Chapter 18: Di Setiap Sisi

103 13 15
                                    

Jason bersandar di balkon, tangannya bergetar karena dingin. Sudah tiga hari semenjak Alpheus tak sadarkan diri karena buku tersebut — yang segera diambil kembali oleh Robert tanpa dia dapat mencegahnya. Dia telah menjerit, mengguncangkan pundak pangerannya dengan penuh putus asa. Charles di sampingnya.

Namun tak berguna.

Alpheus tak pernah bangun.

Dia dapat merasakan kehadiran seseorang di belakangnya dan dia menarik kalungnya, meremasnya. Charles berdiri di sampingnya, menghela nafas sambil menatap kejauhan.

"Aku mencari tahu tentangmu," ucapnya, dan dia tak yakin jika lord tersebut kini tak memiliki apapun untuk dilakukan. "Kau berasal dari panti asuhan."

"Aku tak yakin tentang apa yang akan kau capai dengan mengetahui itu."

"Kalung itu," mulainya lagi, membuatnya menoleh, masih menggenggam erat bandul di lehernya. "Itu beringin 'kan?" ketika dia tak menjawab, Charles kembali menanyakan pertanyaannya. "Darimana kau mendapatkannya?"

"Aku tak tahu," ucapnya, tak terlalu peduli. "Ingatanku kacau tentang apa yang terjadi sebelum aku datang kemari."

Charles menghela nafas kembali. Namun sesuatu dalam dirinya mengatakan bahwa dia takkan melepaskan pertanyaan itu begitu saja. Hingga dia menarik nafas, membuka mulut. "Di kerajaanku, beringin diberi nama sebagai willow."

Jason berkedip. Entah kenapa, ada sesuatu tentang kata itu yang mengganggunya. Dia menarik nafas, mencoba untuk tidak berpikir. Batinnya terus memikirkan Alpheus yang kini masih tak sadarkan diri, dan bahkan Marcellus tak dapat ditemui di dalam kuil — mungkin dia telah mengunci dirinya karena berita pernikahannya. Mungkin dia tak ingin berasosiasi dengan dunia luar.

Apapun alasannya, Jason merasa sendirian.

Tidak bersama Ajax.

Tidak bersama Marcellus.

Hanya dia.

Dan dia merasakan laut terombang-ambing di bawah kakinya, mencoba menariknya kembali ke dalam seperti yang mereka lakukan ketika dia masih kecil dulu, membawanya ke dunia antah berantah.

"Willow," ulangnya. "Disini, kami menyebut mereka itiá." Dari sudut matanya, dia dapat melihatnya tersenyum. "Kurasa kalungku tak ada hubungannya dengan bahasa apa yang digunakan."

"Ada," dia berbisik. "Kau tak mungkin menyimpannya jika dia tak memiliki makna apapun."

Jason menghela nafas. "Kalung ini adalah apa yang tersisa dariku setelah aku berada di laut. Ketika mereka menemukanku, hanya ada aku, pakaianku, dan ini. Aku tak bisa menjualnya bahkan ketika aku begitu kekurangan makanan. Aku tak sanggup untuk itu."

"Laut?" tanyanya. "Laut apa?"

"Aku tak sadarkan diri saat itu," ucapnya. "Aku tak tahu laut apa dimana mereka menemukanku. Bahkan jika aku tahu pun, itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Aku takkan ingat lagi."

Dia berjengit ketika Charles meraih lengannya, memaksanya menghadapnya. "Kau harus mengingatnya!" dia menghardik, membuatnya membelalak. Mungkin itu mata hijaunya yang menakutinya, mungkin itu rasa sadarnya sendiri. Sang lord melepasnya. "Maaf."

Jason menyentuh lengannya sendiri, mengalihkan pandangan. "Aku tak bisa memaksakan diri untuk mengingat," bisiknya. "Lagipula itu hanyalah masa laluku. Itu tak penting."

"Kalung itu penting untukku," bisiknya, membuatnya mengangkat kepala. "Orang yang kukenal memiliki yang sama."

Zika itu menatapnya, terdiam. "Kalau begitu, aku harus minta maaf karena tak bisa membantumu."

Dance of the Rats • sunsun • end •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang