BEXTON ADRIANNO
Subway, 1259 West Broadway, Vancouver
January 6th, 05.30 A.M
Seharian aku menghabiskan meatballs milik William, sementara dia memakan sisa sandwich tanpa sedikitpun daging di dalamnya. Kubilang padanya untuk tidak makan daging tiap hari, karena sepertinya perut temanku itu semakin membuncit saja. Untungnya, kali ini dia mau mendengarkanku.
"Bex, bisakah kamu berhenti makan dan lekas memikirkan semua ini?" tanya William sambil menyeruput lemon tea-nya dan menunjuk tumpukan kertas di depanku.
Kulahap meatball terakhirku sambil menyambar selembar kertas.
"Dan kuharap kamu tidak diare karena minum lemon tea pagi-pagi buta," balasku. "Atau kamu sudah terbiasa?"
"Tinggal di Indonesia lama-lama membuat perutmu jadi terbiasa dengan gaya makan budaya Timur, ya?" tanyanya lagi. "Kamu sudah cukup istirahat?"
Aku menggeleng. "Aku hanya tidur dua jam tadi, lalu terbangun karena suara resletingmu yang menyeramkan."
William terkekeh, seakan lelucon garingku itu memang lucu. "Apa bunyinya sehoror itu?"
"Tidak juga, bagian lebih horornya saat aku tidak sengaja melihat pant-"
"Sudah, sudah!" William buru-buru menyumpal mulutku dengan tomat sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Dia menoleh ke kanan kiri seakan takut ada yang mendengarku barusan. "Bisakah kamu jaga mulutmu itu? Dasar, begini bisa disebut detektif. Setidaknya, gunakan bahasa yang lebih sopan!"
"Siapa juga yang menyebut diriku sendiri detektif? Tidak pernah," ujarku sambil mengangkat pundakku. "Aku hanya menjadi diriku sendiri. Bokongmu mulus tahu."
Kulihat si William memasang wajah syok sambil berusaha membuang muka (dan mungkin dia ingin menembakku di tempat sekarang), tapi masa bodoh, kami saling membutuhkan saat ini.
Mataku lalu kembali fokus dengan kertas-kertas yang ada di hadapanku, berharap ini semua cepat berakhir. Tapi, mengingat anak-anak itu menyelesaikan misi demi misi yang diberikan si tersangka Rapunzel hanya dalam waktu dua hari, atau 48 jam, kurasa dalam jangka waktu segitulah aku akan menemukan pelaku wanita yang membawa kabur belasan anak ini. Entah mengapa, instingku sangat besar mengatakan kalau yang melakukan ini adalah wanita, walau pendapat Grey dan Brey juga bisa dipertimbangkan mengingat sekarang banyak jumlah single father yang hidup.
Tetap saja, berdasarkan orang yang kukejar tadi pagi, aku sangat amat yakin kalau pelakunya adalah wanita.
Sekarang yang perlu dipertanyakan lagi adalah motif insiden ini, sekaligus polanya. Semua petunjuk yang masuk tidak membuahkan hasil bagiku. Rumah bernomor 50, kejadian yang waktunya random abis, pesan di kaca rumah, kaca kamar mandi, dan anak-anak berumur tiga hingga enam tahun, kata-kata Rolephihe yang dikatakan si anak kecil yang didekati Brey itu, topeng, dan kertas berisi gambar-gambar.
Semua itu masih berputar-putar di kepalaku.
Tapi hasilnya masih nol besar.
"Menurutmu, kapan kejadian selanjutnya akan terjadi?" tanyaku pada William.
"Kenapa kamu begitu yakin masih ada lagi setelah ini?"
Aku menghela napas kesal. "Tentu saja, memang dia akan berhenti begitu saja? Dia tidak tertangkap, jelas percaya dirinya akan makin meningkat mengingat tampaknya orang ini juga punya gangguan kejiwaan. Bisa-bisa, dia berani menculik anak di depan polisi atau di hadapan perdana menteri sekalipun."
KAMU SEDANG MEMBACA
TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)
Mystery / ThrillerBuku 4☑ The Forest Voyage - Journal of Truth [Completed] "Kalian lelah mengikuti permainan kami, bukan? Bagaimana kalau kali ini kita bermain bersama?" Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada terpisah di dua tempat berbeda untuk menyelesaikan...