TW // murder; mention of genocide;
Celaeno, Kepulauan Pleiades
Yang tak disukai Abigail pada saat seperti ini adalah bagaimana sayap-sayapnya terasa akan patah. Perasaan bahwa dia ingin sekali merobek mereka beserta lengannya sehingga pegal takkan lagi terasa. Gemerisik pepohonan adalah satu-satunya yang terdengar sementara ayahnya dan yang lain tengah bercengkrama, gadis itu menutupi diri dengan tudung dan rambut hitam legamnya. Semilir angin menciptakan bunyi gemeretak dari api unggun mereka.
Dia menoleh ketika mendengar korek katak dan kodok dari danau; ayahnya tertawa karena lelucon yang diberikan temannya sebelum menoleh padanya.
"Nah, nak," dia memanggil, membuatnya mengalihkan pandangan. "Apa menurutmu soal Celaeno?"
Celaeno. Kerajaan dimana mereka sekarang berada. Para makhluk abadi akan berkumpul di salah satu kediaman serigala bayangan untuk konferensi setiap tahunnya, juga untuk melihat jika ada ramalan yang menentukan nasib dunia atau tidak.
Abigail menjilat bibirnya sebentar, merasakan rempah sup hangat yang tertinggal disana. "Aku rasa ini adalah tempat yang baik," dia berkomentar dengan aman. "Serigala bayangan memilih tempat yang tepat."
"Iya 'kan?" sang ayah mengusap rambutnya, berpaling pada teman-temannya. "Kalian seharusnya berpikir seperti ini juga."
Dan barulah Abigail mendengarkan percakapan mereka.
"Tak ada yang bisa menjamin bahwa Sang Kegelapan tak ada disini – bahkan ketika serigala bayangan menjamin bahwa ini aman."
"Lalu kau ingin menjamu mereka lagi untuk pertemuan tahun ini, Matthew?" tawa ayahnya. "Kau tahu berapa banyak uang yang harus dikeluarkan."
Abigail menoleh kembali pada danau. Jika dia tak menoleh pada selimut dan gelas terbengkalai, dia akan melupakan temannya yang lain – izin ke belakang untuk menuntaskan sesuatu. Namun ini telah memakan waktu terlalu lama. Dimana Camilla berada?
"Aku akan ke belakang," ucapnya.
Sang ayah menoleh. "Kau tahu jalannya?"
"Aku tahu," dia membalas. "Camilla juga ada disana. Aku takkan sendirian."
Ayahnya mengangguk ragu, memperhatikan putrinya yang sayapnya menyusut dan menyisakan wujud manusianya sebelum berbalik ke arah pepohonan.
Tak ada yang dia harapkan sementara tangannya tetap berada di depannya, binar api berpendar dan memberikannya arah. Dia tahu bahwa Camilla tengah berada di dekat danau, duduk sendirian seperti yang selalu dia lakukan di desa mereka. Abigail tersenyum ketika melihatnya, duduk di sampingnya.
"Hai."
Gadis di sampingnya tersenyum. "Kau tak mengobrol dengan mereka?"
"Aku tak tahu apa aku harus merasa lebih kaku lagi disana."
Camilla tertawa. "Aku tak tahu apa yang ayah kita lakukan dengan membawa kita," ucapnya. "Melihat dunia adalah hal yang baik, tapi mungkin mereka sebaiknya mengajari kita terlebih dahulu soal ini."
"Mereka berharap bahwa kita belajar sendiri," Abigail menghela nafasnya. "Aku mendengar sesuatu–" temannya menoleh padanya. "Mereka bicara soal Sang Kegelapan tadi. Baru saja." Dia menoleh pada Camilla, bertemu mata. "Menurutmu dia masih ada disini?"
"Kita berdua tahu bahwa Sang Kegelapan tak bisa dikalahkan," balasnya. "Tidak sampai setidaknya ada ramalan yang mengatakan bahwa ada secercah harapan."
"Apa menurutmu harapan itu ada?"
"Abe–"
"Aku hanya mengatakan," dia membela diri. "Aku tak tahu sampai kapan makhluk abadi bisa berperang dengan dia yang tak terkalahkan, dan sampai kapan manusia bisa hidup dengan rasa takut dan bayang-bayang."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dance of the Rats • sunsun • end •
FanfictionDi bawah sinar rembulan, sang merak menutup mata. Nan indah dan tak sama, dunia 'kan berputar. Sang anak manusia 'kan datang bersama tandingannya: hati sebening permata yang tak pernah hilang. Di tengah kekacauan dan akhir dunia, sang makhluk abadi...