Adi benar-benar telah membulatkan tekat. Adi tidak membatalkan studinya, tetap berangkat menuju negara tujuannya, Inggris. Adi tidak ingin lagi dibayang-bayangi rasa bersalah kepada Anna. Keputusannya untuk pergi adalah keputusan yang terbaik yang bisa ia pilih. Disana dia akan menata hidupnya lagi. Kali ini ia menuruti sang ibu yang menyuruhnya memberikan salam perpisahan kepada Anna. Tidak apa, untuk terakhir kalinya ia akan bertemu dengan gadis itu.
Adi sudah melihat Anna yang terduduk di kursi taman rumah sakit. Rambutnya sudah rapi terkepang menyamping dengan bunga terselip di satu sisi telinganya. Anna ditemani satu perawat yang ikut duduk di sampingnya. Perawat yang paham Adi ingin berdua dengan Anna, lantas izin pamit kepada gadis itu.
"Anna, aku pergi dulu, ya. Ada yang ingin ketemu sama kamu." Perawat itu memberikan boneka kucing kepada Anna. "Kamu main dulu ya, sama boneka ini biar nggak sedih." Anna mengangguk, sambil tersenyum cerah. Perawat itu lantas tersenyum lalu meninggalkan Adi bersama Anna.
Adi menjadi gugup mendekati Anna. Takut jika Anna akan mengamuk lagi. Raut wajahnya seketika menegang, melihat Anna yang benar-benar terlihat kosong. Tatapan mata itu terlihat hampa, tidak ada titik kehidupan di sana. Gadis itu hanya sesekali tertawa saat bermain dengan boneka di genggamannya. Setelah itu pandangannya kosong menatap lurus. Anna telah kehilangan jiwanya. Rasa bersalah semakin menyergap Adi. Keadaan Anna bukannya membaik, malah semakin memburuk. Ada rasa berat untuk pergi dari tempat ini.
"Anna ..." Adi mencoba memanggil Anna, gadis itu tidak menggubris panggilan dari Adi. Gadis itu masih sibuk memandangi awan di langit.
"Anna ... Adrianna."
Anna malah berdiri dari duduknya, berlarian mengejar kupu-kupu dengan tertawa riang. Terduduk dengan tatapan kosong saat kupu-kupu itu terbang menjauh, lalu tertawa riang lagi dengan memainkan boneka di genggamannya. Anna berlarian menjauhi Adi, gadis itu tertawa riang entah pergi kemana. Adi mengepalkan jemarinya. Menahan agar air mata tidak melesak dari pelupuk mata. Jika sudah begini, dia harus bagaimana?
Tidak ingin menunggu lebih lama lagi, Adi bergegas pergi dari sisi Anna. Jika lebih lama lagi di sini, dia tidak akan sanggup untuk pergi. Pria itu sudah bersiap menuju bandara. Tanpa ditemani oleh siapapun. Ayahnya sudah tentu sibuk dengan urusan pekerjaan. Sementara sang ibu, masih mendiaminya karena ia masih nekat untuk berangkat kuliah. Cantika hanya ingin setidaknya Adi menemani Anna dalam keadaannya yang lemah itu. Namun nyatanya, putranya sangatlah keras kepala dan bersikukuh untuk pergi. Cantika tidak dapat mencegah kepergian Adi.
***
Anna terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa berat. Remaja itu masih terbangun dengan baju pasien rumah sakit jiwa. Anna terus memegangi kepala karena dia tidak mengingat kejadian sebelum ia terbangun sekarang. Di saat tangannya meraba perut yang sudah tidak datar lagi, ia sadar bahwa dirinya masih hamil. Berarti banyak waktu telah terlewat, tapi kenapa dia tidak dapat mengingat semuanya. Ingatannya terputus sesaat ia ingin bunuh diri. Melakukan konseling yang pertama, hingga hari dimana Adi menemuinya. Setelah itu Anna hanya mampu mengingat dia berteriak karena tidak mampu meluapkan amarahnya. Dan terbangun dengan keadaan kosong serta linglung seperti sekarang.
Anna bergegas menemui dokter Intan, yang selama ini menjadi dokter pendamping untuknya. Jemari kurus miliknya segera mengetuk pintu ruangan Intan. Disana dokter dengan senyuman teduh itu sudah menyambutnya dengan hangat.
"Anna, kamu sudah bangun. Gimana, sekarang udah merasa lebih baik?"
"Saya tidak ingat apa-apa, Dok. Saya sedih, kenapa saya bisa lupa." Anna mulai menangis layaknya anak kecil yang gagal menghafal bilangan angka.
"Sudah, sudah. Anna jangan sedih, nanti Anna akan ingat kalau sudah baikan. Kalau Anna sedih dan bingung, langsung bicara ke perawat sama dokter, ya? Jangan mengamuk, nanti kami sedih melihat Anna berteriak karena tidak tau yang diinginkan Anna."
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry Sunday [Tamat]
ChickLitBerawal dari Adrianna yang termakan iri, dia nekat menggoda tunangan milik sahabat dekat yang sudah ia anggap sebagai kakaknya. Masalah terjadi ketika semakin lama dia semakin terjatuh ke dalam permainannya sendiri. Keadaan berbalik, dia malah menja...