"Mamaaa! Nino nggak suka sakit, Nino mau pulang Mamaaa."
Tangisan Nino membuat Anna ikut merasa pilu. Bocah yang sebentar lagi genap berusia 5 tahun itu merintih kesakitan. Sudah tiga hari Nino dirawat di rumah sakit ini. Dokter mendiagnosa Nino menderita penyakit demam berdarah. Tentu membuat Adi dan Anna terkejut, mengingat lingkungan rumah mereka bukan lingkungan yang kumuh. Sudah tiga hari pula Nino mengalami demam tinggi. Bocah yang sehari-hari terlihat ceria itu nampak pucat dengan bibir yang selalu merintih kesakitan. Anna sebagai ibu tentu sudah diharuskan menemani Nino di ruang rawatnya. Terpaksa menitipkan Cio kepada sang ibu mertua, karena Adi sudah mulai sibuk bekerja.
Hari ini adalah hari dimana Nino mulai mengalami fase kritis. Anna sempat takut, kata kritis membuat hatinya hancur. Namun dokter mengatakan bahwa fase kritis adalah fase menuju kesembuhan. Hanya saja di fase ini Nino akan kehilangan darah karena trombosit yang menurun serta adanya mimisan ataupun buang air berdarah. Anna antara siap tidak siap menghadapi fase ini. Tidak kuat melihat anaknya dalam kondisi lemah seperti sekarang ini. Anna berlarian memanggil perawat karena Nino mimisan.
Air matanya ikut tumpah saat menyaksikan anaknya kesakitan sebab sampel darahnya diambil. Anna ingin sekali menggantikan anaknya yang kesakitan.
"Nino yang kuat ya, setelah ini Nino sembuh. Mama janji bakal mengabulkan keinginan Nino, tapi Nino harus janji mau sembuh."
"Nino nggak mau muntah sehabis makan. Nino nggak suka, Mamaaa. Nino juga kangen sama robot punya Nino."
Anna mengelus surai tebal milik sang putra. Ingin menimpali ucapan Nino, akan tetapi suara pintu terbuka membuatnya menoleh. Ternyata Adi datang selepas bekerja, tidak lupa pria itu sudah berganti pakaian menjadi setelan santai sehari-harinya. Adi datang membawa beberapa bungkus makanan serta jus buah untuk Nino. Anaknya ini harus banyak mengkonsumsi makanan bervitamin tinggi, sesuai anjuran dokter.
"Jagoan Papa sedang apa? Papa bawain robot kamu, nih."
Nino tersenyum lebar melihat kedatangan sang ayah tercinta yang ia rindukan. "Papaaa, Nino kangen sama Papa."
"Iya, Papa juga kangen sama Nino. Sini Papa bantu minum jusnya. Biar Mama makan dulu, ya?"
Nino mengangguk patuh, melihat ibundanya berjalan menuju sofa lebar untuk menikmati makan malamnya.
"Papa, tangan Nino sakit. Tadi tangan Nino ditusuk pakai jarum yang besar banget. Terus Nino nangis karena sakit." Adunya, menunjukkan bekas jarum untuk mengambil sampel darah Nino. Tangan kecil itu juga masih tertancap selang infus.
"Jagoan Papa hebat banget." Adi mengelus kening Nino, berlanjut melayangkan kecupan pada pipi anak sulungnya ini. "Nino harus kuat terus, ya. Bentar lagi Nino bisa pulang kalau Nino bisa lawan sakitnya."
"Nino sayang sama Mama dan Papa."
Bocah itu menunduk, tidak berminat lagi meminum jus miliknya. Badan lemasnya mulai bergetar mengeluarkan isakan tangis. Membuat Adi sebagai ayah merasakan rasa sakit teramat sangat. Anaknya yang kecil harus merasakan sakit. Buru-buru Adi memeluk putra sulungnya ini. Lebih berhati-hati agar tidak menyakiti Nino yang tangannya masih dialiri selang infus. Pasti putranya ini merasa ketakutan dan kesakitan.
Anna yang melihat itu semua, ikut terharu menitihkan air mata. Anna memang lelah menjaga Nino seharian dan mengurus putranya dengan penuh perhatian. Namun tidak sesakit yang didera anaknya itu. Jika boleh memilih, Anna lebih suka jika anaknya merengek manja meminta sesuatu daripada merintih kesakitan. Anna tidak sanggup melihatnya, ikatan batin itu membuat Anna merasakan kesedihan juga. Percaya atau tidak, semenjak menjadi ibu, Anna merasakan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan sebelum menjadi ibu. Tidak ada lagi Anna yang memikirkan akan membeli koleksi barang mahalnya atau memikirkan kemana lagi ia akan berlibur. Yang tersisa hanya apakah kedua anaknya hidup dengan baik. Mungkin di luar sana banyak yany akan mengasihinya karena merasa Anna terpaksa melepas semua dunianya. Ya, Anna juga merasakannya pada awal dahulu. Sulit melepaskan keinginan pribadinya, merasa dia pantas mendapatkan apa yang dia impikan. Sekarang impiannya mengerucut, menjadi bisakah dia menjadikan kedua anaknya manusia yang baik?
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry Sunday [Tamat]
Literatura FemininaBerawal dari Adrianna yang termakan iri, dia nekat menggoda tunangan milik sahabat dekat yang sudah ia anggap sebagai kakaknya. Masalah terjadi ketika semakin lama dia semakin terjatuh ke dalam permainannya sendiri. Keadaan berbalik, dia malah menja...