Charles tengah terduduk di ruangannya, menatap rambut kehitamannya yang akarnya telah berubah emas, persis dengan matanya. Mungkin sudah waktunya baginya untuk tak lagi menutupinya, dia sebaiknya membiarkan semua orang melihat siapa dia — seberapa menyakitkannya itu.
Dia dapat mendengar debuman kayu, mengernyitkan dahi dan menoleh ke arah pintu, berdiri. Di depannya adalah Jason, terengah, tangannya menggenggam sebuah kemeja kecil usang.
Lord itu terdiam menatapnya. "Kau tak seharusnya berada disini," dia menegur. "Kau tak bisa seenaknya masuk kemari. Kau adalah seorang–"
"Louis Willows," potongnya, dan Charles terdiam kembali. "Siapa Louis Willows?"
"Louis–"
"Siapa?!" tuntutnya, nafasnya terengah. Dan Charles mulai memahami bahwa dia tengah mengalami kegundahan. "Ini adalah satu-satunya pakaian yang tersisa dariku ketika aku tiba."
Charles merampasnya, Dia masih mengingat apa yang Louis kenakan ketika dia dibawa pergi darinya. Sebuah kemeja putih longgar dengan rompi kecoklatan. Dan bahkan dengan hanya satu kain itu, dia dapat mengenalinya.
"Jangan biarkan mereka membawaku."
Tangannya bergetar, mendongak untuk menatapnya. "Tak mungkin," bisiknya.
Robert mengatakan bahwa dia aman. Bahwa dia akan tetap berada di pulau terpencil itu — bagaimanapun, dia seharusnya tetap aman. Namun dia melihat mata laki-laki di depannya — hijau. Rambutnya yang keemasan seolah mengejek bahwa dia tak dapat mengenalinya.
"Bagaimana bisa kau berada disini?"
"Itu yang ingin kutanyakan padamu," bisiknya, nafasnya bergetar. Dan dia dapat melihatnya mencengkeram bandul kalungnya. "Apa yang terjadi padaku?"
Charles dapat menyadari bagaimana matanya berkaca-kaca, pantulan air mata tertahan disana. Tapi bagaimana dia harus menjelaskan bagaimana dia yang terperangkap disini adalah salahnya? Bahwa dia yang membuat Louis sebagai pion pengendalian oleh Robert?
Bahwa Louis Willows adalah satu-satunya kelemahannya?
Dia melihat mata Jason– Tidak. Dia adalah Louis. Pemikirannya saat itu bukanlah sesuatu yang salah. Ketika dia melihatnya untuk pertama kalinya, Charles telah mengabaikan hatinya sendiri yang berusaha mengatakan bahwa dia telah menemukannya.
Louis menelan ludahnya, mungkin juga menelan air matanya. "Kenapa aku berada disini?" dia menuntut. "Kenapa aku sendirian di lautan hingga mereka mengambilku?!"
Charles meraih lengannya, tangan menahan belakang kepalanya sementara dia mendekapnya erat, menghela nafas. Dia membiarkan Louis meraung di pelukannya, setiap pertanyaan terlempar begitu saja dengan janji bahwa dia akan menjelaskan semuanya.
Ada sebuah perasaan sedih dan bersalah ketika dia menemukannya, menyadari betapa menderitanya dia tanpa tahu siapapun — memulai awal hidupnya seolah itu adalah pertama kalinya dia bernafas.
Namun ada rasa lega bahwa tak ada lagi yang mengikatnya pada Robert, bahwa dia bisa mengakhiri tiraninya tanpa beban bahwa hidup Louis bergantung padanya. Dia bisa menemui Alexander dan mengatakan bahwa dia berhenti, bahwa setiap janji yang dia berikan tak sepadan.
Dia tak tahu apa yang terjadi hingga Louis akhirnya berada disana. Ketika mereka membawanya ke Pulau Amie, dia melihat kapal itu berlayar pergi. Dia tak tahu jika Louis berjuang untuk berenang kembali ke Sever atau mereka melemparnya pergi.
Dan takkan ada yang tahu kecuali laki-laki itu mengingatnya.
Charles akan menceritakan segalanya. Nanti. Ketika dia sudah tenang dan tak lagi terisak. Ketika rasa lelah karena tangis tak lagi menggerogotinya. Untuk sekarang, dia membawa Louis ke ranjangnya, mengusap kepalanya. Sengguk di bibir terbawa hingga dia menutup mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dance of the Rats • sunsun • end •
FanfictionDi bawah sinar rembulan, sang merak menutup mata. Nan indah dan tak sama, dunia 'kan berputar. Sang anak manusia 'kan datang bersama tandingannya: hati sebening permata yang tak pernah hilang. Di tengah kekacauan dan akhir dunia, sang makhluk abadi...