Anna menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan anaknya. Semenjak kejadian Nino bertanya apakah ia menyayangi Adi. Nino menjadi lebih pendiam. Menolak menjawab jika Anna bertanya apa yang terjadi dengannya. Anna menjadi kebingungan sendiri. Ia selalu bertanya kepada guru yang mengajar, mereka mengatakan bahwa Nino baik-baik saja di kelas. Meski begitu, Anna tetap merasa was-was. Firasatnya mengatakan bahwa telah terjadi sesuatu yang buruk.
Untuk itu, di hari kepulangan Adi dari perjalanan bisnis. Anna segera membicarakan hal penting ini kepada sang suami.
"Adi, ada yang tidak beres dengan Nino. Aku nggak tau apa yang terjadi, semua guru mengatakan dia baik-baik saja di sekolah. Mama Cantika juga bilang jika Nino nggak ngomong apa pun. Tapi Nino menjadi pendiam, apalagi saat kamu pergi. Dia nggak mau aku temani tidur dan tidak menjawab semua yang aku tanya."
Muka Anna berubah menjadi muram, mulai merasakan kesedihan lagi. Bagaimana pun, Nino adalah putra yang ia sayangi dengan sepenuh hati. Hatinya sedih bila putranya merasa sedih.
"Aku minta tolong, tanya ke Nino, ya? Kayaknya cuma kamu yang bisa tenangin Nino sekarang."
Anna sudah mulai menangis, perasaan sensitifnya kembali lagi. Anna merasa bingung memikirkan apa yang sebenarnya salah darinya. Adi mengusap air mata istrinya yang berlinang. Tidak tega melihatnya bersedih, tentu saja.
"Aku ... aku merasa gagal menjadi ibu, aku-"
"Ssshh, kamu ibu yang baik. Kita akan menyelesaikan masalah ini. Percaya sama aku." Adi mengusap perut Anna yang mulai membulat. "Aku temui Nino dulu, ya? Kamu tunggu di sini aja. Kamu harus banyak istirahat, pasti kamu capek hari ini."
Adi berlalu meninggalkan sang istri, melangkahkan kakinya menuju kamar Nino. Melihat anak sulungnya yang memejamkan mata, Adi tersenyum geli. Karena tahu anaknya sedang berpura-pura.
"Yahh, sayang sekali Nino sudah tidur. Padahal Papa ingin memberi tahu bagaimana cara menjadi pahlawan super."
Mata Nino langsung terbuka, bocah itu terduduk dengan cepat untuk menatap ayahnya. "Nino mau, Pa! Nino mau jadi pahlawan super!"
Adi memosisikan tubuhnya di samping Nino. "Oke, jagoan tidak boleh berbohong. Papa harus mengetes Nino dulu."
Nino tidak menjawab, hanya mengangguk antusias. Tubuhnya sudah tengkurap di atas badan Adi. Memukul-mukul dada bidang ayahnya itu. "Ayo Pa! Cepat kasih tau Nino! Papaaaa!"
"Oke. Kenapa Nino mendiami Mama? Memangnya Mama berbuat kesalahan ya sama Nino?"
Nino enggan menjawab, malah menenggelamkan wajahnya pada leher Adi. "Eh, Nino ingat, kan? Kalau jagoan tidak boleh berbohong. Ayo cerita sama Papa."
Adi mendengar isakan di sebelah telinganya, sudah pasti anak sulungnya ini menangis. Dengan lembut, Adi mengangkat tubuh gembul anaknya itu. Menampakkan wajah sembab dengan bibir tertekuk. Adi menjadi iba melihat sang anak.
"Nino bukan anak nakal. Kata Tante galak itu kalau suka mengadu ke orang lain jadinya anak nakal."
Nino mengusap air mata yang berlinang. Isakan bocah itu semakin keras saja. Adi segera memeluk kembali putranya layaknya guling, menepuk-nepuk punggung Nino hingga anak itu kembali tenang.
"Nino bukan anak nakal, tidak apa mengadu kalau Nino merasa benar dan tidak bersalah. Jadi Nino mau kan, cerita sama Papa?"
Ada jeda agak lama sebelum akhirnya Nino membuka suara. "Nino benci sama Tante galak." Lirihnya di dalam dekapan Adi.
"Kenapa Nino benci Tante itu?"
"Nino nggak tau apa salah Nino. Nino tidak melakukan hal buruk, tapi Tante itu tiba-tiba menuduh Nino bandel." Nino mulai terisak lagi, Adi kembali menepuk punggung anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry Sunday [Tamat]
ChickLitBerawal dari Adrianna yang termakan iri, dia nekat menggoda tunangan milik sahabat dekat yang sudah ia anggap sebagai kakaknya. Masalah terjadi ketika semakin lama dia semakin terjatuh ke dalam permainannya sendiri. Keadaan berbalik, dia malah menja...