CARLO INDIGO
Dengan metodenya yang mantap, Pierre terus berjalan menyusuri lorong-lorong sempit yang kadang naik dan turun itu dengan cepat. Sejujurnya, kami tidak terlalu menemukan jebakan apapun di dalam labirin ini, seperti yang sudah dikatakan Callen tadi mengenai Minostaur, sosok yang mendiami labirin ini, pencipta labirin ini. Menurutnya, di dalam labirin akan ada banyak jebakan.
Mari kita anggap hal menegangkan tadi sebagai jebakan.
Selebihnya, Pierre terus memimpin jalan sambil menyentuh tembok sebelah kanan terus-menerus, membuat kami berjalan dengan arah yang tak tentu. Kadang belok ke kanan, kadang ke kiri, lalu menuruni tangga, dua belokan sekaligus.
Dan salam perjalanan itu, kami banyak diam. Aku tahu, Callen di depan sana masih memikirkan Ricco dan Kathy. Dalam hati, aku merasa ingin sekali menghampiri dia dan bilang, "Len, tenang aja, nasib kita sama kok, kamu nggak sendiri." Tapi aku tahu dia sedang tak ingin diganggu. Bagaimana mungkin kamu bisa tenang saat melihat orang yang selama ini menjadi pacarmu, tiba-tiba menghilang begitu saja dan langsung terlihat bersama orang lain di depan matamu sendiri?
Bahkan saat melihatnya kamu tidak menangis, sedikitpun.
Bukankah hanya orang kuat yang bisa menanggungnya?
"Lou," panggil Gris di belakangku. "Aku kasihan sama Callen. Boleh aku ke sana?"
Aku menggeleng. "Jangan dulu, Gris. Dia butuh waktu." Callen menendangi beberapa batu yang menghalangi jalannya dengan keras, hingga beberapa batu itu memantul di tembok dan mengenai kami di belakang.
"Dasar tembok rapuh, pasti sudah tua banget sampai runtuh-runtuh," Jay menyahut sambil berusaha menghibur Callen walau dia tahu cewek itu yang menendangnya dengan sengaja, "Habis ini kita tuntut deh Len tempat ini, biar dibetulin, nggak butut jelek begini."
Dia kontan menoleh. "Maaf, anggap aja itu jatuh dari atas."
Aku dan Gris serta Jay kontan tersenyum padanya sambil berkata,"Ah, lempar aja ke kita kalau mau, nggak papa kok, kita akan terima dengan lapang dada."
"Iya, ambrukin aja satu labirin, nanti biar Jay yang tanggung biaya gantinya," ujar Gris riang.
"Iya, Len, nanti aku yang ganti semua!" Jay entah kenapa akhirnya sependapat dengan Gris.
Tapi cewek itu sedang tidak bisa tertawa sekarang.
Dan aku sangat paham kenapa.
Mungkin setelah ini selesai, aku akan bertanya dan menenangkan perasaannya.
"Teman-teman, berhenti," perintah Pierre tiba-tiba, membuat saraf-saraf bertarung kami mendadak meningkat.
"Aku mendengar suara," ujar Callen tenang. "Pierre, jalan terus."
"Kamu yakin?" tanya cowok itu menoleh padanya. "Mungkin ini berbahaya."
"Aku tahu," katanya, masih tenang. "Tapi aku siap menghadapinya. "Callen lalu menoleh ke belakang. "Aku ingin tahu siapa yang membuat mereka semua jadi saling membunuh seperti ini."
Kami hanya bisa menelan ludah mendengar perkataan Callen yang terdengar menyeramkan, tapi kami memutuskan untuk mengikuti perkataannya. Jadi, Pierre tetap melanjutkan perjalanan sambil tetap waspada, sementara Jay memutuskan untuk berjaga-jaga di depan.
Tiga langkah kami berjalan, suara gedebum yang cukup keras terdengar, membuatku semakin waspada saja kalau-kalau labirin ini mau runtuh. Getaran merambat dan terdengar begitu keras, bisa kurasakan lewat kaki-kakiku yang tanpa sengaja mulai melemas ini. Bukan karena melihat Kathy, sejujurnya malah aku sudah lumayan bisa mengatasi ini semua, tapi lebih ke apa yang akan kita temukan nanti. Waktu semakin sedikit, dan aku bertanya-tanya, apakah kita akan menghadapi kejutan-kejutan lain nantinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)
Mystery / ThrillerBuku 4☑ The Forest Voyage - Journal of Truth [Completed] "Kalian lelah mengikuti permainan kami, bukan? Bagaimana kalau kali ini kita bermain bersama?" Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada terpisah di dua tempat berbeda untuk menyelesaikan...