"Sayang, kenapa kau diam saja? Buka pintunya."
Zelin yang tersadar dari keterkejutannya, sontak turun dari meja dan membenarkan pakaiannya. Ia menyingkirkan tubuh Alex yang masih tampak kebingungan di hadapannya.
"Ma, mama sama papa masuk dulu. Aku masih belanja di luar. Sebentar lagi aku tiba kok." Zelin mengancingkan kemejanya, ia sibuk membenarkan penampilannya yang acak-acakan karena perbuatan Alex berusan.
"Oke. Mama masuk dulu. Sandi pintunya masih sama kan?"
"Masih Ma. Aku nggak pernah ngerubah kok."
"Oke. Mama sama papa masuk dulu kalau gitu. Kamu jangan lama-lama."
"Iya Ma."
Zelin menutup panggilannya kemudian berjalan menuju kamar dan segera merapikan penampilannya di depan cermin. Alex menyusul sambil memperhatikan wajah cemas Zelin. Yang ia dengar tadi orang tua wanita itu ada di apartemen sebelah.
"Orang tuamu?" Tanya Alex sambil mendudukkan dirinya di pinggir ranjang, menatap Zelin yang tengah menyisir rambutnya.
"Iya, mereka sudah ku suruh masuk. Kalau mereka nggak masuk bisa ketahuan kita. Ya udah Om, aku keluar dulu."
Zelin mencium bibir Alex sekilas kemudian keluar dari kamar. Ia segera menuju apartemennya agar kedua orang tuanya tidak curiga. Meskipun sangat mencintai Alex, Zelin juga belum siap jika hubungan mereka terendus oleh keluarganya.
Setelah melihat situasi lorong apartemen aman, Zelin keluar dari apartemen Alex dan berdiri di depan apartemennya. Ia menghembuskan napas berat kemudian memasukkan sandi dan membuka pintu apartemennya. Zelin masuk dan langsung di sambut oleh kedua orang tuanya.
"Hai sayang, mama kangeeen."
Friska segera memeluk erat Zelin, meluapkan kerinduan pada Putri semata wayangnya yang kini tidak tinggal dengan mereka. Rasanya sudah lama sekali tidak bertemu, meskipun setiap akhir pekan Zelin selalu pulang.
"Zelin juga kangen Mama. Kangen Papa juga sebenarnya." Zelin mengurai pelukannya dari Friska, kemudian memeluk Rafael yang sedari tadi tersenyum menatap keduanya. Zelin putri kesayangannya, ternyata sudah dewasa sekarang.
Setelah memeluk Rafael, Zelin dan kedua orang tuanya duduk di sofa ruang tamu. Friska terlihat membawa makanan cukup banyak. Dan di lihat semua adalah kesukaan Zelin. Ia membantu mamanya menata makanan kemudian mereka menyantap makanan itu bersama. Meskipun sudah kenyang, Zelin tetap makan demi menyenangkan mamanya.
"Sayang, kamu tadi belanja apa? Kok mama lihat kamu nggak bawa belanjaan sih?"
Zelin hampir tersedak mendengar pertanyaan mamanya. Ia tidak menyangka mamanya akan menanyakan hal seperti itu. Ia juga lupa bahwa tadi tidak membawa belanjaan apapun.
"Tadi cari pembalut di bawah Ma. Kebetulan merk yang aku pengen kosong. Jadi nggak dapet apa-apa."
"Oooh, gitu."
"Papa nggak nyangka ya Ma, tiba-tiba Zelin kita udah sebesar ini. Kamu tahu nggak sayang, perasaan papa kamu itu kayak tetep masih bayi gitu."
"Duuuh, aku tu udah 21 tahun, Pa. Udah kelewat remaja. Masak masih tetep kayak bayi."
"Ternyata bungsu kita udah gadis, Pa. Udah waktunya nikah."
"Ih, Mama apaan sih, aku masih belum lulus kuliah Ma. Perjalanan menuju cita-cita masih panjang. Nikah itu belakangan."
"Iya, mama ngerti. Mama juga nggak akan maksa kok. Kecuali kalau ada yang cocok, hehehe."
"Ma!!"
"Bercanda Sayang. Ngomong-ngomong, kakak kamu itu udah punya calon belum sih. Kok mama was-was ya. Udah umur 26 kalau nggak salah. Kok belum ada bau-bau punya pacar."
"Mama nggak usah rempong deh. Itu urusan Zafran. Selama ia bekerja dengan baik dan tidak neko-neko, sebaiknya nggak usah mama recokin."
"Yeee, siapa juga yang mau recokin Zafran. Mama tu cuma khawatir Pa. Papa belum denger, anaknya Pak Bambang sama Bu Santi yang dulu nggak jadi nikah sama Syafa."
"Alex maksud Mama?"
"Iya Pa. Kata temen mama, dia belum nikah sampai sekarang. Apa sebegitu patah hatinya sama Syafa ya, kok sampai bertahun-tahun kemudian tetap belum move on. Syafa sama Revan saja anaknya udah tiga."
"Mungkin bukan karena belum move on Ma. Ya belum aja yang cocok aja kali. Banyak kok yang naksir dia. Rekan-rekan bisnisnya juga banyak yang suka dan berniat menjodohkan anak mereka karena Alex sangat sukses dan kompeten. Tapi ya, Alex-nya belum cocok."
Zelin sedikit tidak nyaman saat kedua orang tuanya tanpa sengaja membicarakan Alex. Tapi ia tidak menyahut apapun karena orang tuanya pikir Zelin sudah melupakan cinta monyetnya itu. Mereka tidak tahu, Zelin lah yang membuat Alex tidak bisa menikah sampai sekarang.
"Eeeeh, papa ingat nggak, dulu Zelin tergila-gila sama dia lo. Bahkan katanya mau nikah sama dia. Kamu ingat nggak sayang?" Friska tersenyum menggoda ke arah putrinya, membuat Zelin memutar bola matanya jengah.
"Ma, itu masa lalu. Jangan di ingetin deh. Bikin malu aja."
"Kamu nggak tertarik? Dia masih jomblo lo."
"Ma, sudah. Zelin masih muda. Kok pikiran mama seputar nikah aja dari tadi. Lagi pula Alex udah kelewat umur kalau dibandingkan sama Zelin. Mama mulai ngaco."
"Ya nggak gitu juga Pa. Kan ya jaga-jaga aja. Kita kan punya perjaka dan perawan. Nggak ada salahnya dong kita nyari dari sekarang."
"Udah, udah. Kita makan yang tenang Papa, Mama. Jangan terus ngomongin jodoh aja. Aku sama Kak Zafran pasti bisa cari sendiri. Mama nggak perlu repot-repot."
"Iya, iya. Maaf. Oh ya Pa, kemarin kita dapat undangan makan malam dari papa kamu kan?"
"Oh ya, Papa lupa. Sayang, besok malam datang ya. Kita semua kumpul keluarga."
"Ada acara khusus ya Pa?" Tanya Zelin sambil menyantap salad buah favoritnya. Mamanya benar-benar tahu betul selera saladnya yang creamy.
"Katanya ada teman lama kakek mau berkunjung. Sama anak dan cucunya. Makanya kita semua juga di suruh kumpul. Biasa, kakek kamu suka kalau kita semua kumpul."
"Oke Pa. Aku usahain dateng. Meskipun pasti jenuh reuni orang tua gitu. Aku males sebenarnya."
"Tapi kata kakek anak temannya ini rektor kamu lo. Kalau nggak salah kemarin kakek bilangnya gitu."
"Apa? Rektor universitas aku, nggak salah Pa?"
"Itu yang papa dengar kemarin. Tapi nggak tahu deh. Besok aja kita lihat."
Zelin termenung sejenak. Jika memang benar tamu kakeknya besok adalah rektornya, maka yang di maksud cucu dari teman kakeknya itu bisa jadi adalah Professor Devin. Mungkinkah begitu? Kalau benar kenapa bisa ada kebetulan seperti ini. Zelin benar-benar tidak habis pikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Passion ( On Going )
RomanceSeumur hidupnya, Zelin hanya terfokus pada satu pria, yaitu Alex Ferdinand Hendarto. Sejak umur sembilan tahun, Zelin sudah menaruh hati pada pria yang seumuran dengan pamannya itu. Bukan hanya cinta, Zelin bahkan sudah menyerahkan tubuhnya pada pri...