🥤56. Kamu Cinta Riza, Cak?

50 8 0
                                    

Mobil Cakra melaju membela jalanan Jakarta di siang hari yang tumben tak terlalu padat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mobil Cakra melaju membela jalanan Jakarta di siang hari yang tumben tak terlalu padat. Gue menggenggam erat jemarinya, memandang kosong jalanan sebab fokus gue sepenuhnya tengah teralihkan dengan benak harus merangkai kata-kata perpisahan menyakitkan dari mana.

Apa Cakra akan bisa menerimanya?


"Kamu mikirin apa sih, yang? Hari ini pendiam banget. "

"Ada deh... Kepo. " Gue mengulas senyum dan beranjak duduk tegak di kursi gue seraya menatapnya.

Hanya tersenyum bodoh tanpa berucap sepatah kata pun sampai Cakra menyadarinya dan balas menyinggung senyum manis.

"Sekarang Kenapa lagi, hah? "

Gue menggeleng, masih dengan senyum lebar yang tadi. "Kamu ganteng... "

Cakra pura-pura tersedak seraya menggoyang genggaman tangan kami jahil. "Iya aku tau, kamu udah sering kasih tau aku fakta itu. "

Lalu di ciumnya punggung tangan gue yang ia genggam  lembut. "Ayo bilang, kamu mau minta apa. Biasa kalau ngalus tiba-tiba begitu pasti karena ada maunya kamu  'kan? "

Gue terkekeh jaim sambil mengangguk setuju, "Ih selain pinter, peka banget sih kamu... Nilai seratus buat Cakra!"

"Kalau dapat nilai seratus artinya aku bakal di kasih hadiah dong? Kan ga lucu kalau aku yang dapat nilai tapi kamu yang dapat rewardnya dari pria peka ini?"

Gue tertawa. "Iya deh, oke kalau gitu. Hari ini bukan kamu yang harus nurutin mau aku tapi aku yang bakal kasih kamu satu permintaan buat aku kabulkan. Cukup? "

Cakra menaikan sebelah alisnya jahil melirik gue. "Yakin? Bakal kamu kabulin beneran? "

Gue mengangguk. "Iya."

"Apapun? "

Sekali lagi gue mengangguk. Tapi melihat senyuman sus dari wajah pria itu reflek mengundang tangan gue buat tak tahan  menabok pundaknya. "Mikir apa kamu? Jangan minta yang aneh-aneh yah! Ga berlaku! Didiskualifikasi! "

"Astaga, yang!  Emang kamu pikir aku mikir apaan sih! Nabok tanpa permisi. Kamu lupa aku gini-gini aset berharga tau! Aset berharganya kamu... "

"Ih! Geli Cakra! Mulut kamu tuh yah!"

"Dari pada Sakit, Imel! Tabokan kamu nih! "

"Lagian ekspresi kamu mencurigakan gitu, aku kan jadi gemes pen nabok. "

"Aku kan udah pernah bilang, Lain kali gemes jangan reflek  tabok aku. Cukup sun tipis-tipis disini, aku ga bakal marah kok. " Ujarnya santai seraya mengkode pipinya yang tersungging lesung pipi itu pede.

"Ihhhh... Girang kamu kalau gitu. "

Kami pun saling tertawa, sekali lagi pria itu mencium punggung tangan gue seraya menatap jalan didepan kami.

Our Blue Sky : JOVAN (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang