CW // mention of gambling;
Hari-hari yang Marcellus jalani hanyalah bangun, sarapan dengan sedikit sup dan roti, lalu memberkati jemaat yang tiba. Dia tak lagi bicara dengan ibu angkatnya, menenggelamkan diri di dalam perpustakaan dan membaca setiap buku di dalam sana. Satu-satunya yang tak dia jauhi adalah Calliope dan Adara, yang terus menemaninya.
Sepuluh tahun telah berlalu. Asterope hidup dalam kemakmuran, bersama dengan kuil dan istananya. Marcellus sedikit demi sedikit melupakan cahaya amber beku yang ada di dalam iris sang pangeran – dan tak lagi menangis karena itu.
Dulu, lama sekali, dia akan memaksa dirinya untuk menggambar setiap detail dari wajah Alpheus, memohon pada dirinya sendiri untuk tak pernah lupa, menangis ketika dia menyadari bahwa dia tak lagi mengingat dimana bintik wajahnya berada ataupun warna matanya, bahkan warna merah rambutnya terasa tak pernah tepat di ingatannya.
Marcellus membuka buku yang dia sembunyikan di kantong jubahnya, setiap halaman dipenuhi wajah sang pangeran. Beberapa mengikuti terkaannya tentang perubahan wajah seiring umur bertambah. Dan semakin Marcellus membalik halamannya, wajahnya semakin pudar dan pudar, hingga hanya ada sketsa sekuntum mawar di atas kertas.
Seseorang mengintip dari ujung rak, membuatnya menolehkan kepala. Jason melambaikan tangan padanya, tersenyum. "Apa yang kau lakukan?"
Marcellus menutup buku sketsanya dengan debuman keras.
Temannya itu tertawa. "Nah," sahutnya, duduk di sampingnya. "Kau tak perlu seperti itu."
"Kau melarikan diri dari tugas belanja lagi 'kan?"
Jason mengibaskan tangannya, bersandar di kursi. Jason Zika adalah anak tertua di panti asuhan milik Agatha Zika, menjadikannya sebagai orang yang penuh tanggung jawab, terutama ketika ibu asuh mereka sedang sakit. "Ajax ada di rumah, aku harus cepat belanja, sebenarnya."
"Lalu apa yang kau lakukan disini?" Dia dapat melihat sebuah binar melesat di mata temannya, membuatnya menggelengkan kepala. "Tidak. Jason– Aku tak mau–"
"Ayolah–"
Protesan Marcellus teredam sembari Jason menariknya pergi, memaksanya untuk meninggalkan buku-bukunya dan beranjak keluar dari kuil, melambaikan tangan pada Calliope yang tengah menyiram bebungaan di depan.
🦚
"Jadi apa yang kau beli?"
Jason menunduk, memperhatikan kantong-kantong kertas yang dia pegang, juga yang Marcellus genggam di lengannya. Temanya itu selalu memintanya untuk menemaninya – atau membawakan kantong-kantongnya. Satu tangan laki-laki itu itu menggigit sebuah roti yang menjadi camilannya. Keduanya tengah berada di tengah hiruk pikuk kota, sebuah kapal besar baru saja tiba di pelabuhan.
Keduanya menoleh ketika lonceng berbunyi.
"Pasti kapal dari Norden."
Ucapan Jason membuatnya memperhatikan kapal tersebut, tergoda untuk menuju dermaga demi melihat lebih dekat. Sudah sepuluh tahun lamanya, mungkinkah kapal ini telah membawa Alpheus pulang? Tapi bukankah itu sebuah pengharapan yang sia-sia? Bukankah mereka tak diizinkan untuk bertemu?
Marcellus memutuskan untuk mengintip kantong kertas yang dia rangkul, meraih sebuah boneka beruang kecil. "Aku ingat Anya menginginkan ini."
Jason tertawa, mengangguk. Anya adalah salah satu anak yang baru tiba beberapa tahun lalu di panti asuhan, dan dengan cepat menjadi favorit bagi Jason dan Ajax. sejujurnya, Marcellus mengerti. Anya adalah gadis kecil mungil yang rambutnya selalu terjalin dua, berputar bahagia setiap kali ada gaun baru yang datang untuknya, dan selalu memeluk boneka apapun itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/360249416-288-k852778.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dance of the Rats • sunsun • end •
FanficDi bawah sinar rembulan, sang merak menutup mata. Nan indah dan tak sama, dunia 'kan berputar. Sang anak manusia 'kan datang bersama tandingannya: hati sebening permata yang tak pernah hilang. Di tengah kekacauan dan akhir dunia, sang makhluk abadi...