satu

3.5K 214 5
                                    

"Ma, Papa kapan pulang ke rumah? Nino udah kangen sama Papa."

Bocah kecil itu bertanya kepada ibundanya yang masih sibuk mengerjakan tugas di laptop miliknya. Mau tidak mau, Anna harus meladeni putranya dahulu, sebelum anaknya mengamuk lalu membuatnya pusing seharian.

"Sabar ya, Nino. Nanti malam Papa pulang, kok. Kamu selesaikan gambar dulu deh buat hadiah Papa pulang."

Nino sudah merengut, wajahnya nampak tidak suka dengan jawaban sang ibu. Bocah itu melempar semua pensil wara miliknya. "Mama enggak sayang ya sama Nino? Sekarang Mama sibuk, tidak mau bermain dan mengajak Nino ngobrol! Mama nonton di laptop terus! Nino beenciii!" Kaki bocah itu sudah menghentak lantai, tanda dia marah.

Anna hanya menipiskan bibirnya. Susah sekali memberikan pengertian kepada Nino jika dia sedang mengerjakan tugas kuliahnya. Anaknya merasa cemburu karena Anna seharian kuliah, tetapi masih mengerjakan tugas di rumahnya. Nino merasa baik ayah dan ibunya tidak menyayanginya lagi.

"Sini dulu, sayang." Bujuk Anna untuk menenangkan putranya.

Nino masih saja menangis sesenggukan. Bocah yang berusia empat tahun itu masih menyimpan amarah kepada Anna. Ia enggan menuruti permintaan ibundanya. Anna hanya menghela nafas lelah, perlu usaha ekstra untuk membujuk anaknya ini. Akhirnya dia menggendong putra gendutnya itu. Yang semakin hari semakin bulat saja perutnya.

"Mama sayang Nino, kan Mama sudah bilang. Mama juga sekolah, sama seperti Nino. Makanya Mama harus mengerjakan tugas dan belajar juga di rumah." Anna mengelus-elus punggung putranya itu.

"Tapi Nino kesepian, tidak ada yang mengajak Nino main." Tangannnya memeluk erat tubuh Anna.

"Sabar ya, nanti Nino bakal ada yang nemenin kalau adik udah lahir."

Nino menatap Anna dengan wajah yang berbinar, tentu kehadiran sang adik mampu mengubah segalanya. Bocah itu semakin tidak sabar untuk menunggu adiknya lahir. Berharap bahwa adiknya kelak bisa menemaninya disaat dia sedang kesepian. Nino batal melanjutkan acara menggambarnya, dia ingin tiduran di paha Anna saja dengan memeluk boneka berbentuk mobil miliknya.

"Nino, kalau ngantuk tidur di kamar ya, Sayang. Di sini kan ruang menonton."

"Nino mau menemani Mama saja." Final bocah itu tidak dapat dapet dibantah lagi oleh Anna.

Suasana hening, hanya ditemani suara ketikan Anna di depan laptopnya. Membuat Nino merasakan kantuk teramat sangat. Lambat laun suara ketikan itu tidak terdengar. Nino sudah terbang di awan yang membawanya menuju dunia mimpi. Usapan lembut Anna berikan kepada putra sulungnya ini. Meski dengan sifatnya yang mudah rewel serta mengamuk, dia tetap menyayangi Nino. Karena bagaimanapun juga, dia adalah darah dagingnya sendiri.

Anna sudah selesai mengerjakan tugas, bahkan sudah mengirimnya kepada sang dosen. Sekarang dia menatap sayang bayinya yang ia lahirkan susah payah dulu. Menyusuri wajah gembulnya, anaknya ini memang sangatlah menggemaskan. Anna ingin sekali mencubit pipi, bokong, paha, perut dan lengan Nino. Tentu dia urungkan, kecuali Anna ingin mendengar rengekan putranya yang merasa tidurnya terganggu. Anna ingin mengangkat tubuh Nino, namun dia malas. Semenjak hamil ini tenaganya mudah terkuras. Lebih baik dia menunggu pria itu saja untuk memindahkan Nino.

Nah, baru dia pikirkan. Suara bising mesin mobil mendekati kediamannya. Tak lama setelah itu, terdengar suara pintu terbuka, dan terkunci.

"Loh, kenapa udah malam masih di sini?"

Anna merotasikan kedua matanya dengan malas. Enggan menatap pria itu lebih lama lagi. "Ck, cepet pindahin ke kamar. Nggak usah banyak tanya. Pulang jam segini, mending nggak usah pulang sekalian."

Strawberry Sunday [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang