cw // shapeshifting;
Ma Siwen duduk di depan teras, seperti yang selalu dia lakukan selama dia berada di dalam hutan bayangan. Di tangannya adalah surat dari sang ayah — peninggalan terakhir yang dia dapatkan sebelum sang pemimpin klan menyerahkan nyawanya.
Bahkan pohon yang batang kayunya selalu tegap memiliki akhir. Sisik naga yang kilaunya menandingi mutiara hitam lautan akan meredup dan pergi. Putraku, kelembutan hatiku, maafkan ayah ini yang tak bisa menemanimu lagi.
Naga kecil itu menundukkan kepala, merasakan air mata mengalir berjatuhan, membasahi jubah putihnya. Dia tak mengingat bahwa dia menyiapkan jubah berkabung untuk dia bawa, namun dia kini menyadari bahwa ayahnya pasti telah diam-diam memasukkan jubah tersebut.
Pakaiannya putih, dengan bebungaan persik perak yang berjatuhan seperti sisik naga yang meninggalkan selamat tinggal pada dunia. Rambutnya tergerai tanpa ikatan hingga menuju pinggangnya, ujungnya memutih karena duka.
Dia ingin tahu jika kakaknya telah mengetahui berita tersebut, membawa dirinya menjadi pemimpin klan yang baru. Mungkin dia telah memaksakan diri untuk mengenakan pakaian perak klan mereka di atas putih berkabungnya. Mungkin dia akan dengan keras menancapkan tusuk konde yang ayah mereka hadiahkan untuknya.
"Sudah terjadi," bisik Perseus, berada di sampingnya dan dia mendongak. Serigala itu memiliki hitam di bawah matanya, wajahnya pucat. Dan dia memahami bahwa Perseus pasti mendengar berita yang sama. "Apa yang kita lihat semakin dekat."
"Belum," ucapnya, menggelengkan kepala. "Belum dekat sama sekali."
🦚
"Namanya Darius, sang merak surgawi."
Aster mendekat, mengusap kepala sang merak yang menutup mata, merasakan sentuhannya. Setetes air turun ke tangannya, dan dia merasakan bagaimana makhluk itu menangis, nafasnya gusar.
"Pertama dan terakhir dari jenisnya."
Raja itu mendekatkan kepalanya, menutup mata ketika dahi mereka bertautan. "Bagaimana bisa," bisiknya. "Cintaku, bagaimana bisa kau meninggalkanku seperti ini — secepat ini?"
Mungkin para roh hutan itu iba padanya — sang merpati menilingkan kepala, sementara wanita itu mengalihkan pandangan, seolah tak sanggup untuk melihat mereka.
Namun roh itu berucap, berusaha menenangkan. "Ini adalah takdirnya. Kau, sebagai manusia, harus menerimanya."
Takdir. Benar sekali. Apa itu manusia jika mereka tidak menjalani takdir yang mereka miliki. Namun untuk apa dia menjalani hidupnya jika takdir itu merenggut segalanya darinya. Darius mengelak, merasakan bagaimana dia mencengkram bulunya dan dia melemaskan genggaman.
"Maaf," ucapnya. "Aku tak berniat menyakitimu."
Darius berkerit kembali, seolah memahami.
Sang raja berbalik pada mereka. "Bagaimana caraku mengubahnya kembali?"
"Sayang sekali," ucapnya. "Tidak ada cara untuk itu." Dia menangkap raut amarahnya, menghela nafas. "Dia harus berkultivasi dari awal kembali, dan akan memakan ratusan bahkan ribuan tahun baginya untuk berubah menjadi wujud manusianya."
"Aku tak mengerti," ujarnya lagi.
"Aku juga tak mengerti kenapa mereka menyihir seorang manusia menjadi makhluk abadi, Raja Fana — namun urusan makhluk abadi bukanlah ranah kami. Selama kami hidup di usia pendek kami, selama pohon-pohon dan hutan kami sejahtera, kami takkan peduli dengan apa yang terjadi."
Aster terdiam, mengalihkan pandangan.
"Jika kau menginginkan jawaban, kau harus pergi pada mereka."
Raja itu menatapnya, mata kirinya berdenyut penuh rasa tak percaya. Namun dia menoleh pada Darius yang menundukkan kepala, lesu dan berat karena mahkota yang menjadi belenggunya. Dan dia merasa bahwa tak ada salah jika dia harus mencoba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dance of the Rats • sunsun • end •
FanfictionDi bawah sinar rembulan, sang merak menutup mata. Nan indah dan tak sama, dunia 'kan berputar. Sang anak manusia 'kan datang bersama tandingannya: hati sebening permata yang tak pernah hilang. Di tengah kekacauan dan akhir dunia, sang makhluk abadi...