yang harus dikeluarkan Pak Jagat untuk membuat aquarium sebesar dan seindah itu? Tapi tak heran sih, dia kan kaya tujuh turunan. Oke Nay, suamimu ini kaya, jadi gaperlu heran melihat hartanya yang bergelimang.

"Kenapa diam?"

Aku reflek menengok kesamping, dimana Pak Jagat berdiri sambil menatapku intens. Demi apa, tatapan matanya bisa membuatku tenggelam.

"Emmm... Ini Pak saya mengantarkan kopi dari Mbok Sinah" jawabku, lalu meletakan kopi di meja.

"Bapak, boleh bicara sebentar?" tanyaku lagu dengan gugup sambil memilin milin ujung kausku. Sumpah ya aku deg degan banget.

Pak Jagat mengangguk, lalu duduk di sofa sebrangku.

"Katakan apa yang ingin kamu bicarakan." Kata Pak Jagat sambil menyesap kopinya.

Duh. Pak Jagat, gabisa basa basi dikit ya?

"Uang saya habis pak." jawabku pelan, lalu menatap matanya.

Pak Jagat tersenyum, lalu mengangguk.

"Oh ya saya lupa. Harusnya saya peka ya Nay, kalau kamu sudah repot repot bicara dengan saya itu tandanya kamu sedang butuh uang." Pak Jagat bicara lalu mengambil Hpnya.

Yah, aku tahu dia sedang menyindirku, dan aku benaran tertohok. Tapi ya gimana lagi? Dia kan suamiku sekarang.

"Sudah saya transfer. Lain kali tidak perlu repot repot begini. Cukup chat saya, nanti saya transfer."

Oh bicaranya Pak Jagat sama menusukku. Jujur aku sakit hati banget dengernya. Aku jadi teringat ucapan Rara, apa iya aku sematre itu? Serendahan itu?

Sialan.

"Saya tahu, saya terlihat rendahan di mata Bapak. Saya seperti perempuan matre di mata Bapak. Tapi seharusnya bapak tidak perlu bicara begitu dan merendahkan saya." kataku tajam.

"Saya akan hasilkan uang sendiri dan tidak perlu minta uang dengan Bapak. Nanti saya kembalikan uangnya." kataku, lalu berdiri dan meninggalkan ruangan baca sialan ini.

Jagat sialan!

Brengsek.



Sinking BoatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang