Part 15

860 97 4
                                    

"Profesor Devin, kau benar-benar pintar memilih gadis. Aku dengar, gadis incaranmu itu cucu Rudi Hartono. Salah satu konglomerat paling berpengaruh saat ini. Aku salut, keluarga kalian benar-benar sepantang." Ucap pria paruh baya yang kini duduk di antara Alex dan Devin.

"Profesor Danu terlalu berlebihan. Zelin belum tentu mau dengan saya karena usia kami agak jauh. Itu hanya keinginan sepihak saya. Belum tentu Zelin mau sama saya." Devin menjawab diplomatis. Tidak ingin terlihat begitu mengharapkan Zelin karena takut di tolak. Belum tentu gadis itu mau dengannya mengingat umur mereka yang terpaut sembilan tahunan.

"Siapa juga yang bisa menolak lelaki hebat sepertimu. Selain dari keluarga terpandang, kau juga sangat hebat dan berprestasi. Aku yakin gadis itu pasti menerimamu jika kau mengungkapkan perasaanmu."

Devin tersenyum sekilas namun tindak menyahut lagi perkataan Profesor Danu. Ia kemudian fokus ke panggung, menatap Zelin yang saat ini tengah berlenggak-lenggok bak model internasional. Sungguh terlihat sangat cantik sekali, Devin benar-benar tidak bisa berkedip melihatnya.

Tanpa Devin sadari, sedari tadi ada yang menatapnya dengan geram. Mengepalkan tangan, menahan diri untuk tidak meninju wajah Profesor muda itu. Andai Devin tahu, wanita muda yang sangat dikaguminya itu ada di atas ranjangnya setiap malam, Devin pasti akan mati berdiri karena syok.

Menahan seluruh emosinya, Alex kembali memfokuskan pandangannya ke atas panggung di mana Zelin tengah berlenggak-lenggok mempesona di sana. Gadis itu terlihat sangat mengagumkan dengan gaun merah maroon-nya. Sesekali gadis itu menatapnya dan terlihat sangat senang saat menyadari kehadirannya.

Zelin juga berhenti sebentar dan membiarkan Friska memotretnya. Ibu Zelin itu menatap putrinya penuh kekaguman. Pun Rafael terus bertepuk tangan sambil mengacungkan jempol. Zelin juga sempat melirik Devin yang tersenyum singkat pada lelaki itu, membuat Alex berang bukan main melihatnya.

Kenapa Zelin sempat-sempatnya melirik pria itu. Devin pasti jadi besar kepala setelah ini. Nanti di apartemen, Alex akan memperingati keras Zelin agar tidak sering-sering berinteraksi dengan Devin di luar jam kuliah. Mengganggu kuliah Zelin saja jika terus dibiarkan.

Setelah Zelin berlalu, berganti dengan mahasiswi lain dan Alex sudah tidak berminat melihat lagi. Selanjutnya hanya acara-acara membosankan dan Alex hanya bermain ponsel agar tidak jenuh. Beberapa saat kemudian, asistennya memberi tahu jika acara sudah berakhir.

Alex berjalan keluar setelah acara selesai. Ia ingin segera pulang dan istirahat. Zelin kemungkinan akan pulang ke rumah orang tuanya mengingat malam ini mereka semua hadir. Alex berjalan pelan di iringi asistennya dari belakang.

Sesampainya di lorong kampus yang luas, Alex mendapati Rafael dan Friska berbincang dengan Devin. Mereka terlihat akrab dengan Zelin berada di tengah-tengah mereka. Menyadari kehadirannya, Zelin segera tersenyum manis. Alex hanya menatap datar, mengabaikan Zelin dan berjalan menuju parkiran. Ia ingin segera pulang dan beristirahat karena sudah malam.

Di sepanjang perjalanan, pikiran Alex mulai tidak karuan. Seharusnya ia senang karena jika Devin bisa menaklukkan hati Zelin, ia akan terbebas dari gadis ngeyel itu dan bisa segera menikah. Namun kenapa Alex sekarang jadi kesal sendiri. Menatap jendela kaca mobil, Alex memilih memejamkan matanya, menikmati malam karena asistennya yang saat ini menyetir memilih jalan pintas agar terbebas dari kemacetan.

**
Jena keluar dari gedung kampus dengan wajah cemberut. Kedua orang tuanya meskipun di luar negeri tapi tidak berhenti menerornya. Menyuruhnya pulang tepat waktu padahal acara belum selesai. Alhasil, ia kena omel karena kedapatan puiang jam 10 malam.

Jena tidak sempat pamitan pada Zelin dan Sasa. Ia segera menuju mobilnya dan bersiap pulang agar tidak bertambah kena omel dari kedua kakaknya. Namun sial, ban mobilnya justru kempes di saat genting seperti sekarang. Jena menendang ban mobil itu dan alhasil justru kakinya yang sakit.

"Aaaww." Jena berjinjit, menahan sakit akibat tendangan bar-barnya. Ia semakin kesal karena mobil ini benar-benar memberikan kesialan padanya malam ini.

"Butuh bantuan?"

Jena menoleh mendengar suara yang sudah tidak asing baginya. Wajahnya seketika memerah melihat Zafran berjalan ke arahnya sambil tersenyum manis. Jena seketika gugup, ia menoleh sambil memejamkan matanya sekilas, menyembunyikan kegugupannya dari Zafran. Ia kemudian kembali menatap Zafran sambil tersenyum manis, menata rambutnya agar terlihat sempurna dan berusaha sebaik mungkin supaya tidak terlihat gugup dan konyol.

"Kak Zafran, eeeeh___"

"Mobilmu tampak bermasalah. Kenapa?" Tanya Zafran begitu dirinya tiba di depan Jena.

"Eeeh, itu Kak, bannya kempes. Aku sudah kemalaman dan dari tadi orang tua dan kakakku terus menerorku agar segera pulang. Aku kesal sendiri jadinya." Jena cemberut kesal dan entah kenapa teman adiknya ini sejak dulu tampak menggemaskan di mata Zafran.

"Jam segini kau akan kesulitan mencari bengkel. Aku antarkan saja dan mobilmu biar orangku yang mengurusnya."

"Apa, apa tidak merepotkan?" Jena tidak bisa menutupi rasa bahagianya. Kupu-kupu seolah beterbangan mengelilingi kepalanya.

"Tidak. Lagi pula aku laki-laki, tidak masalah kalau pulang malam. Kau perempuan, itu lebih beresiko."

"Zelin bagaimana?"

"Zelin pulang dengan papa dan mama. Mereka masih di dalam. Berikan kunci mobilmu biar asistenku yang mengurusnya."

Dengan jantung berdebar-debar tidak karuan, Jena memberikan kunci mobilnya pada Zafran. Lelaki itu kemudian memberikan kunci mobil Jena pada laki-laki yang berdiri tidak jauh dari mereka. Zafran kemudian membuka pintu mobil dan menyuruh Jena masuk. Zafran kemudian masuk dan mobil melaju dengan pelan karena banyak mobil lain yang antri keluar dari parkiran kampus.

Jena mengecek-ucek matanya saat melihat Sasa seperti di tarik seorang pria yang tidak asing baginya. Jena bisa melihat dengan jelas dari sudut yang pas jika yang menarik Sasa adalah profesor Devin. Ya, Jena bisa melihatnya dengan jelas. Tapi, ada hubungan apa antara Sasa dengan profesor Devin?

"Kau melamun?" Suara Zafran dari sebelahnya membuat Jena seketika tersadar dari lamunannya. Ia segera mengalihkan tatapannya pada Zafran yang tengah tersenyum manis padanya.

"Tidak Kak. Aku hanya melihat seseorang yang tidak asing. Tapi mungkin aku salah lihat."

"Terlalu banyak orang dan juga sudah malam. Mungkin kau sudah mengantuk."

"Eeem, mungkin juga begitu."

Zafran menyetir dengan santai saat keluar dari wilayah kampus yang luas. Jena yang ada di sampingnya juga tidak bersuara sama sekali. Zafran ingat, dulu saat masih SMA dan kerap bermain ke rumahnya, Jena tipe gadis yang cerewet dan perfeksionis.

"Kau jarang main ke rumah sekarang." Ucap Zafran mencoba memecah keheningan di antara mereka. Jena menoleh, sedikit gugup dan bingung menjawab pertanyaan Zafran.

"Sekarang Zelin tinggal di apartemen. Jadi aku ke apartemennya."

"Ooh, benar juga. Gadis kurang kerjaan itu memilih tinggal sendiri. Ada-ada saja. Oh ya Jen, orang tua dan kakak-kakak kamu nggak hadir malam ini?"

"Papa sama mama ke luar negeri Kak. Kak Jeremi ada perjalanan bisnis juga. Sedangkan kak Jeni masih gadis bedrest karena hamil muda. Mereka nggak ada yang bisa datang tapi pada cerewet suruh cepat pulang. Khawatir berlebihan banget."

"Aku kalau sama Zelin juga gitu. Nggak tenang banget semenjak dia tinggal sendiri. Aku sama mama berulang kali membujuk Papa supaya Zelin diminta pulang kembali ke rumah. Tapi papa terlalu manjain Zelin dan ngasih kebebasan. Jadinya ya, aku cuma bisa ngawasin dari kejauhan aja. By the way, Zelin nggak pernah aneh-aneh kan?"

"Maksud Kak Zafran aneh-aneh gimana?"

"Ya pacaran sama cowok nggak jelas gitu. Sepengetahuanku, dia nggak pernah pacaran sejak remaja."

Dan Jena benar-benar dilema untuk menjawabnya. Tidak mungkin kan Jena mengatakan pada Zafran kalau selera adiknya itu adalah pria tua yang sebenarnya lebih pantas menjadi paman mereka.

Hot Passion ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang