The Generous One

2 0 0
                                    

Jalan menuju Cisarua dari jalan alternatif Bandung-Jonggol sudah dipastikan gelap padam, hanya beberapa saja lampu penerangan itupun juga mengandalkan rumah warga yang lampunya tak lebih dari 5 watt.

Dua hari belakangan diri ini kagum bukan main dengan senior yang tak pernah ku teliti betul kehadirannya. Beberapa opini kerap muncul dan itupun lazim seperti biasanya.

Kembali lagi ke situasi di atas, dalam kondisi serba salah--motor yang lampu depannya mati-- dengan kondisi jarang pengendara, kami tetap melanjutkan perjalanan. Pernah beberapa kali ku tawarkan dan meyakinkan abang dengan kacamata ini untuk putar balik dan lewat Puncak saja, namun dengan tegas dia tetap melanjutkan perjalanan, entah lah mungkin beliau sembari berikhtiar untuk berdoa agar tak tertabrak atau kecelakaan tunggal.

Aku geming, bisa-bisanya dia punya kepercayaan tingkat tinggi yang mengharuskan aku sebagai penumpangnya ikut merasakan kepercayaan itu.
"Udah jangan dipikirin, jalanin aja, ntar juga ada solusinya."

Dan kau tau, benar saja, benar tuan-puan!
Kami terselamatkan dengan beberapa cara, seperti membuntuti pengendara yang lampu sorot motornya lebih terang, atau mengandalkan lampus sein yang tidak membantu kecuali sedikit.

Tuhan, kau bentuk beliau seperti apa sampai-sampai punya sisi optimis seperti ini.

Selanjutnya aku bercerita ria pasal ini dengan karib ku, sebenarnya bukan hanya hal di atas yang buat ku meleleh seperti mentega yang mencair, tapi juga bagaimana cara dia memperlakukan kami--para perempuan, bukan aku saja yang mendapat perlakuan seperti ini.

Beberapa alur mulai terang sekarang, mulai jelas juga arahnya kemana. Ternyata memang beliau seperti itu, boleh lah aku acungi 4 jempol, semoga kemurahan hatinya tetap berlanjut sehingga jaga-jaga jikalau perempuan kurang perhatian seperti ku dan beberapa kawan lain tetap merasa diperhatikan oleh beliau.

TempohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang