delapan

1.6K 191 7
                                    

Kondisi Anna serta bayinya yang semakin membaik, jadilah Anna sudah dipulangkan menuju panti rehabilitasi. Entah berapa lama lagi Anna harus dirawat untuk menyembuhkan jiwanya. Dia masih harus berjuang demi hidup yang normal kembali. Apalagi sudah ada bayi kecil di gendongannya. Ada satu fase yang harus ia lewati lagi, yakni fase baby blues. Dimana mentalnya yang belum sepenuhnya baik, masih harus diuji lagi. Fase yang akan menguatkannya menjadi ibu.

Tidak ada yang pernah mengatakan kepada Anna, bahwa menyusui itu rasanya sakit. Apalagi bayinya menyedot puting miliknya dengan sangat kuat. Anna hanya bisa meringis menahan sakit saat anaknya menyusu.

"Pelan-pelan ya, Nino. Mama nggak akan minta, kok." Anna membisikkan kalimat itu, berharap putra kecilnya mengurangi tenaganya dalam menyusu.

Adi memberikan nama putranya ini Giuliano, yang selanjutnya Anna memanggilnya dengan Nino. Bayi kecil yang terkadang menangis hebat jika merasa lapar. Memaksa Anna untuk terjaga semalaman.

Anna tidak tahu jika menjadi ibu akan seberat ini. Menyusui, mendegar tangisan keras bayi, mengganti popok Nino, lalu Anna masih harus banyak makan agar gizi anaknya terpenuhi. Anna menjadi pening sekarang. Itulah alasan Nino tidak bersama Anna untuk sementara waktu, demi keamanan. Anna akan bertemu Nino beberapa kali dalam satu minggu di rumah sakit jiwa ini. Karena kondisi Anna kembali menurun. Sudah beberapa hari ini Anna kehilangan kesadaran lagi. Setelah dia mencoba mencekik Nino yang menangis, beruntung perawat segera menolong bayi itu. Anna kembali ke fase histerisnya. Padahal Anna sudah mulai menjalani pengobatan di panti rehabilitasi, tapi ia harus kembali lagi menuju rumah sakit jiwa.

"Anna, kenapa Anna mencekik Nino? Kan Nino tidak bersalah?

Anna kembali memainkan jemarinya, memandangi seluruh ruangan kecuali wajah Intan. "Suara di kepala saya berisik. Mereka nyuruh aku buat nyekik Nino karena dia nangis terus. Kenapa Nino nangis terus, Dok. Padahal saya udah memberi susu sama gendong, saya jadi marah."

"Nino kan masih bayi, Anna. Belum bisa bicara dan mengungkapkan apa yang dirasakan kayak kita. Kamu yang sabar, ya. Temanin Nino sampai Nino bisa ngomong yang jelas sama kamu." Intan memandangi Anna yang masih saja membuang pandangan. Dia tahu bahwa Anna juga merasa bersalah kepada putranya.

"Nanti kalau suara-suara itu datang lagi, langsung ngomong sama dokter, ya? Biar dokter bisa langsung obati Anna, oke?"

"Saya ibu yang buruk ya, Dok? Karena ibu lain tidak sakit kayak saya. Harusnya Nino punya ibu yang lebih baik, bukan yang jahat kayak saya. Sebenarnya saya rindu sama Nino tapi saya takut nanti menyakiti Nino lagi. Saya nggak bisa sembuh lagi ya, Dok?"

Intan menggenggam kedua jemari Anna. "Kan Anna sudah sadar kalau dulu salah. Nanti Anna minta maaf ya, ke orang yang Anna sakiti dulu. Anna bukan ibu yang buruk, Anna ibu yang hebat. Buktinya Anna kuat melahirkan Nino, dan merawat Nino. Menjadi ibu memang tidak mudah, jadi Anna bisa belajar lagi. Anna sayang sama Nino, kan?"

Anna mengangguk sebagai jawaban, tentu dia sangat menyayangi Nino. Makanya Anna mempertahankan Nino hingga bayi itu lahir ke dunia.

"Kalau gitu, Anna harus semangat buat sembuh. Nanti Anna bisa belajar jadi ibu yang lebih baik dan tinggal bareng Nino lagi. Nah Anna bisa menulis semua perasaa Anna di buku. Jangan lupa menulis rasa terima kasih Anna kepada Tuhan. Anna mau, kan?"

Sekali lagi Anna mengangguk. Lalu intan mengeluarkan permen lagi sebagai hadiah untuk Anna. "Ini hadiah buat Anna, karena sudah berani ngobrol sama dokter."

Anna segera menerima permen itu lalu berlalu pergi meninggalkan Intan. Ibu muda itu pergi dengan perasaan gembira.

***

Strawberry Sunday [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang