tujuh belas

1.5K 170 44
                                    

Tidak terasa, genap satu tahun Anna pergi dari rumah. Anna merasa percaya diri jika ia sanggup berdiri sendiri. Meski rasa lelahnya teramat merasuk ke dalam tulang. Terbayar karena ia menjalani hari sesuai dengan keinginannya. Sesuatu yang indah harus dilewati dengan pengorbanan, bukan?

Malam ini Anna memutuskan menginap di rumah Cantika. Ibu mertuanya itu tidak mengizinkan Anna untuk pulang sendirian di malam hari. Sementara Cantika dan Indra membawa Nino menghadiri reuni dan berlibur. Mereka berkata ingin mengulang masa lalu berdua bersama Nino. Awalnya Anna menolak, karena berpikir jika Adi akan pergi ke rumah ini. Namun Cantika mengatakan bahwa ia aman di rumah ini. Jadilah ia menurut patuh, lagipula Anna juga lelah malam ini. Anggap saja ini sebagai pelepasan lelah, apalagi sekarang Anna sedang libur dari perkuliahannya.

Anna memulai malam ini dengan ritual mandinya. Menenangkan otot tubuh dengan air hangat yang mengalir. Rasanya segar sekali saat tubuhnya dibasahi oleh air hangat. Setelah ini Anna pasti akan tidur nyenyak. Selesai mandi, ia melangkahkan kaki menuju kamar milik Adi. Kamar yang biasa ditempati oleh Nino jika anak itu menginap di rumah ini. Eh? Kenapa kamar ini menjadi gelap? Seingat Anna, ia sudah menyalakan lampu kamar. Tanpa rasa curiga, Anna memasuki kamar itu. Hingga tangan kekar melingkari pinggangnya. Membuat Anna memekik terkejut. Lebih terkejut lagi kala Anna tahu persis pemilik tangan kekar ini. Aroma tubuh yang menguar ini tidak asing.

"Sudah selesai main petak umpetnya, Anna."

Tubuh Anna menegang, suara berat yang lama tak ia dengar, mengalun tepat di belakang telinga. "Lepasin." Pintanya, yang Anna sendiri tidak yakin akan terkabul.

Tanpa diduga, Adi melepaskan pelukan itu. Adi menjauhi Anna untuk mengunci pintu dan menyalakan lampu. Anna mengambil langkah mundur untuk menjauhi Adi sejauh mungkin. Adi hanya menatap remeh ke arah Anna. Satu tahun. Istrinya tega meninggalkannya sendiri. Sekarang malah terlihat ketakutan karena melihatnya. Padahal Adi tidak pernah menyiksa Anna. Pria itu melipat kedua tangan di dada, berjalan pelan mendekati Anna yang terus mundur hingga tubuhnya menabrak lemari besar.

"Sekarang jelaskan kenapa alasan kenapa kamu egois dan pergi dari rumah." Adi  bertanya tepat di depan wajah Anna.

Anna yang awalnya takut, mencoba memberanikan diri untuk menatap Adi. Kata egois terus terngiang, Anna merasa tersentil dengan hinaan itu. Ia tidak merasa egois, semua dilakukan demi kebahagiaannya. Tanpa Adi hidupnya menjadi bahagia.

"Kenapa kamu disini? Lebih baik kamu pergi!"

Adi semakin menatap Anna dengan tatapan benci. "Ini rumah orang tuaku dan ini adalah kamarku. Bukannya kamu yang orang asing disini, Anna? Apa aku salah?"

Tidak, tidak salah. Bukannya Adi selalu benar. Semua adalah salah Anna, iya salahkan saja semuanya kepada Anna. Dari dulu ia yang terburuk, bukan?

"Oke, kalo gitu aku mau pergi—"

"Emang kamu bisanya lari dari masalah. Itu yang selalu kamu lakukan, bukan? Lari lalu menganggap masalah selesai jika kamu pergi. Dari dulu kamu selalu begini, tidak pernah berubah hingga sekarang. Kamu belum berpikir dewasa, Anna."

"Apa maksud kamu?" Anna menatap Adi dengan mata yang berapi-api.

Adi menaikkan sebelah alisnya, "Maksud aku?" Adi menahan bahu Anna dengan tangannya, wajahnya kembali berhadapan dengan wajah Anna. "Maksud aku adalah, jawab pertanyaanku! Kenapa kamu pergi dari rumah dan membawa Nino? Dasar wanita egois!"

"EGOIS? AKU EGOIS? MEMANGNYA SALAH KALAU AKU INGIN AKU SENDIRI BAHAGIA? SUDAH KUBILANG AKU NGGAK MAU PERNIKAHAN INI TERJADI! KAMU NGGAK PERNAH PAHAM SAMA AKU! KENAPA SEKARANG AKU YANG SALAH!" Teriak Anna pada akhirnya. Hari ini ia akan meluapkan semuanya.

Strawberry Sunday [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang