SIERRA LANEY
The Whip, East Avenue, Vancouver
January 5th, 07.10 P.M
"Akan kuperjelas lagi, Bri, kita sudah masuk ke The Oakwood, Rogue, dan Bitter, dan apa yang kamu temukan di sana? Tidak ada. Bahkan botol-botol saja jarang terlihat. Aku sudah masuk ke setiap toilet yang ada di sana, termasuk toilet ceweknya, dan tidak menemukan apa pun. TIDAK MENEMUKAN APA PUN, BRILLIANT. Oh, ada beberapa tisu yang berdarah-darah sih, sedikit membuatku mual jangan tersinggung, Sierra. Dan sekarang kita berada di depan kafe orang dan berdebat seperti orang gila. Bikin M-A-L-U!"
Aku memiji-mijit tanganku kesal karena tadi sempat tertimpa kardus berat berisi botol-botol bir di The Oakwood. Setelah hampir tiga setengah jam terbuang habis berputar-putar di hampir sepenjuru Vancouver untuk mencari bar yang tepat, kami bahkan menemukan petunjuk sedikit pun. Piala yang harus dicari ini sangat, amat tidak jelas. Di sini tidak ada toko piala seperti yang bakal banyak ditemui di Surabaya, jadi jelas yang satu ini sulit sekali.
Sekarang waktu kita sudah sangat terbatas. 20 menit lagi, tepat dua jam waktu kita yang tersisa. Kalau ini gagal, waktuku hidup di dunia hanya tinggal dua jam lagi. Dan itu tidak adil sekali, mengingat aku belum menyelesaikan ujian negara dengan lancar. Bagaimana mungkin Victory Plus akan menerima kabar bahwa nyaris 10 anak muridnya tidak masuk dan mati dan tidak tercatat lagi sebagai murid di sana? Mr.Will pasti bakalan histeris.
"Nyantai aja kalo ngomong, sob!" Bri ikut-ikutan berteriak. "Gue nggak nyalahin elo lagian, elonya aja yang GR luar biasa, buset! Udah lah ya, daripada gue jotos muka lo yang gue akui cakep itu, mending kita masuk ke dalam sini dan segera berpindah ke tempat lainnya secepat kilat!"
"Kalian berdua, berhenti," kata Ethan dengan suara dingin yang entah kenapa membuatku sedikit ketakutan dibuatnya. Cowok itu tidak marah, tidak membentak, tidak melakukan apa pun, tapi aura yang dia keluarkan seakan menghentikan detak jantung kami semua yang berada di dekatnya. "Kita masuk, kalau di dalam ternyata tidak ada apa pun, kita telepon Om Calvin."
"Kenapa nggak sekarang aja?" usul Javier sambil menggoyangkan HP nya. "Ada telepon masuk."
Ethan mengangkat sebelah alisnya pada cowok itu.
"Om Calvin."
"Angkat."
"Halo, Om?"Javier berbicara dengan suara di seberang sana. "Iya, bagaimana dengan... ingatannya, apakah bisa dipaksa?"
Sambil menunggu Javier berbicara dengan Om Calvin, aku melirik Ethan yang sibuk menenangkan si Bri yang masih saja berdebat dengan Sam diam-diam, membuat mereka bertiga tampak seperti om-om gila bisnis yang sibuk mempertahankan perusahaan masing-masing. Sementara itu, aku hanya berdiri di hadapan Javier, menunggu cowok itu selesai bicara.
Entah mengapa, lagi-lagi aku merasakan sesuatu yang aneh. Sensasi itu kembali muncul. Kulihat Javier tersenyum padaku, dan aku tidak bisa melakukan apa pun selain menundukkan kepala dan berharap cowok itu segera menyelesaikan teleponnya. Tapi Om Calvin sepertinya sedang cerewet sekali karena Javier masih sibuk ngobrol di telepon, mungkin berusaha meyakinkan Om Calvin untuk memaksa memorinya.
Dia melakukannya lagi. Cowok itu sekarang memandangiku dengan tatapan yang begitu intens, yang entah mengapa membuat jantungku berdebar tidak karuan. Sensasi yang akhir-akhir ini jarang sekali kurasakan saat berada di dekat Ethan. Javier hanya berdiri di sana, dan dia tersenyum memandangiku, dan aku di sini membalasnya dengan wajah merah plus gerak-gerik yang mulai canggung. Tatapan itu begitu menusuk, seakan-akan dia tidak ingin aku kehilangan fokus. Rasanya sedikit mengintimidasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)
Mystery / ThrillerBuku 4☑ The Forest Voyage - Journal of Truth [Completed] "Kalian lelah mengikuti permainan kami, bukan? Bagaimana kalau kali ini kita bermain bersama?" Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada terpisah di dua tempat berbeda untuk menyelesaikan...