dua puluh tiga

1.5K 162 1
                                    

Sebagai hadiah atas pulangnya Nino dari rumah sakit, bocah itu merengek untuk diajak Adi bekerja. Adi mau-mau saja mengajak putra sulungnya ini, hanya saja ia masih terhitung karyawan baru. Adi juga merasa tak enak hati kepada petinggi kantor tempatnya bekerja. Takut apabila ia dikira tidak profesional dalam bekerja. Anna pun juga sudah mati-matian membujuk Nino, supaya bocah itu membatalkan niatnya untuk ikut bekerja di kantor Adi. Ibu dua anak itu paham betul jika Adi masih terhitung merintis di perusahaan milik keluarga ibu mertuanya itu.

"Nino Sayang, biarin Papa kerja dulu ya. Nanti Nino bisa main sepuasnya kalau Papa udah pulang." Bujuk Anna pada putra sulungnya ini.

Bocah terus menggelengkan kepala, "Nino mau ikut Papa! Nino mau sama Papa!"

Nino makin berani dengan memegang erat kaki sang ayah dengan kedua tangannya. Tidak mau terpisah dari Adi. Membuat sepasang suami istri itu saling memandang seakan saling menyemangati untuk terus bersabar. Beberapa hari ini Nino memang berlaku lebih manja dari biasanya. Akan mengamuk jika keinginannya tidak terkabul.

"PAPA NGGAK BOLEH PERGI! KALAU NINO NGGAK IKUT, PAPA DI RUMAH SAMA NINO!"

"Jangan begitu ya, Nino. Papa kan bekerja buat Nino juga. Biarin Papa kerja, ya." Anna masih berusaha membujuk Nino.

"Nanti Papa janji bakal belikan robot baru untuk Nino. Sekarang Papa kerja dulu, ya?"

Pada akhirnya Adi ikut membujuk Nino. Anaknya ini menurunkan sifat keras kepala dari kedua orang tuanya. Membuat ayah dan ibunya pusing jika harus menuruti semua keinginan Nino.

"NGGAK MAU! NGGAK MAU! NINO MAU SAMA PAPA!"

Bocah itu malah semakin berulah. Berguling di lantai dengan tangan yang masih erat memegang kaki Adi. Tangisan kerasnya sudah mulai keluar dari mulut mungil Nino. Jika dibiarkan, tangisan itu akan membangunkan si bungsu. Mencegah hal itu terjadi, Anna segera mengangkat tubuh Nino. Melepas pegangan tangan itu secara paksa. Anna menggendong Nino yang sudah memberontak ingin dilepaskan. Teriakannya sudah semakin nyaring terdengar.

Nino terus saja menendang serta memukul tubuh Anna, tentu saja dengan tubuh rampinngya, wanita itu segera terjatuh. Anna mengaduh kesakitan saat pantatnya menyapa kerasnya lantai.

"NINO! KENAPA KAMU DORONG MAMA? BANDEL YA KAMU SEKARANG? KAMU SUDAH BESAR, JANGAN TERUS MERENGEK!"

Nino menatap sang ayah dengan sorot mata tidak percaya. Baru kali ini bocah itu mendapat bentakan dari Adi. Tangisan Nino semakin keras. Tanpa menoleh ke arah Anna, dia segera pergi ke kamarnya. Sementara Adi bergerak cepat untuk menolong Anna. Pria itu segera mengusap bagian belakang tubuh sang istri yang telah menyapa lantai.

"Adi, aku nggak papa."

"Apanya yang nggak papa? Kamu sampai jatuh begitu. Anak itu! Kita harus membiasakannya buat mandiri, biar Nino nggak gampang ngamuk. Nino harus tau kalau semua hal gak bisa dia dapatin."

"Udah, udah. Aku beneran nggak papa. Nino masih kecil. Nanti dia akan berubah kalau udah besar. Ayo kamu samperin kamarnya, kasian pasti Nino kaget dibentak kayak tadi."

Anna berusaha meredakan amarah Adi. Menepuk pelan pundak suaminya itu. Anna paham jika Adi merasa kesal sebab keberangkatannya menjadi tertunda. Anna sangat tahu jika Adi adalah tipe orang yang tidak pernah mengulur waktu. Namun sebagai ibu, hati kecilnya tersentik ketika mendapati anaknya menangis karena dibentak. Anna juga kesal, namun rasa sayang itu jauh lebih memupuk banyak.

Adi segera menarik nafas panjang untuk mendinginkan kepalanya. Melihat Anna yang sudah berada di depan kamar Nino. Istrinya itu mengetuk pintu yang terkunci, memohon untuk dibukakan oleh Nino.

"Nino, Sayang. Buka pintunya, ya? Mama nggak papa. Sini Mama gendong Nino lagi."

Melihat bagaimana perlakuan Anna kepada Nino. Bagaimana sang istri yang masih mengabaikan rasa sakit demi anaknya. Sudah memperlihatkan bagaimana sayangnya Anna kepada Nino. Pria itu segera menyusul Anna untuk membujuk anak sulungnya.

Strawberry Sunday [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang