Zelin berlenggak lenggok di atas karpet catwalk meskipun cara berjalannya masih kaku. Ia berhenti beberapa kali untuk membenarkan high heels nya. Sumpah, jika bukan karena di tunjuk langsung oleh salah satu dosennya, Zelin tidak sudi cosplay jadi model seperti ini.
Ayolah, ia calon arsitek, bukan model.
Tapi, ia tidak sanggup menolak karena sungkan. Dan sekarang ia harus berlatih keras untuk berjalan di atas catwalk. Sasa yang juga di tunjuk, terlihat lebih santai dan lebih kalem darinya. Sedangkan Jena tampak terkikik di bangku penonton menyaksikan mereka latihan. Jena tidak masuk karena tinggi badannya kurang 3 cm. Sialan. Beruntung sekali wanita itu hanya karena kurang 3 cm saja.
Sesekali Zelin menguap karena mengantuk. Tapi ia harus tetap latihan keras karena Bu Gina, dosennya ingin peragaan busana ini sempurna ketika tampil nanti. Mengingat anniversary kampus nanti selain mengudang beberapa pejabat juga mengudang para pengusaha sukses, termasuk papanya, Om Revan dan Om Alex kesayangannya.
Kalau bukan demi di lihat oleh Om Alex, Zelin tidak akan sudi latihan agar terlihat sempurna. Ia pasti akan latihan semampunya saja. Lagi pula, kenapa bukan anak-anak jurusan desain fashion sih yang rempong dengan peragaan busana. Bukankah nanti yang di tampilkan adalah gaun rancangan mereka. Kenapa anak-anak jurusan lain juga dilibatkan. Apa anak jurusan desain fashion itu pendek-pendek? Hah, Zelin jadi tidak habis pikir mengingatnya.
"Ayo istirahat!!" Suara teriakan pelatih membuat Zelin menghembuskan napas lega. Ia segera menoleh ke arah Sasa yang berjalan ke arahnya. Mereka berdua turun bersama dan duduk di samping Jena yang masih cekikikan sedari tadi.
"Kalian berdua benar-benar calon model papan atas. Aku salut pada kaki kalian yang terlihat hampir patah karena menggunakan high heels yang sangat tinggi. Hehehe." Jena cengengesan sambil melihat ponselnya yang sedari tadi sibuk merekam Zelin dan Sasa yang berlenggok-lenggok di atas karpet catwalk. Sesekali ia cekikikan, melihat wajah muram Zelin yang beberapa kali di tegur karena cara berjalannya salah.
"Demi Tuhan, ini sangat memuakkan." Ucap Sasa sambil mengelap keringatnya. Ia setuju dengan Zelin jika acara ini sangat menyebalkan. Tidak seharusnya anak fakultas lain di libatkan. Tapi mungkin karena ini acara resmi untuk mempromosikan mahasiswi desain fashion, model yang di pakai juga harus yang memiliki standart tinggi yang pas dan body yang bagus.
"Aku tidak menyangka menjadi model sesulit ini. Aku dengar persaingan di dunia modelling sangat ketat. Bahkan ada yang takut makan karena khawatir menambah berat badan. Kenapa profesi ini menyiksa sekali. Untung kita bukan model."
"Kalian nikmati saja. Kapan lagi ada kesempatan berlenggak lenggok di depan para dosen dan rektor. Ini kesempatan langka. Jangan mengeluh seperti itu."
"Tutup mulutmu Jena. Kenapa tidak kau saja yang menggantikan kami. Kenapa kau bahagia sekali menjadi penonton penderitaan kami."
Jena langsung tergelak dengan sahutan ketus Zelin. Ia merasa beruntung karena kurangnya tinggi tubuh menyelamatkannya dari kegiatan konyol ini. Membayangkan berlenggak lenggok di depan dosen, entah kenapa membuat Jena malu sendiri.
"Heh, gais, itu profesor Devin. Kayaknya dia mau kemari deh. Tuh, jalannya aja jelas menuju ke sini."
Sontak ketiganya menoleh ke arah yang di tunjuk Jena. Dan benar saja, profesor Devin berjalan ke arah mereka dengan penampilan sederhana yang entah kenapa terlihat sangat tampan. Pria itu tersenyum ke arah ketiganya kemudian berhenti tepat di hadapan mereka.
"Hai semuanya, apa sudah cukup latihannya?"
Ketiganya gugup dan bingung harus menjawab apa. Karena situasi yang sangat kaku, akhirnya Zelinlah menjawab pertanyaan profesor tampan itu.
"Sudah cukup Prof. Kami baru saja selesai dan berniat pulang karena latihan ini ternyata cukup melelahkan."
Devin langsung tersenyum kemudian duduk di salah satu kursi yang agak berjauhan. Tidak enak juga duduk dekat-dekat dengan mahasiswinya. Meskipun begitu, Sasa terlihat tidak nyaman dengan kehadiran Devin di antara mereka.
"Tadi aku melihat kalian dari kejauhan. Kenapa sepertinya sulit sekali. Apa berlenggak lenggok seperti itu membosankan?" Tanya Devin membuka percakapan yang agak konyol karena tidak tahu juga harus membahas apa dengan tiga mahasiswanya ini. Ia hanya ingin dekat dengan Zelin, tapi tidak mungkin juga mengusir kedua temannya itu.
"Sejujurnya itu sangat membosankan Prof. Tapi bagaimanapun juga tidak mungkin kami menolak."
"Kegiatan ini hanya setahun sekali untuk memeriahkan acara kampus sekaligus memperkenalkan bakat-bakat mahasiswa kita kepada para tamu yang akan datang. Jika salah satu rancangan mereka di lirik perancang busana ternama, itu akan mengangkat nama kampus kita."
"Tapi Prof, kenapa tidak mahasiswi dari jurusan desain fashion saja yang tampil? Kenapa harus dari fakultas lain juga?" Tanya Jena mewakili kedua temannya. Zelin juga mengangguk, menyetujui ucapan Jena berusan.
"Sepertinya dosennya harus memilih mahasiswi yang bertubuh bagus juga agar gaunnya bertambah bagus saat digunakan. Tidak mungkin kan yang bertubuh terlalu gemuk ikut. Sudahlah, acara ini tidak selamanya. Jangan terlalu di pikirkan. Setelah acara selesai kalian juga bisa kuliah seperti sediakala."
Zelin dan Sasa mengangguk lesu, sementara Jena terkikik puas. Ia juga tidak bisa membayangkan jika harus berlenggok-lenggok seperti Zelin dan Sasa tadi. Pasti sangat menggelikan. Apalagi jika nanti Kak Zafran hadir. Mau di taruh dimana wajahnya. Kata Zelin papanya dan Zafran juga di undang. Papanya Sasa juga hadir. Yang tidak bisa hadir adalah papanya karena ada urusan di luar kota.
"Mau ku traktir makan bakso di kantin. Bakso di sana sepertinya enak."
Zelin dan kedua temannya langsung melongo mendengar tawaran Profesor Devin. Tidak menyangka dosen killer itu akan mentraktir mereka makan. Ada apa ini? Apa ada yang salah dari pria itu?
Menyadari tatapan Devin pada Zelin, Sasa yang duduk di samping Zelin segera berdiri. Ia harus segera pamit karena tidak ingin melihat pemandangan dimana Devin terlihat begitu mengagumi Zelin. Ia sakit hati, tapi tidak berani bicara pada siapapun.
"Maaf saya tidak bisa ikut. Saya harus segera pulang karena ada urusan di rumah."
"Sa, lo yakin nggak bareng kita?" Tanya Jena heran. Memangnya Sasa ada urusan penting apa di rumahnya. Kenapa baru sekarang ada urusan. Tadi baik-baik saja. Jena bingung sendiri.
"Tadi nyokap chat ada saudara jauh gue mampir. Ya udah, kalian makan aja. Aku pamit duluan." Sasa kemudian menoleh pada profesor Devin dan mengangguk pada lelaki itu.
"Saya permisi Prof."
Tanpa mempedulikan tatapan heran kedua temannya, Sasa berlalu dari hadapan mereka. Zelin dan Jena saling menatap heran, mereka mulai merasa memang Sasa semakin hari semakin aneh. Entah karena apa.
"Bagaimana, kalian mau ku traktir?" Tanya Devin sekali lagi saat Sasa sudah tidak terlihat.
"Nggak usah Prof. Nggak enak di lihat mahasiswa lain. Takutnya nanti kalau aku dapat nilai bagus disangka nepotisme." Jawab Zelin dan langsung membuat Jena dan Devin tergelak bersamaan. Mereka kemudian berbincang ringan dan tidak menyadari dari balik pintu, Sasa melihat pemandangan itu dengan air mata mengalir di kedua pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Passion ( On Going )
RomanceSeumur hidupnya, Zelin hanya terfokus pada satu pria, yaitu Alex Ferdinand Hendarto. Sejak umur sembilan tahun, Zelin sudah menaruh hati pada pria yang seumuran dengan pamannya itu. Bukan hanya cinta, Zelin bahkan sudah menyerahkan tubuhnya pada pri...