delapan belas

1.6K 173 12
                                    

Anna rasa ia mulai jengah menghadapi sikap Adi yang menurutnya kelewat posesif. Ini tidak seperti Anna akan kabur lagi, namun pria itu memperlakukan Anna layaknya tawanan yang akan kabur setiap saat. Adi akan mengiriminya puluhan pesan setiap dia ke kampus, Anna harus rajin mengabari jika tidak ingin mendapat teror pesan serta panggilan telepon dari Adi. Anna harus melaporkan siapa yang teman dekat Anna, padahal Anna sudah mengatakan bahwa ia tidak punya teman dekat. Semua itu gara-gara ada satu pria yang secara terang-terangan meminta nomor ponsel Anna dengan Adi yang berada di sampingnya. Sontak membuat rasa cemburu pria itu melonjak tinggi melebihi apapun.

"Kenapa belum tidur?"

Adi memeluk Anna dari belakang, biasanya sang istri sudah tertidur saat larut malam. Namun Anna masih terjaga di dapur. Membuat Adi menjadi khawatir.

"Perut aku sakit."

"Bagian mana yang sakit, Sayang? Perlu periksa ke dokter, nggak? Aku anter sekarang kalau mau."

Adi mengusap perut datar itu dengan pelan. Anna segera menyingkirkan tangan Adi dengan kasar. "Nggak perlu, kamu jangan berlebihan gitu. Mungkin aku mau mens, makanya sakit gini."

Adi hanya menghembuskan nafas panjang, melihat sang istri yang masih menolak segala bentuk perhatian darinya. Kenapa usaha Adi seperti tidak dihargai. Terlihat hanya Adi yang menyimpan perasaan cinta namun tidak terbalaskan oleh sang istri. Lihatlah sekarang ini, Anna malah berjalan mendahului Adi.

Anna yang meninggalkan Adi segera bergegas menuju ranjang lalu menutupi tubuhnya dengan selimut. Mengabaikan Adi yang datang setelahnya. Pria itu berlanjut memeluk Anna dari samping sembari terus mengelus perut istrinya. Adi paham betul ini bukan sakit perut biasa, dia bisa menjamin seratus persen bahwa berita baik akan segera dia dapatkan. Adi terus saja mengecupi puncak kepala Anna yang telah terlelap. Pria itu lantas memeluk Anna layaknya guling, ia peluk dengan erat agar istrinya tidak itu pernah kabur lagi. Satu rencananya akan segera terwujud. Salah satu rencana yang membuat Anna tidak akan bisa meninggalkan rumah ini.

Adi menyunggingkan senyum yang sulit diartikan. Perlahan salah satu sudut bibirnya terangkat. Jemarinya bergerak untuk menyusuri wajah Anna, menyelipkan beberapa helai rambut yang mengganggu di belakang telinga Anna. Sedari dulu, Adi menyukai apapun yang ada pada Anna. Rambut, bibir, suara, semuanya. Tidak ada satu titik celah yang membuat Adi tidak menyukai Anna. Sudah jelas mengapa ia berusaha keras membuat Anna selalu bersamanya apapun resiko yang diterima. Itulah mengapa Adi sangat murka disaat mengetahui Anna mempermainkan perasaannya dan membuat Adi sebagai mainan. Karena hanya dia yang boleh mempermainkan Anna, bukan sebaliknya. Satu kali dia dipermainkan, Adi akan membalasnya lebih kejam. Oh, tapi Anna harus berterima kasih karena menghabiskan hidup dengannya bukan termasuk hukuman. Satu kali Anna memasuki hidupnya, tidak akan ada jalan keluar bagi Anna. Karena Adi yang menjadi satu-satunya pria yang berhak memilikinya. Adi akan melakukan semua cara untuk membuat Anna bertekuk lutut padanya.

Tunggu saja Anna, suatu hari nanti, kamu akan sangat bergantung padaku. Tidak akan melihat apapun lagi, karena hanya aku yang menjadi duniamu. Aku pantas dapat cinta kamu karena aku juga mencintaimu.

***

Anna terbaring lesu dengan pikiran yang melayang entah kemana. Berniat ingin berkonsultasi tentang kontrasepsi, mengingat betapa aktifnya dia berhubungan intim dengan suaminya. Anna malah dihadapkan dengan hal baru—kehamilan kedua. Dokter mengatakan usia janinnya baru memasuki usia satu bulan.

"Bu Dokteer, adik Nino dimanaaa?"

Nino yang sedari tadi antusias saat dokter mengatakan bahwa sang ibu mengandung, menjadi penasaran dimana adiknya itu. Bocah ini ingin mengajak sang adik bermain bersama di rumah. Pasti menyenangkan, karena Nino sudah tidak kesepian lagi.

Strawberry Sunday [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang