Amiruddin

493 78 22
                                    

Pict : pinterest )

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pict : pinterest )

Asap cerutu memenuhi udara, Ruangan berukuran 9x6 meter itu tampak senyap meski beberapa laki-laki duduk disana, mengelilingi sebuah meja kayu dengan berlembar lembar kertas di atasnya.

Kopiah milik Rajati-pemilik rumah ini-sudah miring bukan main. Dari beberapa laki-laki disana, Vicky tampak duduk termenung menghela napas panjang. Seharusnya ia masih bermanja-manja bersama Gracia, tapi surat sialan yang datang kepadanya tadi malam mengharuskan dirinya duduk disini diantara para pria dewasa yang tampak serius.

"Lidahmu opo ora pahit, Pik ? Nyoh udud. Meneng wae, rapate isih suwe. (Lidahmu apa nggak pahit, pik ? Nih rokok. Diem aja, rapatnya masih lama)"

"Ndak, pakde." Vicky menggelengkan kepala tatkala Pakde Rajati menawarinya Rokok. Laki-laki 50 tahun itu memang sering kali menawari dirinya untuk merokok, katanya laki-laki akan kelihatan lebih jantan jika sudah mengepulkan asap beraroma tembakau itu.

"Ini masih lama ya, pakde ?" Vicky bertanya sembari mengusap kepalanya, kepalanya pening kurang tidur, tiba-tiba saja ia merindukan Gracia, istrinya. Biasanya ia akan meminta Gracia untuk mengelus kepalanya agar cepat tidur, wangi buah peach yang segar dari baju istrinya juga hal yang ia rindukan sekarang.

"Masih, heee mau kemana ?" Saat Vicky mulai beranjak untuk pergi, Pakde Rajati bertanya, "Mau ke belakang sebentar." Setelahnya pergi begitu saja meninggalkan ruangan.

Sejak ia kecil, Vicky memang kerap kali bermain dirumah Pakde Rajati sebab di pendopo depan rumah pakde ini sering kali di buat untuk mengajar. Tak heran jika ia mengenal seluk beluk rumah pakde.
Semakin masuk ke dalam ia menemukan foto-foto hitam putih, foto keluarga pakde Rajati. Lalu ketika ia mendekat ke arah mesin jahit ia menemukan foto dirinya sewaktu kecil. Bibirnya tersenyum tipis, itu adalah foto Vicky sewaktu ikut merayakan upacara pernikahan anak Pakde.

"GUSTI! Hih ngagetin kamu." Vicky terperanjat ketika suara bariton seorang wanita tua menggelegar tak lama ia merasakan geplakan panas pada bahu kirinya, "Aduh! Ampun budhe, salah Vicky apa ?"

"Budhe kira genderuwo, mepet-mepet di deket kelambu pake baju item, kamu nya juga tinggi." Budhe mengusap dadanya kaget, beliau hampir saja mendapati jantungnya melorot ke lambung. Vicky berdecak, ganteng-ganteng gini kalau sama Budhe Ismun–istri pakde Rajati–ia akan terlihat jelek.

"Kamu mau ngapain to disini? Nggak ikut kumpul di depan ? Apa mau bantuin budhe masak ?"

"Apakah budhe melihat wajah-wajah tampan Vicky ini suka menolong ?" Lagaknya memang seperti itu jika berada di sini. Sekali lagi ia mendapat geplakan keras pada bahunya. Perih, Vicky meringis, "Mau jadi bapak kok kelakuannya masih begini."

"Ey jangan salah budhe, Vicky sudah siap memikul beban seorang ayah." Enggan memberi respon lebih pada Vicky–yang menurut budhe Ismun adalah laki-laki jenaka suka menggoda–beliau memilih berlalu untuk pergi ke Pawon. Menyiapkan minuman dan makanan untuk para tamu yang hadir di rumahnya.

Kos Kencana Putra |Zerobaseone Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang