"Pak, ada apa lagi ini? Kenapa bapak tiba-tiba memukul saya?"
Sasa menatap Devin kebingungan sambil meneteskan air mata. Ia tidak mengerti kenapa lelaki itu jadi begitu kasar padanya. Sekesal apapun sebelumnya, Devin tidak pernah memukul seperti sekarang.
"Kau jalang sialan Sasa!! Setelah gagal memikatku, sekarang kau mengincar kakakku. Berani sekali kau!!" Devin menatap bengis pada Sasa, kesal setengah mati melihat bagaimana wanita itu tadi menggoda kakaknya.
"Pak, bukan seperti itu. Pak Darrel pernah menolong saya. Tadi kami kebetulan bertemu dan saya mengucapkan terima kasih."
"Menolongmu, kau pikir aku percaya dengan semua ucapan bohongmu itu. Aku tahu Sasa, sejak awal kau menggodaku agar posisimu aman dan perusahaan keluargamu tetap baik-baik saja. Saat kau gagal dan aku tidak tertarik padamu, kini kau mulai menggunakan kakakku. Kau benar-benar berbakat menjadi pelacur Sasa."
Plaaaak
Tangan Sasa menampar Devin tanpa sadar. Ucapan Devin sangat keterlaluan dan Sasa tidak bisa menerimanya. Sasa memang salah karena melacurkan diri pada Devin. Tapi dia tidak sehina seperti yang diucapkan oleh Devin tadi. Sasa masih punya harga diri. Setidaknya selama ini hanya tidur dengan Devin, tidak pernah dengan pria lain.
Devin langsung geram dan menyentuh pipinya yang tadi ditampar oleh Sasa. Ia murka dan langsung mencekik Sasa karena sudah berani memukulnya dengan lancang.
"Paaaak, sakiiiit!!" Sasa menahan cekalan tangan Devin agar tidak semakin keras, namun ia kalah karena tenaga mereka yang tidak sepantang.
"Beraninya pelacur sepertimu memukulku. Kau benar-benar tidak pantas hidup Sasa. Ini peringatanku, jika kau berani mendekati Kak Darrel, aku tidak segan-segan membuat keluargamu bangkrut. Camkan itu!"
Devin menghempaskan cekalan tangannya pada leher Sasa, membuat wanita itu terbatuk-batuk. Ia membuka pintu kemudian membantingnya dengan kasar, membuat Sasa memegangi dadanya karena terkejut.
Sepeninggal Devin, Sasa menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Ia segera menormalkan napasnya kemudian keluar dari ruangan itu. Ia sudah di tunggu oleh kedua orang tuanya di parkiran. Masalah ini akan ia pikirkan besok saja. Sekarang sudah tidak ada waktu dan Sasa tidak mau kedua orang tuanya curiga karena dirinya sudah pamit terlalu lama.
**
"Pa, Ma, ini serius? Astagaaaaa, Kakek itu kenapa sih?"
Zelin yang sedang sarapan bersama kedua orang tuanya terkejut saat papanya mengatakan bahwa kakek berencana menjodohkannya dengan Profesor Devin. Jaman sekarang bisa-bisanya kakeknya masih punya pemikiran seperti itu. Ayolah, Zelin bukan Siti Nurbaya yang harus di jodohkan. Jika Zafran tidak berangkat ke kantor lebih pagi, ia pasti akan ditertawakan habis-habisan oleh kakaknya itu.
"Mungkin kakek kamu terobsesi ingin besanan dengan temannya itu. Maklumlah, mereka juga dari keluarga yang sangat berpengaruh. Bisa papa lihat, Devin sangat cerdas dan cakap. Selain Profesor, dia juga seorang arsitek handal. Papa juga maklum kenapa kakek ngebet menjodohkan Devin sama kamu. Mungkin kalian bisa cocok karena sama-sama arsitek."
Zelin meletakkan sendoknya, menatap tak percaya pada papanya. Jangan bilang papanya juga punya pemikiran sama dengan sang kakek. Ayolah, Zelin tidak mencintai Profesor Devin, ia mencintai Om Alex. Dan hanya masalah waktu saja, suatu saat ia akan mengungkapkan keinginannya untuk menikah dengan Alex pada keluarganya.
"Jangan bilang Papa setuju dengan idenya kakek? Pa, aku nggak cinta sama Profesor Devin. Lagi pula, malu-maluin banget sih zaman sekarang masih jodoh-jodohan. Kayak aku udah nggak laku aja."
Zelin meminum air putih yang ada di sampingnya kemudian melanjutkan sarapannya. Friska dan Rafael saling menatap dan tersenyum tipis, mereka sudah menduga Zelin akan menolak mentah-mentah perjodohan ini.
"Terus, anak mama yang cantik ini sekarang pacarnya siapa? Masak kalah sama mama. Mama aja seumuran kamu dulu udah pacaran sama papa lo." Goda Friska sambil mengerling menatap Rafael. Pria itu memutar bola matanya jengah, Friska selalu mengungkit-ungkit perbuatan bejatnya di masa lalu jika ada kesempatan.
"Ya, aku nggak mau ngawur kayak mama lah. Aku selektif. Aku nggak mau kalau punya pacar playboy kayak papa."
"Hei, kamu ini ngomong apa. Kamu pikir papa pria sembarangan. Papa dulu cowok paling tampan di kampus, makanya mama kamu sampai klepek-klepek."
Zelin mengibas-ibaskan tangannya. Ia menaruh sendoknya sambil menatap intens pada papanya.
"Pa, aku tahu papa dulu suka main cewek. Mama yang cerita. Papa dulu suka main belakang sama Mama."
Mendengar omongan Zelin, Rafael seketika melotot menatap Friska yang kini terkikik sambil meneruskan makannya. Ia tidak menyangka, Friska membuka rahasianya pada putri tunggal mereka.
"Ya, itu kan dulu. Sekarang intinya cinta papa cuma buat mama kamu."
"Udah udah, nggak usah berantem. Mama akui, papa kamu emang dulu ganteng banget. Mirip sama Zafran. Makanya mama tergila-gila."
"Tapi kalau main cewek gitu sih aku ogah Ma. Makan hati banget nggak sih."
"Sembarangan kamu. Ngatain papa sedari tadi. Kamu lihat sendiri kan, semenjak nikah, papa udah nggak pernah main perempuan. Papa cuma fokus sama kita sekeluarga aja. Padahal banyak lo temen papa yang nawarin istri kedua."
"Pa!!"
"Sori Ma, keceplosan. Lagi pula papa juga nggak minat. Mama itu satu-satunya buat papa." Rafael hanya cengengesan saat Friska memelototinya. Zelin hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat perdebatan kedua orang tuanya.
Kalau Zelin jadi mamanya, mungkin akan berbeda lagi ceritanya. Ia pantang terhadap laki-laki yang suka main perempuan. Memang Om Alex dulu suka bermain-main dengan wanita, tapi semenjak Zelin remaja, pria itu tidak bisa beranjak darinya karena Zelin terus menempel kemanapun pria itu pergi. Bahkan Zelin tidak akan segan-segan menghajar siapapun yang mencoba menggoda Alex di depan matanya.
Jadi perempuan itu harus tegas. Mungkin itu yang membuat Om Alex selama ini urung untuk menikah meskipun belum mencintainya. Pria itu pasti tahu jika ia menikah, Zelin tidak akan ragu-ragu untuk memporak-morandakan pesta pernikahan pria itu. Setidaknya jadi perempuan harus keras agar tidak ada laki-laki yang berani macam-macam.
"Eh Pa, tahu nggak. Kita kemarin kan bahas Alex. Kemarin mama ketemu sama Bu Santi, mamanya Alex. Kata Bu Santi, beberapa hari yang lalu Alex menjalani kencan buta yang diusulkan oleh Bu Santi. Nggak kaleng-kaleng Pa, katanya yang di jodohkan itu anak kedua Pak gubernur. Menurut mama sepantang sih. Anak kedua gubernur itu juga lumayan cantik, Mama pernah lihat sekali di pesta teman mama waktu itu."
"Beneran Ma!! Waaah, bisa papa jadiin candaan pas rapat nanti."
Rafael dan Friska terkekeh membahas Alex yang katanya sedang di jodohkan. Tanpa mereka sadari, putri mereka jadi murung dan tidak berselera makan. Zelin kesal bukan main. Jadi, Om Alex belum memberi tahu mamanya bahwa ia menolak putri gubernur. Atau Om Alex sebenarnya menerima wanita itu. Sialan. Zelin benar-benar akan mencekik Alex jika laki-laki itu berani bermain-main dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Passion ( On Going )
RomanceSeumur hidupnya, Zelin hanya terfokus pada satu pria, yaitu Alex Ferdinand Hendarto. Sejak umur sembilan tahun, Zelin sudah menaruh hati pada pria yang seumuran dengan pamannya itu. Bukan hanya cinta, Zelin bahkan sudah menyerahkan tubuhnya pada pri...